“Kau mau ke mana?”
Pertanyaan Rion membuat Eris menghentikan langkahnya. Ini masih jam 7 pagi tapi pria itu sudah mandi dan ada aroma parfum yang segar menguar dari tubuhnya. Sungguh, karena biasanya melihat Eris mandi dan jadi wangi sepagi ini hanya beberapa kali dalam setahun Rion tentu saja jadi penasaran dengan hal penting apa yang tengah terjadi hingga membuat pria itu bangun dan mandi pagi.
“Mau ke belakang,” sahut Eris.
“Belakang?”
“Paviliun belakang,” jelas Eris. “Aku akan mengerjakan laporan keuanganku di sana, jadi jangan ganggu, uh!”
“Apa? Kau mengganggu Bos sepagi ini?” Itu Andrew yang baru bergabung di meja makan dan langsung menimpali ucapan Eris dengan tuduhan yang bisa memancing pertengkaran—yang sepertinya mulutnya akan gatal jika ia tidak mengatakan sesuatu untuk membuat Eris kesal saat mereka bertemu.
“Bukan urusanmu!” Tapi Eris yang hanya menjawabnya dengan ketus dan pergi begitu saja membuat Andrew jadi agak kecewa.
“Kau memberinya pekerjaan sepagi ini?” tanya Andrew pada Rion yang masih menikmati sarapannya. Sebenarnya itu bukan sesuatu yang aneh jika Rion yang menggaji Eris puluhan juta setiap bulan—yang sebenarnya Eris menggaji dirinya sendiri sebanyak itu karena Rion jarang sekali memeriksa laporan keuangannya—memberinya pekerjaan sepagi ini. Yang aneh adalah jika Eris bersedia untuk melakukan pekerjaannya sepagi ini.
“Dia yang mencari pekerjaan sendiri dengan pergi ke belakang,” sahut Rion yang tahu dengan pasti jika tujuan Eris pergi ke paviliun belakang adalah untuk menemui Cherry. “Ketatkan penjagaan di sekitar paviliun. Jangan sampai gadis itu kabur!”
“Kau ingin aku ikut berjaga di sana?” tawar Andrew. Yang tujuannya tentu saja bukan benar-benar menjaga Cherry melainkan mengganggu Eris. Tidak ada yang lebih menarik dari pekerjaannya di tempat ini selain mengganggu Eris dan membuat pria itu sampai berteriak kesal.
“Tidak, kau ikut denganku. Jangan lupa pistolmu,” kata Rion yang artinya pria itu akan mengerjakan sesuatu yang tidak benar jika mengingatkan Andrew tentang pistolnya. Melakukan sesuatu yang berbahaya sementara di paviliun belakang, sandera yang harusnya ia buat menderita sedang bermain dengan cerianya bersama Eris.
***
“Cherry, apa kau tidak ingin pulang?”
Cherry yang sedang menggambar dengan menggunakan krayon di balik halaman laporan keuangan Eris—yang meski itu adalah berkas penting untuk ditunjukkan pada Rion namun Eris membiarkan Cherry terus mencoret-coretnya dengan krayon warna-warni yang pria itu belikan untuknya—mengangkat wajahnya saat mendengar pertanyaanya pria itu.
“Pulang?” tanya Cherry yang dijawab dengan anggukan oleh Eris. “Sekarang kan sudah di rumah. Kata Bibi Lily ini rumah Cherry sekarang.”
“Bukan di sini, Cherry. Tapi pulang ke rumahmu.” Eris tahu harusnya ia tidak menanyakan hal ini pada Cherry. Namun ia justru terus bertanya tentang sesuatu yang ia tahu pasti adalah hal mustahil untuk gadis itu sekarang. “Rumah yang kau tinggali bersama mama dan papamu dulu.”
Cherry terdiam untuk sesaat dan gadis itu terlalu naif untuk bisa menyembunyikan kesedihannya dari Eris meski kini ia memaksakan sepasang bibirnya untuk tersenyum. “Cherry ingin pulang. Tapi Mama dan Papa sudah tidak ada di rumah itu lagi.”
Kini giliran Eris yang dibuat terdiam. Dalam hati bertanya-tanya apakah gadis ini sebenarnya tahu semua yang tengah terjadi saat ini. “Kau tahu apa yang terjadi pada mama dan papamu saat kau dibawa pergi ke rumah ini.”
“Iya,” sahut Cherry sambil menganggukkan kepalanya. “Kata Mama, Cherry itu hadiah yang Tuhan kirim untuk membuat Mama dan Papa bahagia. Karena Cherry, Mama dan Papa sudah sangat bahagia selama ini jadi sekarang giliran Tuan Rion yang Cherry buat bahagia. Itu tugas Cherry sekarang setelah tugas untuk membahagiakan Mama dan Papa selesai.”
“Kau tahu ke mana mama dan papamu pergi saat kau pikir sudah menyelesaikan tugasmu pada mereka?”
“Ke tempat yang indah. Yang ada taman dengan bunga-bunga yang cantik dan angin yang sejuk. Mama dan Papa menunggu Cherry di sana. Kata mereka, Cherry bisa pergi ke sana jika Cherry tidak menyerah dengan Tuan Rion dan terus jadi anak manis yang membuatnya bahagia.”
Cherry kembali menggambar sementara Eris terus menatap gadis itu dengan sendu. Sejauh yang ia dengar dari cerita Cherry, ia bisa menilai jika usaha kedua orang tua gadis itu yang sampai tidak pernah menyekolahkan putri mereka dan tidak membiarkannya bergaul dengan orang lain setidaknya membuahkan hasil. Karena sesuai yang mereka harapkan, Cherry tumbuh sebagai gadis manis yang tidak pernah melihat sekejam apa dunia sebenarnya yang selama ini orang tuanya sembunyikan darinya.
Meski bagi Eris, apa yang Trevor dan Kaia lakukan itu tetaplah bentuk kejahatan yang sangat membatasi hidup putri mereka. Kejahatan yang jadi terlihat manis karena ditutupi oleh kasih sayang dan cinta yang sangat tulus.
“Itu benar, kau tidak boleh menyerah dengan Rion meski dia galak dan suka memukulmu.”
Cherry mengangkat kepalanya saat merasakan belaian lembut Eris di puncak kepalanya. Pria itu tersenyum dengan hangat padanya saat tatapan mereka bertemu. “Tapi jika ini terlalu berat untukmu Cherry, maka katakan padaku. Aku akan berusaha untuk membawamu pulang nanti.”
***
“Apa ini?”
Eris berdiri di hadapan meja kerja Rion dengan keringat dingin yang mengalir dari pelipisnya saat mendengar desisan pelan pria itu ketika memeriksa hasil laporan keuangannya.
Ini tidak biasanya terjadi. Karena meski dirinya selalu membuat laporan keuangan, namun Eris hanya membuatnya asal-asalan. Sekedar formalitas saja karena Rion lebih suka pergi keluar untuk menghajar orang-orang dibandingkan duduk di balik meja kerjanya dan memeriksa laporan keuangannya ini.
Jadi mengapa sekarang Rion yang biasanya tidak peduli dengan keadaan keuangannya ini tiba-tiba memeriksa laporan keuangan dengan begitu detail hingga mengerutkan keningnya sangat dalam begitu?
“Anu, Bos...” Nah, Eris jelas sangat panik sekarang sampai tidak sadar menyebut Rion sesopan itu. “Semua harga barang naik sekarang, jadi meski aku ingin mengontrol pengeluaran kita itu tetap—“
“Apa ini bunga?”
“Eh?” Eris mengerjapkan kedua matanya saat Rion menyela ucapannya. Pria itu sampai memiringkan kepalanya saat berusaha keras mengingat apa yang ia tulis tentang bunga di dalam laporan keuangannya. “Bunga... Mungkin itu pengeluaran untuk beli buket bunga saat peresmian—“
“Tapi kenapa bentuknya aneh seperti ini?”
“Eh?” Eris jadi semakin bingung. Sepertinya Rion sama sekali tidak mendengarkan ucapannya dan sibuk sendiri dengan laporan keuangan di tangannya.
“Lalu ini bintang? Kenapa jelek sekali?”
Kepala Eris jadi semakin miring dan dirinya jadi semakin bingung dengan semua yang diucapkan Rion.
“Ini apa? Cicak? Burung? Lalat? Apa sih ini sebenarnya?”
Didorong rasa penasarannya, Eris melangkahkan kakinya hingga berdiri di sebelah Rion. Dan barulah ia sadar jika kekhawatirannya itu hanya omong kosong belaka karena sejak tadi yang Rion pusingkan bukanlah laporang keuangan asala-asalan yang dibuatnya melainkan gambar-gambar Cherry yang berada di bagian halaman kosong laporan keuangan tersebut.
“Ini kupu-kupu, lho. Memangnya kau tidak bisa lihat sepasang sayapnya yang cantik, uh?” Eris berkata sambil menunjuk gambar Cherry, membuat kerutan di kening Rion jadi semakin dalam lagi.
“Ini apanya yang kelihatan seperti sayap kupu-kupu, uh?”
“Itu sayap kupu-kupu! Kau tidak lihat kupu-kupunya cantik begitu?”
“Kubilang ini tidak terlihat seperti kupu-kupu!” Rion meninggikan suaranya dan seharusnya Eris sadar jika seharusnya ia berhenti sampai di sini. Tapi lihatlah bagaimana pria keras kepala itu malah ikut meninggikan suaranya juga.
“Itu jelas-jelas kupu-kupu! Matamu itu, lho!”
Rion menatap Eris tak percaya sebelum berseru dengan keras dan marah, “Andrew!”
“O-oh...” Eris mundur selangkah saat melihat Andrew yang sejak tadi berjaga di depan ruang kerja Rion langsung melangkah masuk sambil mengangkat pistolnya. Pria itu tidak menyangka Rion akan semarah ini sampai berpikir untuk menyuruh Andrew menembaknya.
“Itu cicak,” kata Eris saat melihat Andrew menyeringai padanya. “Iya, itu sama sekali bukan kupu-kupu. Itu adalah cicak persis seperti yang kau bilang tadi!”
“Kau lihat ini!” Rion menunjukkan gambar Cherry pada Andrew, membuat pria itu membelalakkan kedua matanya sebelum menodongkan pistolnya ke arah Eris.
“Kau berani mencoret-coret laporan untuk Bos seperti ini?” tanya Andrew marah. Kelihatannya sama salah pahamnya dengan Eris tentang apa yang membuat Rion jadi seserius ini.
“Ini gambar apa?”
“Eh?”
Dan persis seperti yang Eris rasakan tadi, Andrew jadi bingung saat Rion dengan nada penasaran malah menanyakan perihal coretan di laporan tersebut.
“Kau lihat baik-baik. Ini gambar apa?” desak Rion.
“Itu...” Andrew mendekatkan wajahnya pada gambar tersebut. “Kupu-kupu, kan?”
“Nah!” Nah, Eris jadi mendapatkan keberaniannya lagi saat ia punya Andrew yang satu suara dengannya—padahal satu suara atau tidak Andrew hanya akan selalu menodongkan pistol padanya. “Apa kubilang! Itu kupu-kupu. Matamu itu, lho!”
“Mulutmu itu, lho!” Nah, lihat bagaimana Andrew yang tidak terima dengan kekurangajaran Eris pada bos kesayangannya itu sudah kembali menodongkan pistolnya pada pria itu.
Brak!
Eris urung menyahuti ucapan Andrew saat ia melihat Rion membanting laporannya ke atas meja. “Gadis ini... Bukankah dia harus bertanggung jawab atas apa yang sudah diperbuatnya?”
“Tanggung...” Eris membelalakkan kedua matanya saat melihat Rion kembali merenggut laporan di atas meja dengan kasar kemudian dengan langkah-langkah lebar meninggalkan ruangan tersebut.
“Kau ingin Cherry tanggung jawab dan memperbaiki laporan keuangan itu?” tanya Eris sambil dengan susah payah mencoba mensejajari langkah-langkah lebar dari kedua kaki panjang Rion.
“Hei, jangan bercanda! Gadis itu bahkan tidak bisa menggambar kupu-kupu dengan benar bagaimana mungkin kau suruh mengerjakan laporan keuangan? Biar aku saja yang melakukannya, uh? Rion! Bos! Tuan Muda! Oi!”
Sementara itu, Andrew yang hanya berdiri melihat bagaimana Eris bersusah payah membujuk Rion untuk tidak pergi ke paviliun belakang itu menggaruk kepalanya dengan mulut pistolnya. Pria itu lalu menyeringai saat bergumam, “Bos pasti senang sekali karena akhirnya punya alasan untuk pergi menemui gadis itu.”
**To Be Continue**