#R - Senja dan Kembali

1353 Kata
Puji dan syukur Angga panjatkan kepada pencipta alam semesta ini, sungguh jika ada kata yang lebih dari sekedar bahagia, Angga akan menggunakan kata itu untuk mengekspresikan bagaimana perasaannya sekarang. Ada sebuah rasa bahagia yang membuncah memenuhi setiap ruang harap didalam hatinya saat dia melihat nama yang sejak tadi coba dia cari, tertulis diatas papan informasi. Angga bahagia akhirnya Risa bisa ditemukan walaupun dalam keadaan tidak bernyawa, yang terpenting bagi Angga adalah dia bisa melihat wajah Risa walaupun untuk yang terakhir kalinya, sungguh Angga rindu pada Risa, dia rindu segala sesuatu yang berhubungan dengan Risa. “Pak jasad atas nama Diana Merissa yang mana ya ?” “Mana pak, yang mana jasadnya ?” Angga bertanya pada seorang tim sar yang pada saat itu sedang mendata jasad – jasad yang mungkin belum diketahui namanya. Mata Angga mencoba meneliti satu persatu wajah yang pada saat itu tergeletak berjajar, hati Angga mencelos saat membayangkan beberapa menit lagi dia akan bertatap muka dengan Risa yang sudah menutup mata, dia tidak tahu apakah dia akan mampu atau tidak. Petugas itu memeriksa buku catatannya mencoba mencari nama Diana Merissa, beberapa kali petugas itu membolak – balik buku catatannya, seakan sedang memeriksa berulang – ulang karena nama yang dicarinya tidak ada. “Dalam catatan saya tidak ada nama Diana Merissa, mungkin dia salah satu korban selamat” ucapan petugas itu berhasil membuat Angga terdiam mematung beberapa saat, otak Angga seakan berusaha mencerna kalimat yang manyatakan jika Risa kemungkinan besar selamat, kemudian dia tiba – tiba langsung berlalu pergi tanpa menggunakan sandal yang sejak tadi dia tenteng. Sepanjang kakinya berlari, perasaan Angga benar – benar tidak karuan senang, sedih, takut dan khawatir menyatu menjadi satu, tanpa diminta air mata Angga tiba – tiba menetes begitu saja membasahi kedua belah pipinya. Disepanjang jalan tidak henti Angga melantunkan do’a berharap semoga Risa baik – baik saja, tujuan Angga hanya satu Rumah Sakit, Angga benar – benar tidak bisa menggambarkan betapa bahagianya dia saat itu. Saat kakinya menginjak pintu utama rumah sakit dengan terburu – buru bahkan dengan setengah berlari Angga melangkah menuju ruang pendaftaran, dari sana dia bisa mengetahui dimana Risa dirawat, saat suter sudah memberitahu Angga langsung bergegas menuju ruangan dimana Risa berada, jantungnya berdegup kencang saat dalam beberapa langkah lagi kakinya akan sampai diruangan tempat Risa berada. Saat suster membuka pintu Angga tidak langsung masuk, dia berdiri mematung diambang pintu  matanya menatap lurus kearah dimana ada seorang wanita yang sedang terbaring dengan keadaan matanya yang masih tertutup rapat, ada beberapa alat medis yang menempel ditubuhnya  tanda jika perempuan itu berada dalam kondisi lemah hingga dia membutuhkan alat penopang kehidupan. Ada ibu, ayah dan adik Angga juga disana selain itu tentu saja ada ibu Risa yang senantiasa menemani putrinya, dan sekarang tatapan semua orang tertuju kearahnya yang masih mematung diambang pintu, perlahan Angga melangkahkan kakinya untuk mendekat kearah Risa, jantungnya berdegup kencang saat matanya melihat jika yang berbaring dihadapannya benar – benar Risa, wajah perempuan itu terlihat pucat ada beberapa gores luka yang mehiasi wajahnya. Ada sebuah rasa sedih sekaligus bahagia yang meluap dari dalam hati Angga saat melihat Risa sekarang benar – benar ada dihadapannya, Angga masih setia menatap Risa yang pada saat itu masih belum membuka matanya, dia seakan tidak peduli dengan tatapan kedua orang tuanya dan juga ibu Risa. “Sa” panggil Angga dengan suara yang terdengar bergetar. “Kamu kamana aja Sa ? aku rindu, aku takut, dan kamu jahat” “Kamu tahu, jantungku hampir aja copot saat tahu kalau kamu belum juga ketemu” “Dan kamu tahu, kamu udah berhasil buat perasaan aku berantakan tadi, saat aku pikir kalau kamu udah enggak ada” Angga berkata dengan tatapan matanya masih belum lepas memandang wajah Risa, laki – laki itu seakan belum puas memandang Risa, matanya terlihat berkaca – kaca tapi bibirnya melukiskan senyuman. Tiba – tiba tubuh Angga yang sejak tadi berdiri tegak meluruh begitu saja, kakinya seakan tidak mampu menopang berat badannya sendiri, hingga membuat Angga jatuh dengan kedua lututnya yang dijadikan sebagai tumpuan, saat itulah air mata yang sejak tadi dia tahan tumpah begitu saja, Angga seakan tidak peduli sekarang kedua orang tuanya, Rifqo dan ibu Risa sedang menatapnya, saat ini Angga hanya ingin menunmpahkan segala yang dia rasakan, dan mungkin cara Angga mengungkapkan perasaannya itu adalah dengan cara menangis, setidaknya dengan menangis tanpa merasa malu seperti ini semua yang memenuhi hati dan pikirannya akan berkurang.  Mama Lina berjalan dari posisinya duduk, dia melangkah mendekati putranya yang pada saat itu sedang menangis, mama Lina seakan melihat Angga kecil yang sedang merajuk karena dia melarangnya melakukan sesuatu yang dia inginkan, Angga yang sudah tumbuh dewasa, Angga yang selalu dingin dan datar seakan hilang begitu saja berganti menjadi sosok Angga kecil yang menjelma dalam tubuhnya yang sudah dewasa. Mama Lina merengkuh tubuh Angga, dia seakan tahu apa yang putranya rasakan, mendapat perlakuan lembut dari mamanya Angga balas memeluk mamanya, dia menenggelamkan wajahnya dicelukan leher sang mama, disanalah Angga bisa menumpahkan segalanya tanpa ada rasa malu atau apapun. “Angga takut ma, Angga khawatir, Angga sedih dan Angga juga bahagia, kenapa ma ? kenapa Risa tidak membuka matanya, kenapa dia tidak kunjung membuka matanya, apakah nanti dia akan bangun ?” Angga bertanya dalam posisi yang masih memeluk erat tubuh mamanya. “Kamu jangan khawatir, Risa pasti akan baik – baik saja, dokter bilang mereka akan terus memantau kondisi  Risa dan berharap Risa akan siauman nanti malam atau paling lambat besok, karena jika tidak nanti malam atau besok kemungkinan besar Risa akan mengalami koma dalam jangka waktu yang tidak dapat ditentukan” Mama Angga mengurai pelukannya, dia menangkup kedua belah pipi Angga sambil menatap Angga tepat dibagian matanya, jari telunjuknya bergerak menghapus sisa air mata yang membasahi kedua belah pipi Angga. Mama Lina tersenyum menatap wajah putranya. “Udah ya jangan nagis terus, malu tuh dilihat sama bu Kina, bapak sama Rifqo, terus gimana kalau nanti Risa bangun dan melihat kamu sedang menangis bombai seperti ini” “Yasudah mama dan yang lain keluar dulu kalau kamu mau jenguk Risa, tapi tetap ditemani adikmu ya” Mama Lina mengelus kepala Angga, kemudian keluar diikuti bapak Angga, dan juga ibu Risa sementara Rifqo masih tetap berada didalam menemani kakaknya yang akan melepas kerinduan pada perempuan yang tanpa sengaja sudah masuk melalui celah hatinya. “Kamu harus tahu Sa aku lulus sekolah di sekolah islam Bandung, aku diminta untuk segera berangkat ke pondok pesantren tapi aku malas Sa, jadi ayo cepat kamu bangun dan hukum aku dengan cubitan sepelintir – pelintir kamu” Angga memandang wajah Risa dengan tatapan yang sulit untuk diartikan, hatinya terasa sakit saat tidak ada respon sedikitpun dari Risa, karena gadis itu masih asik tenggelam di alam mimpinya, dia seakan masih enggan menemui Angga dan orang – orang yang mencintainya. Padahal Angga dan yang lainnya sudah harap – harap cemas menunggu gadis itu terbangun dari tidurnya. “Bangun Sa, buka mata kamu, memangnya kamu sudah tidak mau melihat senja bersama aku lagi, bangunlah Diana Merissa dari tidur kamu jangan membuat aku merasa takut” “Bangun Sa, bangun !!! aku memerintahkan kamu untuk bangun ! bukankah kamu pernah bilang jika setiap kata yang keluar dari mulutku seperti sebuah perintah yang sangat sulit dibantah, maka sekarang aku memerintahkan kamu untuk bangun !” “Aku rindu Sa, aku rindu saat kamu menatapku dengan penuh kelembutan, aku rindu senyuman kamu yang menenangkan, aku rindu segala yang ada dalam diri kamu, aku mohon bangun Sa” ujar Angga dengan suaranya yang terdengar kian melemah. Dibelakang tubuh Angga Rifqo masih diam diatas kursi roda, tidak ada kalimat ejekan yang terlontar dari lisannya, dia seakan paham jika sekarang kakanya sedang berada dalam keadaan yang tidak baik, dan dari tindakan kakaknya, tatapan kakaknya kepada Risa anak yang masih terbilang dibawah umur itu memahami ada sesuatu yang terjadi antara Angga dan juga Risa. Rifqo seakan bisa menebak jika kakaknya sudah menjatuhkan hatinya kepada Risa namun, kakaknya itu belum menyadari. Sikap Angga yang tidak mau berangkat ke Bandung sebelum Risa ditemukan, sikap Angga yang terlihat sangat merindukan Risa memperkuat tebakan Rifqo. “Kamu gak cape tidur terus, aku dan kelurga kita menunggu kamu membuka mata” “Bangunlah, bangun jangan membuat ku terus menerus dihantui perasaan takut” Angga kembali berkata membuat Rifqo tersadar dari pikirannya yang melanglang buana, dia menatap interaksi yang terjadi antara Angga dan Risa, hatinya berdo’a kepada yang maha kuasa agar kelak saat waktunya sudah tepat Allah mempersatukan mereka dalam keadaan yang baik dan cara yang baik juga, karena tidak ada yang bisa Rifqo lakukan selain mendo’akan mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN