Sesuai dengan kesepakatan, Bryan mengajak Karina berlibur di sebuah villa yang ada di Pulau Jeju. Memang ke villa seperti yang Karina mau, tapi bukan villa ini. Namun, tidak ada pilihan lain bagi Karina, karena Bryan telah membakar villa itu. Ya, Karina telah mendapatkan konfirmasi kalau villa itu memang sengaja dibakar dan yang melakukannya pastilah orang suruhan Bryan.
Saat ini, Bryan dan Karina sedang berada di restoran di dekat villa untuk makan bersama. Karina tahu bagaimana harus menempatkan dirinya untuk menarik perhatian Bryan jauh lebih dalam, tapi di saat bersamaan membuat dirinya terlihat sulit ditaklukkan.
Ketika seorang pelayan pria mengantarkan makanan, ekspresi wajah Karina seketika berubah saat melihat wajah pria itu, sebab ia mengenalinya bahkan saat memakai rambut palsu dan kaca mata. Pria itu adalah salah satu anak buah Jason dan jika dia ada di sini, maka berarti Jason juga ada di sini.
Karina tidak ingin tunduk pada siapa pun, tspi Jason adalah putra dari seseorang yang telah mengubah hidupnya, jadi ia harus lebih menghargai pria itu. "Aku akan ke toilet sebentar." Karena itulah Karina langsung memberikan alasan pada Bryan agar bisa pergi.
Jeff sudah ingin mengikuti Karina, tapi Bryan memberikan tanda agar dia berhenti. "Hanya ke toilet, jadi tidak perlu mengekorinya. Aku juga akan tahu ke mana pun Karina pergi," ucap Bryan.
Saat Karina berjalan seolah menuju ke toilet, pelayan itu lewat di sebelah Karina sembari mengatakan sesuatu. "Silahkan ikuti saya."
Karina diarahkan ke sebuah ruangan yang sebenarnya hanya staff restoran saja yang boleh masuk. Karina sempat memperhatikan sekitarnya, setelah di rasa aman barulah ia masuk. Sedangkan pria yang menyamar menjadi pelayan pergi ke ruangan lain.
Di dalam ruangan itu, Jason tampak sedang duduk sembari menghisap rokok, kemudian langsung berdiri saat melihat kehadiran Karina. Bagi Jason, Karina adalah kekasihnya dan ia tidak peduli Karina setuju atau tidak dengan hal itu.
"Kenapa kau di sini? Kau tidak mengabariku kalau kau akan datang," ucap Karina yang saat ini berdiri di hadapan Jason.
Jason melempar rokoknya ke lantai dan ia injak sampai apinya mati. Pria ini maju selangkah lagi agar bisa semaki dekat dengan Karina, lalu berkata, "Kau yang kenapa di sini? Bukankah ini bukan villa yang menjadi tujuanmu? Lalu, kenapa kau mau datang ke sini bersamanya? Bahkan kalian akan satu kamar lagi. Apa kau ingin bersenang-senang sekarang? Aku membiarkanmu bersama pria itu karena kau bilang, kau ingin balas dendam, tapi apa ini?"
Sifat cemburu tidak beralasan Jason baru saja kambuh. Karina sangat muak dengan semua ini. Karina tidak pernah ingin menjadi kekasih Jason, pria yang memperlakukannya tidak lebih dari sekadar boneka, tapi lagi-lagi tidak ada pilihan lain karena Jason adalah anak dari sosok penting di balik hidupnya yang sekarang ini, atau kata lainnya adalah balas budi.
"Aku tahu apa yang aku lakukan. Kau harus memahami hal itu. Lagi pula, kenapa aku harus bersenang-senang dengan orang yang telah membunuh Rose?"
Jason mengangkat salah satu sudut bibirnya. Tangannya yang mengepal, kini memukul meja dengan keras, kemudian dengan kasar meraih leher Karina dan memaksanya membungkuk hingga wajahnya menempel di meja itu.
"Kenapa kau bersenang-senang dengannya hanya dirimu saja yang tahu. Jika kau sampai jatuh hati padanya, maka kau tahu akibatnya!" ancam Jason.
Karina terlihat begitu marah atas perlakuan Jason padanya, tapi ia tidak melakukan apapun. Rasa hormat pada sosok bernama Dante telah menahan semua kekuatan Karina untuk melawan Jason.
"Aku harus membuat Bryan semakin terikat denganku, agar aku bisa melakukan misiku. Ini adalah masalahku dan aku memiliki caraku sendiri untuk menyelesaikannya." Karina masih mencoba menjelaskan semuanya pada Jason, meski ia tidak pernah ingin melakukannya.
Jason menyingkirkan tangannya dari leher Karina, bahkan kini membantu Karina berdiri dengan benar. Benar, ada misi pemting di sini, tapi sungguh terlalu sulit bagi Jason untuk melihat Karina bersama pria lain.
"Jika menginginkan kemenangan, maka kau harus berkorban." Jason pun kembali mengingat ucapan ayahnya.
"Maafkan aku. Aku terlalu mencintaimu sampai dikuasai oleh cemburu." Jason bicara sembari merapikan rambut Karina yang terlihat agak berantakan karena ulahnya tadi.
"Sial! Aku lebih menyukai gaya rambutmu sebelumnya, tapi Bryan malah melakukan ini padamu," ucap Jason lagi sembari membelai rambut Karina.
Selain Bryan, Jason adalah orang yang begitu ingin Karina musnahkan dari dunia ini. Pria gila itu telah berulang kali mengacaukan hidupnya, tapi itu tidak mungkin dilakukan. Luka yang sebelumnya ia tunjukkan pada Bryan bukanlah ulah Eddie, tapi perbuatan Jason. Jika seumur hidup harus terikat dengan pria seperti Jason, Karina lebih baik mati saja. Cinta? Persetan dengan cinta dari Jason. Karina tidak membutuhkan hal itu.
"Aku harus kembali ..." kalimat Karina terhenti karena Jason yang tiba-tiba menciumnya dengam penuh napsu.
Sadar bahwa dirinya tidak bisa pergi terlalu lama karena bisa membuat Bryan curiga, maka Karina berusaha menjelaskan itu pada Jason. Namun, pria itu tidak memberikan kesempatan padanya untuk bicara.
Jason mengangkat tubuh Karina dan ia dudukan di atas meja tanpa melepaskam ciuman itu. Tidak hanya bibir Karina, bibir Jason kini beralih pada leher Karina, sedangkan salah satu tangannya mulai meraba tubuh wanita cantik itu. Aroma Karina sangat berbeda sekarang, tapi itu tidak membuat Jason kehilangan gairahnya terhadap Karina.
Karina langsung mendorong Jason menjauh darinya dan ia bergegas turun dari meja. "Aku bilang, aku harus segera kembali atau Bryan akan curiga padaku." Karina bicara dengan nada bicara yang terdengar cukup marah.
Jason tidak mengatakan apa-apa lagi atau menahan Karina, sebab yang dia kataksn memang benar. Jika semuanya kacau karena napsunya, maka Jason harus bersiap menerima kemarahan ayahnya dan itu bukanlah sesuatu yang mudah untuk ditangani.
Saat kembali ke hadapan Bryan, Karina membuat ekspresi wajah seolah semuanya baik-baik saja. Namun, Karina melihat Rain ada di sana bersama Bryan. Karina sudah menduga kalau Rain juga tertarik pada Rose dan juga dirinya, karena itulah dia ada di sini sekarang.
"Sejak kapan kau di sini?" tanya Karina pada Rain sembari duduk di tempatnya yang tadi.
"Belum lama. Aku di sini untuk bertemu dengan teman, lalu melihat Kakakku juga ada di sini dan tentu saja kau juga bersamanya." Rain tersenyum pada Karina.
Bryan tidak memperhatikan Rain dan Karina yang saling melempar senyuman, sebab perhatiannya tertuju pada hal lain. Bryan memperhatikan bekas merah di leher Karina yang berusaha ditutupi dengan rambut, tapi tetap terlihat sedikit. Warna kemerahan itu tidak ada sebelumnya dan kenapa terlihat seperti bekas ciuman?
"Kenapa kau terus menatapku?" tanya Karina yang menyadari kalau Bryan terus menatapnya.
Rain juga mengikuti arah pandangan Bryan dan itu tidak tertuju pada wajah Karina, tapi pada lehernya. Bisa Rain tebak pasti ada sesuatu yang menarik di leher Karina. "Pasti ada sesuatu di lehermu." Dan pada akhirnya, Rain yang menjawab pertanyaan Karina.
"Apa?" Karina refleks menyentuh lehernya, lebih tepatnya titik di mana Jason menciumnya tadi. Apa itu yang Bryan perhatikan? Padahal tandanya tidak terlihat jelas, tapi Bryan begitu teliti karena sifat posesifnya.
"Kau sudah selesai di sini? Jika ya, maka pergilah. Kau di sini bukan untuk basa-basi denganku, kan?" Bryan terang-terangan mengusir Rain.
Rain tersenyum, lalu berkata, "Sebenarnya, aku di sini karena teringat masa lalu. Kata villa meninggalkan kenangan buruk dalam ingatanku. Namun, hal yang sama tidak akan terulang lagi, kan?"
"Pergi!" Bryan menekankan kalimatnya, yang membuat Rain langsung pergi dari meja itu.
"Apa yang dia bicarakan?" Karina bertanya seolah tidak tahu apa-apa.
"Entahlah. Aku juga tidak peduli." Bryan merespon dengan dingin. Kehadiran Rain telah merusak suasana hatinya sekarang, belum lagi tentang tanda merah di leher Karina.
"Apa yang terjadi pada lehermu?" kini, giliran Bryan yang mengajukan pertanyaan pada Karina.
"Apa maksudmu?"
"Tanda kemerahan itu. Apa kau bertemu pria lain di sini? Kau melanggar kesepakatan kita?"
"Aku memiliki kulit sensitif, jadi mudah kemerahan. Kau sangat menyebalkan dengan sikap posesifmu itu. Jika kau terus seperti ini, maka kita berhenti saja. Aku sangat tidak tahan dengan sifat cemburu buta."
Bryan menghela napas dan mencoba untuk mengalah saat ini. "Baiklah, kita makan saja."
"Jason, sialan!" Karina mengumpat dalam hati. Bryan terlalu posesif atas sesuatu yang dianggap miliknya, nyaris sama seperti Jason dan itu sangat menyebalkan.
***
Begitu kembali ke villa, Karina dibuat terkejut oleh keadaan bathup yang sudah dihias dengan bunga seakan ada pasangan yang sedang berbulan madu. Lalu, Karina teringat satu hal, Bryan adalah pemuja cinta yang handal, jadi dia sangat tahu bagaimana cara menyenangkan seorang wanita. Tidak hanya pemuja cinta, tapi Bryan juga pembunuh cinta itu sendiri.
Karina mendapatkan pelukan hangat dari belakang saat ia menatap pemandangan bathup itu. Karina muak dengan laki-laki seperti Bryan dan ketika melihat orang mendapatkan kejutan seperti ini, Karina selalu menganggap hal itu menyebalkan. Namun, setelah dirasakan secara langsung ini tidaklah buruk apalagi jika bukan Bryan yang memberikannya.
Bryan selalu suka menghirup aroma tubuh Karina, terutama setelah dia memakai parfum yang mengingatkannya pada aroma tubuh Rose. Namun, Bryan tidak akan bisa sepenuhnya tenang sebelum tahu siapa Karina sebenarnya dan apakah dia memiliki maksud tertentu di balik kedatangannya.
"Eugghh ..." desahan kecil keluar dari mulut Karina saat bibir Bryan bermain di lehernya, seolah ingin menutupi bekas ciuman Jason dengan bekas ciuman miliknya.
"Ayo berendam bersama," ajak Bryan setelah berhasil membuat tanda kepemilikannya di leher Karina.
Karina menuruti ajakan Bryan. Karina melepaskan bathrobe yang ia gunakan, lalu masuk ke dalam bathup yang penuh busa. Awalnya, Karina ingin duduk di sebelah Bryan, tapi Bryan mengangkat tubuh Karina dan membuatnya duduk tepat di antara kaki Bryan yang terbuka lebar. Karina bisa merasakan sesuatu yang mengeras di bawah sana.
Bryan mengambil dua gelas sampanye dan ia berikan satu pada Karina. Dentingan gelas terdengar sebelum akhirnya Bryan dan Karina menikmati minuman itu. Bryan ingin selalu waspada terhadap Karina, tapi wanita itu selalu memabukannya setiap saat.
"Kau memiliki kulit yang sangat indah," puji Bryan.
"Apa kau baru menyadarinya? Orang tua memang kadang seperti itu." Karina sedikit menggoda Bryan.
"Aku tidak tua. Sekali lagi kau sebut aku tua, maka aku akan menghukummu."
"Daddyku sangat menakutkan, tapi aku juga bisa membalasnya karena kau berani menghukumku." Karina menatap Bryan dengan seulas senyuman nakalnya.
Bryan tertawa, lalu berkata, "Benarkah? Terdengar meragukan."
Karina meletakan gelas sampanye miliknya, begitu juga dengan milik Bryan. Karina mengubah posisi duduknya dari membelakangi Bryan menjadi duduk menghadap ke arahnya dan tepat di atas pangkuannya. "Apa kau mau bermain game?" ucap Karina setelahnya.
"Game apa yang kau maksud?"
"Game untuk membuatmu memohon padaku. Jika kau memohon, maka kau akan kalah."
"Aku memang pernah memohon padamu, tapi itu tidak akan pernah terjadi lagi."
"Aku pandai membuat pria memohon padaku." Karina tersenyum pada Bryan, lalu mulai menggerakkan pinggangnya di atas pangkuan Bryan, menggesek kebanggaan Bryan yang ada di bawah sana.
"Sial! Apa yang kau lakukan?" Bryan memejamkan matanya, tidak menduga kalau Karina akan seliar ini sekarang.