Bab 12 Kekepoan Liza

1064 Kata
Suatu ketika, mata Liza tanpa sengaja menangkap Indra pulang bersama Astri. Ia hanya mengamati dari kejauhan dengan posisi mematung di samping pintu mobil yang akan mengantarkan dirinya pulang. Suara klakson motor berkali-kali berhasil membuyarkan lamunan Liza. Kupingnya terganggu. "Ihhh .... " Gadis itu menoleh ke belakang, biangkerok tepat berhadapan dengannya. "Vino, kamu mau gendang telingaku pecah!" "Gitu amat sih, Bu Bos. Masak orang secantik dan sepintar kamu mau disambet dedemit. Lihat apa sih sampai segitunya?" Vino tampak santai menanggapi perkataan Liza. Liza terdiam. Ia membuka pintu mobil dengan ekspresi dingin. "Gak diantar? Nyetir mobil sendiri?" Kalimat yang diucapkan Vino membuat Liza mengurungkan niat untuk memasuki mobil. Gadis itu tersenyum. "Aku bisa nyetir sendiri." "Kamu kalah sama Astri sih?" Vino memanas-manasi. "Andai saja ini kompetisi pasti ada yang menang ataupun kalah. Permisi, Mas Vino!" Dengan cekatan Liza memasuki mobil dan mengemudikan perlahan-lahan. Konsentrasi Liza terpecah, pikirannya melayang tidak jelas. "Astaga, kenapa aku mikirin Indra? Tidak ... tidak ... tidak .... " Liza mencoba konsentrasi dalam mengendarai mobil. Ia tidak mau pikiran tanpa kejelas memenuhi otaknya. *** Indra merasa direpotkan oleh Astri yang merengek seperti anak kecil. Gadis itu meminta Indra untuk menemani resepsi pernikahan temannya dengan dalih gak punya teman. Perjalanan menuju gedung resepsi membuat Indra tidak nyaman. Ketidaknyamanan membuat Indra mengeluarkan kalimat. "Aku antar terus setelah itu aku pulang ya!" "Tega benar ya kamu!" Astri menepuk kasar pundak Indra yang tengah fokus mengendarai motor. "Kamu jangan aneh-aneh dech! Untung aku gak jantungan, kalau jantungan bisa-bisa mati konyol kita berdua," tandas Indra. "Aku gak nyangka aja. Ada cowok yang setega kamu. Ini malam, Ndra. Kamu tega ninggalin aku sendirian. Terus pulang pakai apa?" "Kalau kamu gak merengek. Mana mungkin mau nganterin kamu." "Oke. Kamu memang gak ikhlas. Bisa pelan dikit." Indra mengabulkan permintaan Astri, tetapi hal yang tidak disangka terjadi. Gadis itu langsung melonjak turun dari boncengan motor, tanpa izin si pengemudi. Keseimbangan Indra tidak karuan, untuk dirinya bisa mengendalikan diri, sehingga jatuh tidak terjadi. Ia menghentikan motornya, mengatur detak jantung yang tidak beraturan. Tubuh Astri mematung di pinggir jalan sembari memainkan handphone. Langkah tegap Indra mendekati gadis itu. Lototan mata ditampilkan laki-laki itu. "Untung kita selamat ya?" Astri melirik ke arah Indra dengan wajah cemberut tanpa suara. Ekspresi gadis itu membuat Indra semakin kesal. "Kamu hanya diam aja! Nyawamu masih selamat. Kamu mikir pakai otak apa dengkul sih?" "Semua salahmu, Mas." Astri terkesan menyalahkan. "Bagus! Jadi kamu menyalahkan saya?" kata Indra sambil menganggukkan kepala. "Andai pas kamu melompat dan belakangmu ada kendaraan, jadinya apa? Terus aku hilang keseimbangan terus jatuh? Apa akibatnya?" imbuhnya. "Mati bareng. Biar dikira setia." Indra menggeleng. "Kamu habis kesambet apa sih?" Dengan spontan Astri menyebrang jalan tanpa memperhatikan lalu lalang kendaraan. Indra yang tengah menangkap motor dengan kecepatan kencang langsung menyeret Astri untuk minggir. "Kamu benar-benar membahayakan ya? Ini bukan waktu yang tepat untuk bunuh diri. Ngerti!" ucap Indra. Astri tidak merespon apapun. Ia terlihat nyaman dalam kebisuan. Padahal hati Indra sangat was-was. Tidak mau hal tidak diinginkan terjadi membuat Indra memutuskan menuruti gadis itu. "Oke. Sekarang aku mau menemani kamu." "Kamu gak akan mengecewakan aku lagi kan?" tanya Astri dengan lirih. "Gak," jawab Indra singkat. Kini dua insan manusia kembali berada dalam motor yang sama untuk menuju tempat resepsi teman Astri. Waktu begitu cepat berlalu, hingga mengantarkan sampai tempat tujuan. Tempat resepsi pernikahan membuat mereka berdua selayaknya sepasang kekasih. Mereka duduk dalam satu meja seolah melupakan kejadian yang telah terlewat saat perjalanan. Obrolan singkat saling terlontar sampai urusan pekerjaan dibawa. "Bagaimana dengan pimpinan baru perusahaan?" tanya Astri. "Masih seperti dulu," jawab Indra sesuai hati nuraninya. "Kan udah gak dipegang Pak Cipta sepenuhnya." "Masih dalam pengawasannya." Anggukan kepala ditunjukkan Astri pertanda paham dengan omongan temannya. "Kamu gak tertarik dengan cewek cekatan kayak Liza?" Astri menyodorkan pertanyaan yang keluar dari topik pekerjaan. Indra merasa pertanyaan dari Astri tidak penting membuat ia ogah menjawab. Berpura-pura tidak mendengar dengan asyik menikmati jamuan dilakukannya. "Mas Indra?" Astri memanggil Indra dengan suara halus. "Mau pulang sekarang?" Indra sengaja melontarkan kalimat ini agar terbebas dari Astri. Jari telunjuk Astri tertuju pada panggung pengantin dan beralih ke arah penyanyi, pertanda gadis itu masih ingin berada dalam gedung dengan suasana romantis. Bahasa isyarat yang ditunjukan membawa arti acara belum selesai. *** Liza langsung memasuki rumah. Tubuh direbahkannya di atas kursi sofa. Pikirannya kembali melayang memikirkan dua peristiwa. Ya saat di perusahaan dan di jalan. Tetapi, ia tidak terlalu yakin saat melintasi dua orang berduaan di pinggir jalan. "Secara logis nemu nalar. Tadi Indra pulang bareng Astri dan aku ketemu mereka di jalan. Tapi, mereka ngapain?" Liza bicara dengan dirinya sendiri. Kekepoan Liza semakin melonjak membuat dirinya mencari cara untuk mengetahui fakta yang terjadi. Trik yang dirasa tepat didapatkannya. Sengaja menelpon Indra dilakukan Liza. Selang 2 detik telepon diangkat oleh Indra. Indra: Hallo! Ada apa, Liz? Suara dangdut beriringan merdu membuat kuping Liza tidak bisa mendengar omongan Indra. Liza: Suaranya kenceng banget aku gak dengar. Liza langsung mematikan tombol telepon. Pikiran macam-macam mulai timbul dalam pikiran. Tetapi, ia tidak mau menyimpulkan berdasarkan pemikirannya saja. Mengirim pesan singkat menjadi andalannya. Anda Aku chat aja ya? Cuman kedenger suara dangdutannya doang. Kamu di mana tah? Indra Maaf. Aku lagi diluar. Ada apa ya, Liz? Anda Maaf kalau ganggu! Emang acara apa? Kalau penting nanti tak telepon lagi. Selesaikan acaramu dulu. Indra Enggak kok. Santai aja. Ini cuman nemani teman kondangan. Anda Okelah kalau gitu. Besokkan aku ada kuliah pagi. Tolong pimpin meeting ya? Nanti aku kirim file meetingnya. Indra Siap, Bu Bos. Siasat Liza berhasil, walaupun meeting tidak perlu disampaikan secara langsung lewat manusia. Kirim digrup karyawan sudah beres, gak ada masalah. Tetapi trik memang trik. Liza tidak mungkin menanyakan kepergiaan Indra dengan siapapun. Dugaannya hanya satu, siapa lagi kalau bukan dengan Astri. Kekepoan Liza belum berujung, hingga membuatnya menelpon Vino, sahabat Indra. Vino: Malam. Ada apa, Bu Bos? Liza: Kamu di mana, Vin? Vino: Rumah. Gak punya pacar, jadi gak kelayapan. Liza: Gak sama Indra. Aku kira pergi sama Indra. Vino: Emang Indra pergi ke mana? Liza: Acara katanya. Vino: Acara apa nge-date? Mbak Liza kan lihat tadi. Ehh, manggil Mbak gak papa ya? Ini kan diluar jam kerja. Liza: No problem. Cuman mau ngingetin, besok ada rapat ya? Vino: Baik. Ehh, tumben Bu Bos care. Ada apa sih? Apa ngepoin Indra lewat aku? Liza: Selamat istirahat, Pak Vino. Liza langsung menekan tombol off. Ia sadar, jadi kepo sama aktivitas Indra, tetapi tidak tahu sama sekali sebabnya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN