17. Raihan

1092 Kata
*Gara-Gara Kehujanan* Jika mengingat-ingat kejadian tadi sore, aku hanya tersenyum sinis bagaimana melihat reaksi si nyai rombeng itu. Ck, dari raut wajahnya saja sudah terlihat bahwa ia seperti sedang baper denganku. Kalian pikir aku akan sudi berlaku seperti itu padanya? Cih, tentu saja tidak. Untuk apa? Hanya membuang-buang tenaga saja. Bahkan aku sudah mengatakan sejak dulu bahwa satu detik yang aku punya begitu berharga. Sangking berharganya tentu saja tidak ingin aku gunakan hanya untuk Raisya. Aku memperhatikan jam di dindingku. Saat ini sholat isya baru saja berakhir. Aku tidak ingin membuang waktu lagi, dengan perlahan aku menghubungi seseorang. "Ada apa?!" Suara ketusan terdengar. Ck, aku hanya menatap datar. "Antar aku ke warnet." "Ngapain?" "Main game." "Kenapa tidak di komputermu aja sih? Kan bisa!" "Terserahku. Antar aku kesana sekarang!" "Males. Mending kamu pakai mobil papimu!" "Papi tidak ada dirumah beserta mobilnya." "APA?!!" suara protesan mulai terdengar. "Ish! Kamu gila ya?! Ini sudah hampir pukul 21.00 malam! Aku capek! Mau tidur!" "Aku tidak gila." "Besok hari libur. Aku ingin kesana." "Kesana aja sendiri!" "Jadi kamu tidak mau?" aku berucap dingin. "Terserahlah." Aku mematikan panggilan dengan sepihak lalu mengantongi ponselku. Aku segera meraih jaket dan keluar kamar. Kebetulan kalau jam segini Yang Mulia Ratu Mami tentu saja sudah berada di dalam kamar. Aku mengecek jam di pergelangan tanganku. Anu dan Nua benar-benar tidak bisa di ajak kompromi saat ini. Mereka sedang sibuk sehingga membuatku pada akhirnya memilih ke game center online sendirian. Kalau sudah maniak game sepertiku tentu saja aku tidak ingin menundanya lagi. Lokasi game center online memang tidak terlalu jauh dan aku memilih jalan kaki. Anggap saja aku olahraga jalan santai di malam hari. "Aiiihhhhh kalah aku." "Eh pinjam uang mu dong?" "Buat apa?" "Aku kalah. Malas balik kerumah. Aku mau nambah 1 jam lagi." "Nih." "Oke. Makasih ya." "Ya ampun!!!! Ini sudah malam! Cakra mana Cakra!" "Aku disini Mak!" "Ayo pulang sebelum bapakmu geledah warnet ini." "Tapi-" "Nurut atau emak seret! Ya ampun ini anak! Belajar juga enggak, main warnet iya!" "Tembak! Tembak! Awassss musuh!" Suara-suara tadi adalah hal yang biasa aku dengar. Salah satunya ketika para emak-emak blusukan ke warnet hanya untuk mencari anaknya yang tidak pulang seharian. Aku tidak peduli. Yang penting aku main dan tahu diri. Waktunya pulang ya aku pulang, waktunya sholat ya aku sholat. Apalagi jika besok ada hapalan hadist ataupun tugas sekolah, tentu saja aku mengutamakan hal tersebut. Suara deringan ponsel terdengar. Aku melirik dan menatap layar ponselku. Saat ini ada mami sedang menghubungiku. Aku melirik jam di dinding. Jam sudah menunjukkan pukul 23.00 malam. Aku mengabaikan panggilan mami. Tidak mau membuat mami khawatir, aku memilih mengakhiri game ku yang saat ini sedang seru-serunya. Aku mematikan komputer dan segera membayar bilik warnet kemudian keluar. Aku tidak menyangka bahwa saat ini sedang turun hujan. Ah tentu saja aku tidak tahu karena selama bermain game aku mengenakan earphone. Daripada membuat mami kelamaan menunggu, aku memilih menerobos guyuran hujan lalu berlari menuju rumah. Mengabaikan rasa dingin yang menusuk di pori-pori kulitku. "Raihan?" Tok.. Tok.. Tok.. "Raihan? Nak, ayo bangun. Cepet mandi terus sarapan dibawah. Papi sudah menunggu." Aku semakin merapatkan selimut tebalku. Tubuhku begitu lemas dan menggigil. Aku mencoba untuk bangun, lalu duduk di pinggiran ranjang sejenak dan menatap lantai kamarku yang penuh dengan tisu dimana-mana. Semalaman tubuhku terasa remuk. Ditambah dengan bersin-bersin dan Flu. Tapi karena terlalu lemas, aku memilih kembali berbaring dengan penampilan yang benar-benar kacau. Suara Mami tidak terdengar lagi. Tapi karena rasa sakit ditubuhku mengalahkan semua pemikiran yang ada, Aku memilih berbaring lagi dengan kedua mata terpejam rapat. "Jadi bagaimana Raihan? Sebentar lagi upacara akan di mulai?" "Maaf saya tidak bisa hadir Pak." "Kamu sakit apa Raihan? Apakah Parah?" "Demam dan sesak napas." "Sudah berobat?" "Belum." Suara helaan napas pun terdengar. Aku tau saat ini wali kelasku bernama Pak Ahmad sedang kecewa. Hari ini adalah jadwalku sebagai pemimpin upacara. Tapi karena kondisiku tidak sehat, maka aku pun memilih tidak turun sekolah. "Lain kali kamu harus jaga kesehatan ya. Bapak tunggu surat izin sakitmu di sekolah. Semoga cepat sembuh." "Iya Pak. Asalamualaikum." "Wa'alaikumussalam." Sambungan terputus bertepatan ketika Papi sudah menungguku. Papi menungguku di ambang pintu sambil besedekap. "Susah siap?" "Sudah." "Ayo kita ke dokter sekarang." Aku hanya mengangguk lalu pergi kerumah sakit bersama Papi dan Mamiku. Sesampainya disana, Ada dokter Devian yang menanganiku. "Kamu lagi demam. Faktor terkena hujan. Sesak napas kamu berasal dari hawa dingin. Untuk sementara kamu harus butuh istirahat sampai benar-benar pulih ya." "Iya Dok." "Ini surat izin sakitmu." Aku melihat dokter Devian membubuhkan tanda tangannya pada surat izin sakitku untuk di berikan pada pihak sekolah. "Kamu bisa sakit gini memangnya kamu ada mandi hujan?" Aku menggeleng. "Lebih tepatnya pulang dan menerobos hujan lebat." "Kenapa tidak berteduh dulu? Eh tapi bukannya Raisya yang seharusnya antar jemput kamu?" "Dia sibuk." aku menatap dokter dan berusaha mengalihkan perhatiannya. "Apakah surat ini sudah selesai?" Dokter Devian beralih menatap suratku lalu memberinya padaku. "Sudah.. ini jangan lupa minta stempel di petugas rumah sakit ya Rai." "Iya." "Makasih Dev sudah menangani putraku." "Sama-sama Vin. Seharusnya aku yang minta maaf sama kamu. Aku sudah bisa menebak putriku pasti melalaikan tugasnya dan tidak mengantarkan Raihan kesuatu tempat sehingga membuat putramu kehujanan." Aku mendengar Papi dan dokter Devian berbincang. Tapi aku mengabaikannya. Tubuhku begitu lemas dan saat ini mami sedang membantuku dengan merengkuh lenganku. "Raihan memang terlahir prematur sehingga sejak kecil dia mudah sakit sampai sekarang." Papa benar. Aku memang terlahir prematur dengan kekebalan tubuh yang kurang sehingga mudah sakit. Tapi aku tidak mempermasalahkannya sejak dulu. Itulah alasanku mengapa sejak dulu aku menyukai kegiatan hal-hal yang simpel dan tidak menguras tenaga agar kesehatanku tetap terjaga. *Seorang gadis mendengus kesal. Beberapa menit yang lalu ia melintasi sebuah ruangan dokter dan tanpa sengaja mendengar percakapan didalamnya. Ia melihat ada Raihan dan kedua orang tua cowok itu. Dengan cepat ia mengetik sesuatu di ponselnya lalu mengirimkan beberapa chat melalui grup yang ia bentuk melalui aplikasi w******p. "Eh guys! Guys! " "Apaa'an sih apa? " "Sekarang aku tau kenapa Raihan gak turun sekolah hari ini dan batal jadi pemimpin Upacara!" "Loh kok kamu tau Raihan gak turun sekolah? Kamu lagi dimana sih? Kenapa juga gak turun?" "Aku lagi sakit. Sekarang lagi di RS dan kebetulan ketemu dia. Fyi ini semua gara-gara Raisya yang gak mau antar dia kesuatu tempat sehingga membuat Raihan pulang hujan-hujanan" "Raisya harus kita kasih pelajaran!" "Setuju!" "Iya! Baru adek kelas sudah belagu banget!" "Bener! Gara-gara dia kami tidak jadi melihat si ganteng Raihan jadi pemimpin Upacara!" "Raisya cari gara-gara rupanya!" Semoga setelah ini Raisya baik-baik aja ya Terima kasih sudah baca. Sehat terus buat kalian  With Love LiaRezaVahlefi Instagram lia_rezaa_vahlefii
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN