Go Home

1031 Kata
“Aku pamit pulang dulu ya, maaf kalau ada salah kata dan kekurangan dalam hal memberi jawaban,” ucap Ayu sebelum ia keluar dari pintu kafe. “Iya Mbak Ayu, kami sangat berterima kasih banyak sudah meluangkan waktunya untuk bertermu bersama kami bertiga,” balas Andin dengan senyuman. “Ayu, aku juga berterima kasih ya, semoga apa yang kita perbincangkan hari ini membawa kabar baik untuk semua orang, khususnya kamu dan karyawan kafe Irama Nada yang lainnya,” balas Naira juga. “Iya, Mbak Naira, Andin, semoga ada hal baik yang terjadi setelah pertemuan kita di malam ini. Ngomong-ngomong aku boleh keluar kafe, gak?” tanya Ayu. “Oh iya boleh boleh Yu, kalau boleh tau kamu naik apa untuk pulang ke kontrakanmu?” jawab Beni sebelum Ayu betulan keluar kafe. Ayu mengeluarkan ponsel dari tas yang ia bawa, dan memperlihatkan layar ponselnya ke arah Beni, “aku pakai ojek online saja, ini mau pesan dahulu,” kata Ayu. “Eh jangan, jangan, sebaiknya kamu gak usah pakai ojek online, ini sudah malam sekali, Yu,” kata Beni tidak menyetujui. Ayu pun tergelitik. “Hahahaha, kalau aku tidak pulang menggunakan ojek online, bagaimana bisa aku pulang ke kontrakan untuk istirahat?” Ayu melempar pertanyaan. “Tenang, kebetulan aku ke sini membawa mobil kok, aku, kamu, Naira, dan Andin bisa pulang bareng,” jelas Beni. “Aha! Itu ide yang keren Kak Ben!” Andin berkata saking senangnya. “Ayo ayo, kita pulang berempat saja sekarang, gak usah lama-lama lagi karena hari sudah semakin gelap, guys!” ajak Naira untuk segera pulang. “Oke deh, kalian bertiga langsung ke luar saja dulu lewat pintu kafe dan tunggu aku di parkiran mobil ya. Aku mau bayar pesanan kita semua dulu ya,” pinta Beni. “Uh, Kak Beni kayaknya lagi banyak uang ya akhir-akhir ini, buktinya sering banget ngajak kita keluar dan traktir kita, hahaha,” celetuk Andin sambil melirik ke arah Beni. “Iya, nih, tapi gak apa-apa sih, supaya uang yang ada di dalam dompetku ini tidak cepat habis,” ucap Naira yang mengipas-kipas dompet yang ada di tangannya. “Dasar ya kalian berdua nih, udah gak usah banyak komen yang penting kalian gak keluar duit, kan?!” seru Beni. “Ya udah, cepat ke parkiran aja sana, kafenya sudah mau ditutup loh,” seru Beni sekali lagi. Dengan demikian, Andin, Naira, dan Ayu pun berjalan menuju pintu keluar dan tepat berhenti di parkiran mobil. “Terima kasih ya untuk kalian yang sudah mau mendengarkan keluh kesahku, hehe,” ucap Ayu sembari menunggu Beni. “Iya, Ayu, sudah selayaknya sesama manusia harus saling bantu dan memberi semangat ketika temannya ada masalah, kan?” balas Naira yang langsung merangkul Ayu. “Mbak Ayu, kalau Mbak Ayu sedang ada masalah atau ingin curhat masalah apapun, silahkan hubungi aku atau Mbak Naira saja, ya kan Mbak Naira?” ujar Andin dan Naira pun mengangguk. Ayu tersenyum pada malam itu mendengar dua teman barunya sungguh memberi ruang nyaman bagi dirinya. Bagi Ayu, ini kali pertamanya ia berani untuk menceritakan apa pun yang ia rasakan selama bekerja menjadi bawahan Riki di kafe Irama Nada sejak tiga tahun terakhir. Tidak lama beberapa menit kemudian, Beni keluar dari kafe dan langsung menghampiri Naira, Ayu, dan Andin yang sudah lebih dulu berada di sekitar tempat parkir mobil. “Ayu, Andin, dan Naira, ayo kita masuk ke mobil,” sahut Beni yang membuat tiga rekan perempuan itu menuruti kata-kata Beni. Jdek… jdek.. Jdek.. Andin, Ayu, Naira, dan Beni sudah sama-sama masuk ke dalam mobil milik Beni. Naira duduk di depan tepat di samping Beni, sementara itu Ayu dan Andin duduk di kursi paling belakang. Untuk pertama kalinya mengantar pulang, Beni mengantar pulang Naira karena rumahnya yang lumayan dekat dengan Jalan Rahayu. “Nai, kalau aku antar kamu pulang duluan, gimana?” tanya Beni ke Naira. “Emangnya kenapa? Kamu takut ya dimarahin sama Ibu aku? Ahahaha, cemen banget sih!” jawab Naira sembari mengejek Beni. “Ya gak gitu lah, aku berani kok sama Ibumu. Kebetulan kan rumahmu yang paling dekat dengan Jalan Rahayu,” terang Beni. Naira mengangguk, “oh gitu ya, jadi bukan soal Ibuku lagi ya?” Naira melirik ke Beni. “Tidak, tidak, udah ya Nai, pokoknya aku antar ke rumahmu dulu, gak usah banyak tanya,” ucap Beni santai. “Ya terserah kamu, lah,” pungkas Naira. Perdebatan kecil antara Beni dan Naira pun berakhir, dan ternyata perdebatan yang dilakukan Naira dan Beni barusan menimbulkan tanda tanya bagi Ayu. “Din, din,” bisik Ayu ke Andin yang duduk di sebelahnya. “Iya, ada apa, Mbak Ayu?” balas Andin yang juga berbisik ke Ayu. “Kamu tau kah ada masa lalu apa antara Beni dan Naira?” tanya Ayu. Andin menggelengkan kepalanya, “sepertinya aku tidak tau, Mbak, emangnya ada yang salah ya atau ada hal yang janggal ya menurut Mbak Ayu?” Andin pun merasa heran dengan Ayu. “Kalau aku dengar pembahasan antara Naira dan Beni tadi ya, kayaknya Beni itu pernah bawa pulang Naira larut malam deh,” Ayu berasumsi sambil berbisik. “Ah Mbak Ayu jangan nuduh sembarangan gitu, Kak Beni itu orang baik loh masa iya bawa pulang Mbak Naira sampai larut malam?” Andin tidak percaya. “Ya aku juga gak tau ya, tapi aku baca dari percakapan mereka tadi ya begitu. Ya semoga saja pikiranku salah, hehe,” jelas Ayu. “Iya Mbak, berpikir positif saja lah,” pinta Andin. “Din, nanya lagi deh, Riki sama Beni itu punya hubungan apa ya? Soalnya nih ya jarang-jarang Riki mau ngajak temennya meeting di kafe kalau tidak darurat atau penting banget,” Ayu kepo lagi. “Hmmm dari apa yang aku tau sih, Kak Beni dan Riki itu adalah sahabat sejak SMA. Dan, pada saat itu Kak Beni dan media ini ingin membuat projek digital marketing bersama Riki mengenai kafe Irama Nada itu,” Andin menjelaskan sambil berbisik. “Serius? Jadi istilahnya kalian mau mempromosikan kafe Irama Nada?” kali ini pertanyaan Ayu menekan. “Iya, Mbak, kalau kata Kak Beni sih itu adalah salah satu cara untuk membesarkan dan mengembangkan media baru yang kami buat ini,” terang Andin. “Oh begitu, tapi tumben ya teman SMA-nya Riki itu laki-laki, biasanya tuh ya Riki sering kepergok jalan sama perempuan lain,” Ayu semakin menggosip. Namun, Andin yang bukan tipe orang yang langsung percaya itu tetap menyimpan pertanyaan di dalam kepalanya soal Naira dan Beni. “Wah aku makin gak paham Mbak kalau soal begitu karena aku belum lihat langsung apakah itu benar atau tidak,” balas Andin bijak. Ayu pun mangut-mangut saja mendengar balasan dari Andin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN