Hot News

1273 Kata
Andin mengetikkan kata demi kata di Microsoft word yang ada di laptop kesayangannya. Kesepuluh jari tangannya tampak lihai menari di atas keyboard menyesuaikan ide yang menjalar di otaknya. Bunyi hentakkan jari Andin di atas keyboard dan dentingan jarum jam dinding di kamarnya semakin beradu. Apa yang ingin Andin tulis, sudah rapi terketik dan siap untuk dinikmati banyak orang. “Kalau tulisannya kayak gini, netijen pada mau baca gak ya?” ucap Andin, menerka sambil menopang dagunya dengan satu tangan. Andin membaca ulang tulisan yang barusan ia kerjakan. Kata yang tertampung sebanyak seribu itu, kembali dilihat satu per satu untuk diperbaiki mana yang salah. Andin yang juga termasuk orang perfeksionis, selalu membaca dan memperbaiki ulang tulisannya sebelum dibagikan dan dibaca ke orang lain. “Kayaknya sudah beres deh, maksud yang aku inginkan sudah tersampaikan,” Andin meng-klik ikon save dan menyimpannya dalam folder, “Rahasia Merdeka.” (10/09) Anggi Hanifah, terdakwa pembuangan bayi di belakang sekolah SMA Melati Jaya telah menjalani proses pengadilan dengan baik. Anggi dijatuhi hukuman percobaan selama satu tahun di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) untuk menjalani pengobatan mental. Yuyun Pratama, dokter dari RSJ Seraya mengatakan kalau Anggi mengidap penyakit mental pseudobulbar affect. Pihak rumah sakit pun tetap mendalami penyakit mental yang diderita Anggi. Berdasarkan kronologi kejadian, Anggi mengalami p*********n yang menyebabkan ia hamil… (dst). Cling…. bunyi pertanda tulisan Andin berhasil dimuat di media sosialnya. Andin mengepalkan jemari tangannya, mengarah ke atas dan berseru, “semoga kabar baik!” sesekali memijat lembut kepalanya dengan lembut. Andin merebahkan badannya di atas kasur dan terlentang menikmati keberhasilan yang baru saja ia raih, “akhirnya terungkap juga.” Andin menerka kembali saat-saat penemuan bayi itu, Andin yang awalnya lupa mengerjakan tugas Biologi, membawanya masuk ke dalam kasus ini. Tanpa disangka, Andin pun mendapat respon baik dari Bu Della untuk membantu memecahkan kasus ini. Andin mendekap guling yang ada di samping kirinya, “Dik, aku berhasil menemukan Ibumu, apa kamu baik-baik saja di surga-Nya?” Andin memeluk guling lebih erat lagi, “Aku akan terus mendoakanmu, Dik.” Ujarnya dan Andin mulai hanyut dalam kekantukan. Bu Ranti yang masih saja sibuk dengan ponselnya di ruang tamu, melihat update-an terbaru dari anak perempuannya itu. Bu Ranti cepat-cepat meng-klik dan membaca isi berita yang ditulis Andin. “Wah, ternyata sudah dibagikan, baca dulu ah biar tau informasi,” ucap Bu Ranti. Bu Ranti membaca berita yang ditulis Andin dalam tiap kalimatnya. Walaupun ia terganggu dengan banyaknya komen yang masuk dan membuat ponselnya berdering, “ribut amat ah, jadi gak konsen kan bacanya!” Bu Ranti sedikit menaikkan nadanya. “Hmm, mampus kamu ya!” Bu Ranti memblokir satu per satu akun yang dirasa menganggu waktu membacanya. “Ma, ada apaan sih, ribut banget! Aku kebangun kan,” Andin keluar dari kamarnya dan mengucek kedua matanya. “Ini loh, netijen ganggu amat. Komentarnya gak jelas, ganggu konsentrasi Mama baca aja,” balas Bu Ranti. “Mama lagi baca tulisanku?” Andin reflek melek dan matanya melebar. Bu Ranti mengangguk. “Ya sudah, selamat membaca, aku lanjut tidur ya, Ma!” Andin berbalik badan dan hendak kembali ke kamar. “Eh ini sudah mau senja, gak boleh tidur!” Bu Ranti menghentikan langkah Andin. Andin menaikkan sudut ujung bibirnya, “Aishhhh. Capek, Ma,” Andin duduk di samping Bu Ranti dan memejamkan matanya. Melihat tingkah Andin, Bu Ranti menggelengkan kepala dan memukul pelan paha Andin. “Bangun Nak, gak boleh tidur udah mau senja gini. PA-MA-LI!” “Emang kenapa Ma? Kan itu cuma mitos,” jawab Andin. “Ah terserah kamu!” Bu Ranti malas membalas omongan Andin, Bu Ranti tetap fokus membaca tulisan Andin. Takut Bu Ranti ngambek lagi, Andin langsung melek dan merapatkan duduk di samping Bu Ranti. Lima menit kemudian, banyak orang-orang yang turut membagikan tulisan Andin ke berbagai macam platform. Berita yang Andin tulis, menuai pro kontra dari kalangan netizen dilihat dari komentar yang dituliskan. “Orang berpenyakit mental ternyata bisa juga buat anak, hihihi!” komentar salah satu netizen. “Biadap itu pelaku pemerkosanya! Semoga tidak ada lagi korban seperti ini, terima kasih yang sudah membuat tulisan!” komentar netizen. “Kayak gitu kok gak melawan sih?” komentar netizen pula. Andin melirik layar ponsel Bu Ranti. Andin senyum-senyum melihat Bu Ranti membaca seluruh tulisannya. “Hmm, biasanya kalau tau aku nulis begini, dimarahin. Eh sekarang….” Batin Andin. “Ma, ma, komentarnya kok banyak banget!”  Andin meraih ponsel Bu Ranti, penasaran apa yang dikatakan para netizen. “Ih, kok aku kesal ya! Masih ada netizen yang tidak berpihak pada korban!” gumam Andin. “Iya nih, gak ada rasa kemanusiaan sama sekali!” balas Bu Ranti. Menilik komentar netizen yang dirasa menyebalkan, Andin ingin membalas dan memberi pencerahan pada pengomentar, “harus dikasih edukasi nih, gemes liatnya!” “Udah, gak usah dibalas, Nak. Dari pada panjang urusannya,” nasihat Bu Ranti. “Gak mau! Kalau gak ditegur, semakin banyak orang yang mengolok-olok korban, Ma!” “Jangan Nak, sudah. Biarkan dulu orang lain beropini dalam tulisanmu. Mama gak mau kamu terlibat kasus lebih jauh lagi,” mohon Bu Ranti sambil memegang kedua pipi Andin. Andin yang menatap mata Bu Ranti yang berkaca-kaca, berusaha meredam amarahnya dan memilih tidak membalas komentar yang barusan dibacanya. “Hufffft,” dengus Andin. Andin mengelus dadanya, berharap emosinya bisa hilang begitu saja, “tapi Ma, kasihan loh korbannya. Aku yang ngikutin dari awal, tau gimana kronologinya. Kok seenaknya netizen komentar kayak gitu.” Ungkap Andin, masih mengelus dadanya. Bu Ranti tersenyum dan memeluk erat Andin. “Sudah cukup yang kamu lakukan Nak, sekarang ayo kita makan ayam goreng kesukaanmu, biar gak marah lagi,” tawar Bu Ranti. Andin yang suka sekali dengan ayam goreng, spontan beranjak dari sofa dan mengikuti Bu Ranti menuju dapur untuk memasak ayam goreng kesukaannya. Di sela-sela memasak, Andin pun membuka obrolan. “Mama Ranti cantik, Andin boleh minta sesuatu gak?” Tanya Andin dengan wajah berbinar. “Boleh, apa itu?” balik Bu Ranti. “Kembalikan ponselku dong,” Andin melebarkan senyumnya sambil menengadahkan tangan kanannya. Bu Ranti menggelengkan kepala, dan mengeluarkan ponsel Andin dari saku bajunya. “Nih! Gak boleh macam-macam, ya!” pesan Bu Ranti. Andin menyengir dan cepat-cepat memasukkan ponselnya ke sakunya. *** Keesokannya, Andin tetap bersekolah seperti biasanya. Andin tetap ke sekolah mengendarai motor dan parkir di belakang kantin. Seperti biasa juga, Fahri selalu datang bersamaan dan parkir di sebelah Andin. Muak dengan tingkah laku Fahri, Andin menatap kecut Fahri dan cepat-cepat pergi meninggalkannya, “dari pada pagi-pagi ribut, bikin habis tenaga!” batin Andin. Sesampainya di kelas, Andin duduk di kursi paling depan dan membuka media sosialnya lewat ponsel. Sambil menunggu guru datang, Andin menghabiskan waktunya membaca seluruh komentar dan pesan yang masuk di media sosialnya. Memang benar, pro kontra telah mendarat di dalam tulisan Andin. “Sumpah! Kesel banget sama orang-orang yang suka menyalahkan korban begini!” gereget Andin, tapi ia mencoba sabar dan mengingat nasihat dari Bu Ranti. Asyik membaca komentar dan pesan, Fahri yang sengaja duduk di belakang Andin pun berkata, “Tulisan kamu tentang pembuangan bayi viral tuh, tapi tulisannya kok mengandung unsur negatif ya.” Andin menoleh, ia sudah melihat Fahri di belakangnya sambil memainkan ponsel juga. “Ngomong apa sih, unsur negatif bagaimana? Baik-baik saja perasaanku,” balas Andin. “Itu tuh, prilaku pembuangan bayi kan unsur negatif, udah gitu bawa-bawa nama sekolah lagi!” “Aku hanya menulis kenyataannya ya! Kalau itu fakta dan penting, kenapa tidak?” “Ya tapi aku keberatan sih nama sekolahku ditulis,” “Ya itu urusanmu! Lagian seluruh guru sudah tau dan paham apa yang aku tulis kok. Bahkan Pak Ishaq sekalipun!” bentak Andin. “Oh jadi kamu yang dibicarain murid sok kritis di kalangan guru,” Fahri nyinyir. “Gak peduli! Diam kamu!” bentar Andin lagi. “Kamu hanya mau panjat sosial ya nulis beginian di media sosialmu? Hahaha,” olok Fahri. Andin mendaratkan tangan kanannya di pipi kiri Fahri. Rasanya sudah kesal sekali mendengar perkataan Fahri itu, “rasain! Kalau ngomong dijaga baik-baik ya!” Keributan murid di dalam kelas seketika hening melihat tamparan Andin pada Fahri. Tuk… tuk… tuk… suara sepatu perempuan mendekat ke arah kelas. Dari kejauhan, tampak jelas ciri-ciri Bu Della yang akan memasuki kelas. Semua murid tetap diam, menunggu Bu Della masuk dan memberi pelajaran untuk hari ini.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN