Bab 13 Ketidakfokusan Astri

1041 Kata
Kepatuhan membuat Indra mengikuti perintah pimpinannya. Rapat pada pagi sesuai yang dipinta Liza digelar. Peraturan baru perusahaan disampaikan laki-laki yang memiliki posisi sebagai asisten. Meeting yang terjadi setengah jam tepantau oleh CCTV perusahaan. Semua dirasa beres membuat Indra membubarkan meeting pagi ini. Ia bergegas menuju ruang kerjanya untuk kembali bergelut dengan segudang kerjaan. "Pak Indra ... " Langkah kaki Indra terhentikan saat Astri mendadak muncul di depannya. Dengan sigap Indra menjawab, "Iya. Ada apa?" "Makasih. Sudah menemani saya diacara tadi malam." "Cuman itu?" Indra memastikan. Astri mengangguk diiringi senyuman. Kecuekan Indra keluar, ia melewati tubuh gadis berjilbab motif bunga-bunga tanpa permisi. Seolah tidak ada manusia, ibarat bertemu dengan mobil hanya berhenti saat kendaraan itu lewat. Ya, ketika mobil tidak lagi mengeluarkan suara dan diperkirakan aman walau masih terlihat, manusia mengambil langkah untuk kembali melanjutkan perjalanan. Ruang kerja mulai di huni Indra setelah semalam ditinggalkannya. Memulai pekerjaan sebagai rasa tanggung jawab terhadap kontrak yang telah ditandatangani. Deringan telepon kantor membuat Indra menghentikan pekerjaannya yang telah berjalan dua jam. Indra: Hallo! Ini dengan siapa? Ada yang bisa saya bantu? Liza: Hallo juga, Pak. Tentu saja. Indra sadar dengan suara yang baru didengar, walaupun menggunakan bahasa formal. Indra: Ya Allah. Ada apa, Bu Liza? Liza: Kamu memang orang yang dapat dipercaya. Saya sudah pantau kamu pas meeting tadi. Good job. Indra: Sudah menjadi kewajiban saya mematuhi perintah atasan. Liza: Terima kasih. Selamat bekerja kembali, Pak Indra. Indra belum kunjung menjawab suara terakhir Liza, tetapi panggilan sudah terputus. *** Jam istirahat para karyawan bertebaran di kantin perusahaan. Disitulah tempat para manusia menikmati hidangan plus gudang gosip, entah perempuan ataupun laki-laki semuanya punya hobi sama. Astri sengaja satu meja dengan Vino. Gadis itu berharap Indra akan bergabung dengan mereka. Sepuluh menit telah berlalu, makanan sudah ludes, tetapi Indra tidak juga datang. "Emang Indra ke mana?" tanya Astri pada Vino. "Katanya lagi puasa," jawab Vino tanpa mengubah akuan Indra. Astri mengangguk. Rasa kangen ingin bertemu harus tertunda, walaupun pagi tadi sudah bertatapan langsung. "Menurutmu rapat tadi gimana sih?" Astri mengajukan pertanyaan pada Vino. Vino terperanjat. Posisi duduk Astri saat rapat berada paling depan, tetapi bertanya seolah-olah tidak tahu apa-apa. "Loh kamu di depan tah!" "Iya, tapi aku gak fokus sama rapatnya." "Astaghfirullah. Sampeyan sudah terhipnotis?" "Bisa jadi. Siapa lagi yang membuatku betah di sini? Kalau bukan dia." Astri tersenyum sembari memandang cerahnya langit yang terlihat gamblang dari kantin. Dari kalimat yang diucapkan Astri kesimpulan ditarik Vino. Ya, gadis itu benar-benar tertarik dengan Indra. "Siap-siap kalah saing!" Vino mengambil posisi berdiri. "Maksud kamu apa?" Astri mengikuti posisi yang dilakukan Vino. "Lihat aja nanti!" kata Vino sambil melangkahkan kaki untuk meninggalkan kantin. Langkahan kilat Vino disusul Astri. Gadis itu berdiri tepat di depan Vino membuat laki-laki itu menghentikan langkah dengan dadakan. Vino tampak kesal dengan sikap Astri. Ia menilai perbuatan itu terlalu berlebihan. Apalagi dilingkup tempat kerja. Ia tidak mau orang lain berburuk sangka. "Apa lagi? Mau bahas Indra lagi!" "Lupakan laki-laki itu. Sekarang fokus sama pertanyaanku. Kamu harus jawab dengan jujur?" pinta Astri. "Oke, Oke. Sekarang apa pertanyaanmu?" Vino menanggapi Astri penuh kesabaran. "Bagaimana kesimpulan rapat tadi?" Astri mulai fokus sama pertanyaannya. Ia tidak ingin meleber kemana-mana. "Semua konsep yang diterapkan sama dengan sebelumnya," jelas Vino dengan singkat. "Terus buat apa pakai rapat segala?" Astri melototkan matanya. "Belum selesai ngomong. Mau dilanjutin gak?" goda Vino. Astri menampakkan muka cemberut. Ia sangat kesal merasa dikerjain teman dekat Indra. Astri menilai sikap mereka tidak beda jauh, padahal hanya disatukan dalam pekerjaan yang sama. Terdiamnya Astri membuat Vino mengeluarkan kata-katanya. "Kalau gak mau dilanjutin aku cabut!" "Ya udah lanjutin! Ngomong jangan setengah-setengah. Suka ngambangin orang!" Kekesalan pada wajah Astri terlihat dengan jelas. Hati terdalam Vino merasa kesal karena temannya tidak fokus dalam rapat, hingga ia harus menjelaskan. "Ada gebrakan sedikit yang diciptakan Bu Liza," jelas Vino tanpa terperinci. "Gebrakan apa?" Astri ingin menelesik lebih dalam tentang gebrakan yang ada. "Tanya sendiri sama orang yang membuatmu tidak fokus." Vino meninggalkan Astri dengan kilat, membuat gadis itu tidak menemukan jejak kakinya. *** Jam kantor telah habis. Indra bergegas membereskan pekerjaan untuk ditinggalkannya. Saat dirinya hendak melangkah, tiba-tiba ketukan pintu terdengar dengan jelas. Niat pulang pun diurungkan demi tamu yang datang. "Masuk aja!" Indra kembali terduduk. Mata Indra tertuju pada pintu yang terbuka. Senyuman manis Astri terpancar kala gadis itu memasuki ruang kerja Indra. "Silakan duduk!" ujar Indra sambil memainkan tangannya sebagai bahasa penguat. Astri masih terdiam. Permintaan Indra diturutinya. Kecurigaan Indra mulai muncul kala Astri tak kunjung angkat bicara. "Ini sudah jam pulang kenapa baru datang?" tanya Indra dengan tegas. "Saya sudah datang dari pagi di kantor ini, Pak," jawab Astri logis. "Siapa yang nanya? Maksudku datang ke ruangan saya, bukan datang kerja," kata Indra dengan ketus. Emosi ingin diungkapkan Astri, tetapi ia menahan untuk tidak keluar. Andai bukan niatan atas landasan ingin bertemu ia sudah minggat tanpa pamit, tapi ia bertahan demi mempertahankan perjuangan untuk merebut hati Indra. "Ini sudah waktunya pulang, Bu Astri. Anda mau apa di sini?" tanya Indra dengan geram. "Maaf, jika kedatangan saya menganggu Bapak. Saya juga minta maaf sebesar-besarnya atas kesalahan saya tadi pagi." Nada lembut dikeluarkan Astri demi bisa menghabiskan waktu bersama Indra. Indra hanya tertawa kecil. "Ya seperti itulah kamu. Mendadak datang tanpa diundang, padahal jailangkung aja diundang." Ingin rasanya meledakkan emosi di depan Indra ketika disamakan dengan jailangkung. Tetapi, ia sadar di tempat kerja tidak pantas melampiaskan kemarahan seperti diluar. Dengan kesabaran Astri berkata, "Bukan itu, Pak." "Lha terus?" tanya Indra dengan penasaran. "Pas rapat saya hilang konsentrasi." Astri berkata dengan jujur. Ia siap andai Indra memarahi dirinya. "Otakmu kamu taruh di mana? Oke, apa yang tidak kamu mengerti dari rapat tadi?" Indra yang hendak marah berhasil meredakan emosi. "Saya bertanya supaya tidak salah melangkah, Pak. Bukan atas landasan apa-apa." Astri terpaksa membohongi Indra, tidak mungkin juga ia berkata jujur. "Oke. To the point saja." "Apakah ada hal yang berbeda pada perusahaan ini?" "Tentu saja ada. Kalau kamu telat lebih dari lima belas menit gak digaji pada hari itu juga dan dilarang kerja berlaku pada hari tersebut. Paham!" jelas Indra dengan harapan dimengerti bawahannya. Astri mengangguk pertanda paham. "Oke, Pak." "Kalau sudah paham. Kamu bis keluar dari ruangan saya!" perintah Indra. Astri menjawab dengan anggukan. Gadis itu menginggalkan Indra tanpa sepatah kata apapun. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN