05 - Peliharaan?

1374 Kata
Netha tersentak dan mengelap wajahnya yang penuh dengan air. Netha menatap pada Reivant yang berdiri di depannya dengan tatapan tajam dan sengitnya. Netha beringsut mundur, melihat pria itu perlahan duduk di atas ranjang. “Kau susah sekali dibangunkan. Sekarang kau mandi dan ikut aku!” ucap Reivant kembali berdiri dan berjalan keluar dari dalam kamar. Netha menelan salivanya kasar, dan perlahan dirinya berjalan menuju kamar mandi. Dia tidak mau Reivant melakukan hal buruk pada dirinya lagi. Netha keluar dari dalam kamar mandi, melihat Reivant yang duduk di sofa. Netha langsung menutupi paha dan dadanya, dia masih menggunakan handuk, tapi, Reivant berada dalam kamar. Reivant menatap pada Netha dengan menaikkan sebelah alisnya. Tubuh Netha memang sangat bagus dan seksi. Kalau Netha bekerja di tempat pelacuran, gadis itu akan memiliki banyak pelanggan dan bayaran yang mahal untuk tubuhnya. “Kau sangat seksi sekali sayang. Aku sudah tidak sabar untuk mencicipi tubuhmu itu,” ucap Reivant berdiri, berjalan mendekati Netha dengan langkah tegapnya. Netha memundurkan tubuhnya ke belakang. Dia tidak mau Reivant melakukan sesuatu padanya. Dia harus mempertahankan harga dirinya. Agar tidak bisa Reivant melakukan sesuatu pada dirinya. Reivant mengukung tubuh Netha di dinding dan membelai belahan d**a Netha. “Aku ingin memasuki dirimu secara kasar sekarang. Tapi, aku tidak mau anakku tercipta di luar pernikahan, membuat ibuku marah nantinya,” kata Reivant dalam. Netha mengepalkan tangannya. Padahal Reivant sudah banyak membuang benihnya di luar sana, dan dia masih memikirkan anak yang akan terlahir dalam sebuah pernikahan. Dan tidak boleh tercipta di luar pernikahan. Pria gila! “Pakai pakaianmu dan setelah itu aku tunggu di luar. Kalau kau tidak memakainya tidak masalah. Yang malu dirimu sayang. Karena di luar sana banyak pengawalku,” ucap Reivant tersenyum sinis setelah itu berjalan keluar dari dalam kamar. Netha menghela napasnya panjang. Netha menatap pada paper bag yang ada di atas ranjang. Netha mengambil paper bag dan segera mengeluarkan pakaian yang berada di dalamnya. Netha menatap pantulan dirinya di cermin dan tersenyum tipis. Pakaian yang dipilihkan oleh Reivant tidak terlalu buruk. Dan dia tahu kalau pakaian ini adalah pakaian mahal. Netha berjalan menuju pintu kamar dan perlahan membuka pintu kamar, melihat Reivant yang berdiri tak jauh darinya. Reivant berbalik, memerhatikan penampilan Netha dari atas sampai ke bawah. Dia menilai penampilan gadis yang akan menjadi istrinya ini. “Ayo! Ibuku sudah tidak sabar bertemu denganmu. Dan berlagaklah seperti perempuan yang berbahagia. Kalau kau menampilkan wajah sedih, aku akan menembak kepalamu dan juga keluargamu!” ancam Reivant, diangguki oleh Netha. Dia tak bisa untuk berkata pada ibu pria itu, dengan mengatakan pada ibu pria itu, kalau dirinya diculik oleh Reivant, untuk dijadikan istri sementara dan wanita yang menghasilkan anak untuknya. Netha tidak mau keluarganya menjadi korban di sini. Netha melihat pada wanita sosialita yang duduk di sofa dengan memainkan ponselnya, tanpa menghiraukan sekitarnya. Netha menelan salivanya kasar. Sudah cukup dirinya dihina oleh Reivant dan mendapatkan kata-kata tajam dari pria itu. Dia tidak mau harga dirinya semakin hancur, dengan dihina oleh wanita ini. Dia tahu, orang kaya itu tidak baik. Selalu melihat pada harta dan seberapa kayanya seseorang. Netha perlahan berdiri di belakang Reivant, dia takut pada wanita itu. Reivant yang menyadari Netha bersembunyi, langsung menarik tangan Netha, dan membawa Netha berdiri di sampingnya. Dia tidak mau perempuan yang akan menjadi istrinya akan takut pada suatu hal. “Ma…” Reivant memanggil ibunya. Xenna—ibu Reivant melihat pada putranya dengan senyuman lebar, dan menatap pada perempuan yang berdiri di samping Reivant dengan tatapan menilainya. Pilihan putranya tidak terlalu buruk. Dia cantik dan sepertinya dia perempuan mandiri. “Dia calon istrimu?” tanya Xenna menunjuk pada Netha. Reivant mengangguk. “Iya. Dan dia yang akan menjadi ibu dari anakku,” jawab Reivant, membawa Netha duduk di sofa. Xenna tersenyum lebar. “Kapan kalian akan menikah? Mama sudah tidak sabar untuk mendapatkan cucu!” ucap Xenna tak sabaran. “Mama belum berkenalan dengannya. Dan Mama sudah menanyakan kapan menikah!” Reivant mendelik, lalu mengambil sekaleng bir, membukanya dan meneguknya. Xenna memukul keningnya pelan. “Maaf, sayang. Mama terlalu senang. Mama ingin kau dan …” Xenna tak tahu siapa nama calon menantunya ini. “Zanetha Defelora. Yang sebentar lagi akan menjadi Zanetha Korvino,” jawab Reivant acuh. “Yak! Netha! Kamu dan putraku kapan menikah? Aku tidak mau kalian lama-lama menikah. Aku ingin memiliki cucu yang tampan dan cantik!” ucap Xenna, tak mau keduanya menikah terlalu lama. Lama pula dirinya mendapatkan cucu nantinya. “Sabar Ma! Aku dan Netha akan menikah minggu depan. Reivant sudah menyuruh orang untuk menyiapkan semuanya,” ucap Reivant tersenyum tipis. Xenna bertepuk tangan. “Kau memang bisa diandalkan! Dan Mama ingin bertanya, di mana kalian bertemu? Ah… maksud Mama, kapan kalian bertemu dan mulai menjalin hubungan?” tanya Xenna. Netha menelan salivanya kasar. Apakah dirinya boleh mengatakan, kalau dirinya bertemu dengan Reivant, karena dia salah masuk kamar dan setelahnya dia diculik. Dan paling utama, dirinya dan Reivant tidak pernah menjalin hubungan! “Tiga bulan yang lalu. Netha adalah seorang wedding organizer. Dan dia menghias teman Reivant. Kami bertemu di sana dan mulai mencoba menjalin hubungan.” Reivant memang seorang pembohong handal. Netha patut memberikan sebuah penghargaan pada Reivant yang pandai berbohong. Bertemu di pesta nikahan temannya? Cih! Netha tidak pernah melakukan itu. Dia diculik. Dan ntah bagaimana nasib klien yang menyewa jasanya hari itu. “Wah! Cinta pada pandangan pertama. Dan semoga cinta kalian abadi. Mama tidak mau kamu menjalin hubungan singkat Reivant! Mama mau kamu mendapatkan pendamping hidup yang bisa menemanimu sampai hari tua kelak. Karena tanpa pasangan, hari tua tidak ada artinya,” ucap Xenna, yang tidak ingin putranya ini menjalin hubungan singkat. Dia mau Reivant menikah satu kali dan selamanya. “Ya. Reivant akan melakukannya.” Kalau Reivant sudah mendapatkan keturunan dan bosan pada Netha, Reivant akan membuangnya. Karena pernikahan itu taka da artinya! Batin Reivant berbicara, tanpa menghilangkan senyuman manis untuk ibunya. Netha hanya diam saja. Dia di sini hanya seorang pemeran yang tidak boleh bicara banyak, dan hanya perlu saja. Salah cakap, dirinya bisa kehilangan nyawanya dan juga nyawa keluarganya. Netha akan diam, membiarkan Reivant terus berbohong pada ibunya sendiri. “Kau memang harus melakukannya. Mama akan mengatakan ini pada Papamu, dia akan Mama suruh pulang secepatnya. Dia harus bertemu calon menantunya yang cantik ini,” ujar Xenna tersenyum lembut pada Netha. Netha yang melihat senyuman ibu Reivant, mengerjapkan matanya beberapa kali. Dirinya dapat merasakan, kasih sayang seorang ibu dari senyuman hangat itu. Netha hampir saja menangis dan meminta tolong pada ibu Reivant, membiarkan dirinya pergi dan lepas dari Reivant. Tetapi, dia tidak mampu melakukan itu. Dia tidak bisa menerima amukan dari Reivant pada dirinya. “Suruh pria tua itu untuk segera pulang. Kalau dia mau melihat Reivant menikah,” ucap Reivant dingin mengingat hubungannya dengan sang ayah tidak terlalu baik. Keduanya sering bertatap dingin dan saling mengacuhkan. Xenna berdecak. “Kapan kau dan ayahmu bisa damai?” tanya Xenna. “Ntahlah. Aku tidak memikirkan itu,” ucap Reivant, berdiri dari tempat duduknya. Sudah cukup perkenalan ibunya dengan Netha. Sekarang dirinya ingin mengurung Netha kembali di dalam kamar, dan setelah itu dirinya bisa pergi dan bersenang-senang melepaskan hasratnya, yang terbayang tubuh mulus Netha tadi. “Mama pulanglah. Calon istriku butuh istirahat,” usir Reivant, meninggalkan ibunya di ruang tengah, menarik tangan Netha masuk ke dalam kamar dan melempar tubuh gadis itu di atas ranjang. “Kau hampir menagis tadi sialan! Kalau kau sampai menangis dan mengatakan semuanya tadi, aku tidak akan segan membunuh keluargamu dan dirimu,” ucap Reivant mencekik Netha, membuat Netha sulit bernapas. “Ma-af… ak-u… ti-dak…” Netha menghirup udara sebanyak mungkin, ketika Reivant melepaskan cekikannya pada Netha. “Jadilah peliharaan yang baik sayang. Aku tidak mau peliharaanku bersikap macam-macam,” ucap Reivant kembali meninggalkan Netha. Netha yang ditinggalkan oleh Reivant, menangis lirih dan menghapus air matanya kasar. Peliharaan? Dirinya bagaikan seorang binatang tak punya harga diri lagi oleh Reivant. Netha memukul dirinya sendiri, dan terus menangis. Hidupnya hancur setelah bertemu dengan Reivant—lelaki kejam yang tidak punya hati nurani sama sekali. Netha menyesal memasuki kamar hotel itu. Kalau saja dia meneliti nomor kamar hotel, tak akan mungkin nasibnya akan menjadi begini. Dan dia masih bisa bebas dan berkumpul dengan keluarganya. Memang penyesalan tidak akan ada akhirnya. Dia akan terus terpuruk dalam penyesalan ini. Salah kamar membuat dirinya menderita!
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN