#R - Senja dan Harapan

1655 Kata
Pagi – pagi atau lebih tepatnya setelah melaksanakan shalat subuh Angga memilih untuk jalan – jalan, pagi itu Angga merasa memiliki sebuah beban besar yang harus dia emban, tapi dia sendiri tidak tahu beban apa yang sedang dia rasakan. Maka saat Rama yang baru saja keluar dari dalam masjid sementara yang dibuat warga, mengajak Angga jalan – jalan dia langsung mengiakannya, karena Angga sendiri merasa jika otaknya membutuhkan sedikit penyegaran. “Ram kamu tahu apa yang sekarang aku rasakan ?” “Apa ?” “Takut, aku takut jika aku tidak bisa melihatnya tersenyum dan hal yang paling aku takutkan adalah aku takut tidak bisa melihat wajahnya walaupun itu untuk yang terakhir kalinya” ujar Angga dengan matanya yang masih memandang pekatnya langit berwarna hitam. “Kamu itu cintakan sama Risa, kenapa kamu enggak langsung nikahin dia ajasih kemarin pas lulus smp, tinggal ijb qobul, halal tinggal serumah, pacaran setelah menikahkan indah apa susahnya coba” ujar Rama yang sejak tadi lebih memilih diam menjadi pendengar, dan ucapannya itu berhasil mendapatkan sebuah hadiah toyoran dari Angga. “Kamu pikir aku mau nikahin apaan, gampang banget kamu bilang sah, Risa itu perempuan istimewa, jadi cara mendapatkannya juga harus menggunakan cara yang paling istimewa, bukan langsung sah, sah aja” ujar Angga membuat Rama terkekeh kecil menyadari kekoyolan ucapannya sendiri. Saat itu Rama dan Angga masih sama – sama berjalan menyisir pantai, menikmati kesejukan udara yang masih terasa segar, sampai akhirnya langkah kaki mereka berhenti disebuah titik yang membuat mereka merasa nyama untuk duduk menikmati detik – detik dimana matahari yang akan segera terbit. “Kamu tahu Ga, jika ayah, ibu, kakak dan adikku sudah benar – benar pergi menghadap sang pencipta pasti saat ini mereka sedang melihatku” ujar Rama memecah keheningan yang sempat tercipta diantara mereka. Angga menolehkan kepalanya kearah Rama, dia sadar jika sahabatnya memiliki duka yang lebih besar dari duka yang sedang dia rasakan, kehilangan keluarga, tidak tahu mereka dimana dan bagaimana keadaaan mereka, itu adalah hal yang paling menyakitkan menurut Angga. Salutnya Angga pada Rama, dia masih terlihat kuat dan tegar menghadapi kenyataan pahit yang menghampiri hidupnya. “Mamah dan bapakku pasti akan sedih jika mereka melihat aku disini bersedih, maka dari itu sebisa mungkin aku berusaha untuk tetap sabar dan menanti seperti apa akhir takdir kisahku” ujar Rama dengan sebuah senyuman diakhir kalimatnya. “Sabar Ram, bukankah disini ada aku sebagai saudaramu, saat kamu rindu mamamu maka kamu bisa menganggap mamaku sebagai mamamu juga, dan saat kamu rindu  bapakmu maka kamu bisa menganggap bapakku sebagai bapakmu juga” ujar Angga sambil merangkul bahu Rama dan berakhir dengan sebuah pelukan persahabatan. “Ko kita jadi lebay gini ya” ujar Angga berhasil membuat tawa mereka berdua pecah. Setelah acara pelukan mereka selesai, mereka kembali pada posisi awal, memandang luasnya langit yang sekarag sudah berwarna hitam keemasan, tanda jika matahari akan segera terbit, menyinari bumi. “Ram kamu ikut aja sekolah di Bandung sama aku” “Nanti aku bilang sama mamah dan bapak ku, kamu jangan nolak dulu aku berharapa Risa…” “Sabar dan tawakal, do’akan yang terbaik untuknya Ga” ujar Rama sambil menepuk bahu Angga saat dia sadar jika sahabatnya itu kembali membahas perempuan berstatus sahabat kecilnya yang selalu berhasil membuatnya merasa sedih. Mendengar perkataan Rama, Angga tersenyum, ingatannya melayang pada masa dimana dia pernah menghabiskan waktu bersama, pada sebuah momen yang tidak pernah bisa dia  lupakan. Flashback “Sa” Panggilan Angga berhasil memecahkan kebungkaman yang terjadi diantara Risa dan juga Angga, Risa tidak menjawab tapi Risa lebih memilih menolehkan kepalanya menatap kearah Angga seakan tatapan matanya mengatakan sebuah kalimat tanya ‘Apa ?’ “Sepertinya aku akan benar – benar melanjutkan sekolah di sekolah islam yang ada dikota, dan aku juga akan mondok disana Sa, besok aku, mamah dan bapak akan berangkat ke kota untuk melakukan daftar” Angga mengatakan kalimatnya dengan nada suara yang Risa dengar terasa aneh, nada suara Angga seakan mengisyaratkanjika laki – laki itu merasa keberatan akan pergi kekota, bukan karena dia tidak ingin sekolah dikota, namun ada sesuatu yang belum tersampaikan hingga membuat Angga merasa berat harus pergi meninggalkan kampung halamannya. “Bagus dong, seharusnya kamu senang , disana kamu bisa memperdalam ilmu pengetahuan sekaligus ilmu agama kamu, aku ikut bahagia mendengarnya, kamu beruntung bisa sekolah disekolah islam Ga, aku do’akan semoga kamu juga betah mondok disana. Ingat disana kamu harus belajar yang rajin jangan malas – malasan, pokoknya kalau aku dengar kamu malas – malasan disana aku akan datang kesana saat itu juga dan aku akan cubit kamu sama cubitan sepelintir – pelintirnya, oh iya kamu berangkatnya besok terus pulang kesini laginya kapan ?“ Risa menjawab perkataan Angga dengan penuh keceriaan sangat berbanding terbalik dengan Angga yang berkata dengan lesu, gadis itu memang pandai menyembunyikan perasaannya, dia bertingkah serta berekspresi seakan tidak memiliki beban, seakan tidak mempunyai luka yang terpendam didalam hatinya dan seakan tidak ada air mata yang berusaha dia tahan saat mengetahui jika Angga cepat atau lambat akan pergi meninggalkannya. “Tapi kita pasti akan jarang bertemu Sa” Hati Angga berteriak, sungguh dia menceritakan tentang masalah keputusannya sekolah hanya untuk melihat ekspresi seperti apa yang akan ditunjukan Risa, Angga pikir Risa akan mencegahnya dengan alasan Risa masih membutuhkan Angga untuk berada didekatnya. Namun, semua itu mungkin hanya akan terjadi dalam mimpi saja, karena dalam pandangan Angga Risa justru terlihat bahagia atas keputusan Angga yang akan pergi kekota. “Mungkin aku pulang lagi besok atau lusa, lagi pula gimana coba rasanya cubitan sepelintir – pelintirnya seumur – umur baru dengar aku” Angga berkata dengan wajahnya yang masih menunjukan ekspresi penuh kebingungan, pasalnya dia baru tahu jika cubitan juga memiliki nama, dan namanya cukup unik bagi Angga. “Aku contohkan ya” Risa berkata sambil mencubitkan tangannya keperut Angga kemudian cubitan itu Risa putar dengan sekencang – kenncangnya membuat Angga mengaduh kesakian. Melihat Angga yang meraung – raung bukannya merasa prihatin gadis itu justtru tertawa lepas seakan baru saja melihat komedi putas. “Kamu kenapa lihat aku sampai segitunya, ada apa sama wajah aku ? ada yang aneh ya ?” Risa berkata dengan tangannya yang sibuk membetulkan tatanan kerudungnya takut bentuk kerudungnya mirih, dia menolehkan kepalanya dan mendapati Angga tengah menatapnya juga, buru – buru Risa segera memalingkan kembali wajahnya, dia mengusap wajahnya ketika sadar Angga sedang memperhatikannya. “Angga !!! kamu kenapa sih lihat aku gitu banget, aku tahu aku itu memang cantik Ga, tapi kamu jangan lihat aku sampai segitunya nanti kamu jatuh cinta lagi sama aku” Risa berkata dengan setengah jengkel karena kesal dengan tingkah Angga yang terus saja menatapnya dan hal itu membuat Risa merasa salah tingkah, Risa sengaja memuji dirinya cantik dan berkata konyol Angga akan mencintainya karena dia ingin membuat perhatian Angga teralih pada lelucon yang baru dibuatnya, jujur saja ditatap Angga membuat jantung Risa berdebar – debar tidak karuan Risa tidak tahu dengan pasti semua itu terjadi karena apa. Hanya saja selama jantung itu masih merspon hal demikian Risa akan rajin pula menghindari tatapan Angga. “Iya Sa aku jatuh cinta sama kamu” Kalimat itu terucap dari lisan Angga, laki – laki itu berkata dengan sangat tenang, dalam dan penuh keseriusan, siapapun yang melihat ekspresi dan nada suara Angga tadi akan yakin jika laki – laki itu berucap tidak berasal dari dalam hatinya yang paling dalam. Untuk sesaat Risa terdiam, dia berusaha mencerna apa makna sesunggunya dari kalimat yang Angga ucapkan, Risa mengalihkan tatapannya kepada Angga, dia mencoba memastikan apa yang baru saja diucapkan Angga melalui pancaran mata laki – laki itu, tidak ada keraguan semua terlihat nyata dan serius itulah yang Risa tangkap dari pancaran mata Angga. Wajah Risa terlihat shock, didalam kepalanya ada berbagai pertanyaan yang ingin sekali Risa utarakan namun masih belum mampu Risa suarakan karena gadis itu masih merasa shock atas apa yang baru saja dia dengar. ‘Kamu harus tanggung jawab dengan perasaan aku Risa’ Batin Angga berkata dengan tatapan matanya yang masih menatap Risa yang pada saat itu tengah menatapnya juga, kentara sekali jika gadis itu masih merasa tidak percaya atas pengakuan Angga, hingga akhirnya suara tawa Angga berhasil kembali mengalihkan tatapan mata Risa dan saat itulah Risa merasa tertipu karena menurut Risa taawa Angga adalah tanda jika sejak tadi laki – laki itu hanya menjahilinya. Meskipun pada kenyataanya Angga tidak pernah menipu Risa, Angga tertawa hanya untuk mengalihkan fokus Risa saja. Karena nyatanya apa yang tadi dia katakan memang murni dari dalam hatinya meskipun saat ini Angga belum meyakininya seratus persen. Selain itu Angga juga merasa jika sekarang bukan saat yang tepat bagi Risa mengetahui perasaannya. “Aduh Sa wajah kamu kocak banget tahu” Angga masih tertawa sambil memegang perutnya, tawanya seakan sulit berhenti hingga membuat kulit perut Angga terasa sakit karena terlalu banyak tertawa. “Iih Angga !!!” Jerit Risa merasa kesal karena dia baru saja menyadari jika sejak tadi dia hanya dijahili Angga, perempuan itu langsung menyerang Angga dengan cubitan sepelintir – sepelintinya, hingga membuat suara tawa Angga seketika berubah menjadi suara ringisan yang berhasil membuat Risa tertawa menang. Flashback End Tepat ditempatnya duduk bersama Rama sekarang, Angga juga sering menghabiskan waktu bersama Risa untuk menikmati waktu senja. Ditempat ini Angga selalu bisa menikmati senyuman Risa yang penuh ketulusan, dan tepat sekarang ditempat yang sama juga untuk pertama kalinya Angga tidak bisa menikmati senyuman itu lagi. Semua kenangan yang pernah dilaluinya bersama Risa seakan berputar – putar didalam kepalanya, Angga menundukkan kepalanya. Jujur saja dia rindu saat Risa berteriak kesal karena tingkah menyebalkannya, Angga rindu dengan senyum yang dihiasi rona merah dipipinya saat Risa merasa malu karena godaan Angga, Angga rindu segala sesuatu yang berhubungan dengan Risa. Karena semua kenangan yang pernah Angga lalui bersama dengan Risa, tidak pernah sedikitpun Angga lupakan dari ingatannya. Suara ribut dari pos informasi berhasil mengalihkan perhatian Angga dan Rama, tanpa berpikir panjang Angga dan Rama langsung berlari menghampiri posko informasi berharap Risa atau salah satu keluarga Rama ada yang berhasil ditemukan. “Ko jadi deg – degan yang Ram” “Bismillah” jawab Rama sambil menepuk bahu Angga. Angga menganggukkan kepalanya, meneroboh masuk pada celah orang – orang yang sedang berdesak – desakan, sama – sama ingin mencari tahu tentang keluarganya yang belum ditemukan. Angga memejamkan matanya rapat – rapat, mengumpulkan mental dan keberanian jika kenyataan tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan. Saat keberanian itu sudah berhasil dimiliki, Angga membuka matanya, mengabsen setiap nama yang tertulis di papan informasi, berharap nama yang dia cari tertulis disana.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN