"Jangan khawatir. Bryan tidak mungkin membunuh putramu begitu saja jika melihat hubungan bisnis kalian selama ini. Dia mungkin hanya akan sedikit dihajar." Jason, pria berusia 26 tahun itu bicara pada seorang pria paruh baya yang duduk di depannya.
"Tapi jika Eddie sampai membuka mulut, maka aku sendiri yang akan membunuhnya," tambah Jason, lalu ia meneguk vodka miliknya.
"Eddie akan tetap diam, selama kami mendapatkan apa yang pantas kami dapatkan."
"Tentu saja. Aku menguasai daerah itu, jadi bisnismu aman di sana." Nada bicara Jason terdengar begitu menyakinkan.
Seperti itulah isi percakapan Jason dan Alan sebelumnya, setelah kesepakatan dibuat di antara mereka demi keuntungan satu sama lain. Jason adalah orang yang sangat berpengaruh, begitu juga dengan keluarganya, sama halnya dengan Bryan, jadi akan menjadi keuntungan besar bagi Alan ketika berhasil bekerja sama dengan mereka, walau ini sangatlah berisiko.
Saat ini, Alan telah berada di hadapan Bryan untuk meminta maaf padanya, tentu saja setelah Eddie akhirnya terlibat masalah dengan Bryan. Walau Jason mengatakan kalau Bryan tidak akan membunuh Eddie, tapi Alan perlu memastikannya sendiri, apalagi setelah Elan lenyap begitu saja setelah berhadapan dengan Bryan.
Bryan melindungi Karina dengan sepenuh hatinya, sampai dia perlahan akan kehilangan ketajaman taringnya. Sekarang, Alan mengerti kalau saat mencintai seseorang memang lebih baik sewajarnya, tidak perlu berlebihan atau kau akan kehilangan akal sehatmu.
"Aku sudah mendengar kalau kau dan putraku terlibat dslam perkelahian. Aku harap, ini tidak mempengaruhi kerja sama kita dan tolong maafkan perbuatannya. Eddie masih terlalu muda dan bodoh, jadi tidak mengenali siapa dirimu," ucap Alan dengan akting yang begitu meyakinkan. Eddie tahu betul apa yang dia lakukan dan tahu siapa yang dia hadapi.
Bryan menghela napas setelah mendengar ucapan Alan. Bryan tentu ingin melenyapkan Eddie dengan tangannya sendiri, tapi ayahnya tidak akan tinggal diam jika terjadi ketegangan di antara hubungan bisnis karena masalah pribadi, apalagi sampai detik ini masih belum jelas siapa Karina yang sebenarnya.
"Aku tidak akan membawa masalah pribadi ini ke dalam urusan bisnis, tapi jika hal seperti ini terulang lagi, maka tidak akan ada pengampunan. Aku akan menganggapnya sebagai pengkhiatan di antara hubungan baik ini dan satu-satunya hukuman yang pantas untuk kesalahan itu adalah dibunuh." Bryan memperingatkan Alan.
"Hal seperti itu tidak akan terjadi lagi."
***
Di saat Bryan sedang bertemu dengan Alan, Karina terlihat sibuk dengan urusannya sendiri. Karina saat ini ada di kamar Bryan dan terlihat seperti menggeledah tempat itu saat mendapatkan kesempatan. Karina berusaha tidak melewatkan sesuatu untuk mengetahui apa saja yang Bryan simpan atau bahkan sembunyikan di sini. Namun, tidak ada sesuatu yang menarik di sini, selain sebuah foto yang Karina ditemukan di dalam salah satu laci.
Karina menatap lekat foto itu, foto Bryan bersama seorang wanita yang begitu mirip dengannya, dan ia tahu wanita itu adalah Rose. Karina seperti melihat dirinya sendiri saat menatap wajah Rose, apalagi di foto itu pakaian dan gaya rambut Rose mirip dengannya. Karina mendapat pakaian itu dari Bryan, maka sudah jelas apa tujuan pria itu.
Tapi, jika Bryan memang membenci Rose, lalu untuk apa menyiksa diri dengan membuatnya tampak begitu sama dengan Rose?
"Rose meninggal. Dia dibunuh oleh Bryan." Kalimat itu kembali terlintas di benak Karina. Kalimat yang membuatnya sedih dan marah di saat yang bersamaan. Setelah begitu banyak hal yang terjadi sampai membuat hidupnya berubah, Karina sangat berharap bisa bertemu dengan Rose setelah tahu kalau ia memiliki seorang keluarga yang tersisa. Namun, Bryan telah menghancurkan segalanya.
"Aku yakin, Bryan yang membakar villa itu karena aku mengajaknya ke sana. Tapi kenapa dia melakukannya? Apa dia ketakutan pergi ke tempat di mana dia membunuhmu? Tapi, kenapa dia membuatku begitu sama denganmu? Parfum yang dia berikan padaku, aku yakin itu mengingatkan dia padamu. Mulutnya berkata membencimu dan dia membunuhmu, lalu kenapa sekarang tindakannya seolah dia ingin menghidupkanmu lagi?" Karina bicara sembari menyentuh foto Rose. Senyuman Rose terlihat begitu manis di foto itu.
"Tidak peduli bagaimana sikap Bryan saat ini, itu tidak akan menggoyahkan keinginanku untuk membunuhnya. Dia harus membayar perbuatannya." Ya, inilah tujuan Karina yang sebenarnya.
Karina bukanlah gadis lemah atau penggila uang yang akan memberikan tubuhnya pada pria mana pun yang siap memberinya uang. Karina bukanlah tipe orang yang akan membiarkan orang lain mengontrol hidupnya, seperti yang Bryan lakukan padanya. Karina hanya akan menunjukkan kalau semua usaha Bryan seolah-olah telah berhasil.
Bryan menyelidiki latar belakangnya, mengawasinya lewat orang suruhannya, bahkan sampai memberikan gelang dengan sebuah alat pelacak. Karina tahu segalanya, jadi tentu ia harus bersikap seolah menjadi orang yang paling menderita. Namun, tentang ibunya yang tewas di depan matanya bukanlah sebuah sandiwara. Peristiwa itu sungguh terjadi dalam hidup Karina, tapi tentu bukan Elan pelakunya. Namun, sayangnya, nyawa Elan harus berakhir di tangan Bryan. Karina tidak khawatir pria itu akan mengatakan sesuatu meski disiksa sekali pun, sebab ia memegang kartua asnya.
Hidup ini memang tidak adil untuk Karina karena orang lain bisa hidup dengan keluarga yang lengkap, bisa pergi berlibur bersama, dan memiliki orang-orang yang akan menguatkan mereka saat masa sulit datang. Sedangkan ia tidak memiliki siapa pun.
Di sisi lain, Bryan terlihat sudah ada di rumah, sebab tidak ingin lama-lama melihat wajah Alan. Bryan bertanya pada pelayan apakah Karina sudah tidur, lalu ia mengetahui kalau Karina tidak tidur, tapi tadi terlihat masuk ke kamarnya.
"Ke kamarku?" Bryan bertanya untuk memastikan dan jawaban pelayan itu adalah ya.
Bryan langsung pergi ke kamarnya setelah mendengar jawaban pelayan itu. Bryan memang membebaskan Karina untuk masuk ke kamarnya, tapi untuk apa Karina ke sana saat ia tidak ada di rumah?
Pintu berwarna coklat itu terbuka, Bryan melihat Karina yang sedang berbaring di ranjangnya. Sebelumnya, Bryan sudah menyarankan pada Karina untuk tidur bersama di kamar ini, tapi dia menginginkan kamar lain dengan alasan kalau hubungan ini hanya sementara, jadi tidak perlu bergerak sejauh itu.
"Akhirnya, kau pulang juga," ucap Karina saat melihat kedatangan Bryan.
"Apa yang kau lakukan di sini saat aku tidak di rumah?"
Karina mengubah posisinya menjadi duduk, lalu berkata, "Tadi, aku bermimpi buruk tentang Ibuku. Aku takut sekali dan tidak tahu harus bercerita pada siapa karena selain kau, aku tidak mengenal orang di rumah ini dengan cukup baik, tapi kau belum pulang." Karina bersyukur karena Bryan tidak melihat apa yang sebenarnya ia lakukan di sini.
"Kalau begitu, kau mau tidur di sini bersamaku?"
"Ya, aku rasa begitu. Kita juga perlu bicara tentang permintaanku. Aku juga masih penasaran kenapa villa itu tiba-tiba kebakaran?"
Bryan tentu bersemangat ketika Karina memutuskan untuk semalaman bersamanya. Bryan langsung melepas sepatunya sembari membalas ucapan Karina. "Sudah aku bilang, itu adalah kecelakaan. Siapa yang tahu akan terjadi kebakaran?" Bryan pun naik ke atas ranjang setelah melepas sepatunya.
"Tidakkah itu terlihat itu seperti kebakaran yang disengaja?" Karina menoleh ke arah Bryan.
Bryab tersenyum, lalu berkata, "Kau sepertinya sangat kesal karena tidak bisa pergi ke sana, karena itulah kau memiliki pikiran yang begitu liar. Sekarang, kita tidur saja. Besok, kita bisa mencari tempat liburan baru." Bryan menarik Karina untuk berbaring di sebelahnya.
Sejujurnya, Karina ingin langsung membunuh Bryan, tapi ini bukanlah waktu yang tepat, jadi ia harus bersikap seolah baik-baik saja ketika berhubungan dengan Bryan. Namun, Karina benar-benar tidak mengerti dengan apa yang ada di benak Bryan. Apa pria itu sungguh membenci Rose sampai sanggup untuk membunuhnya? Lalu, apa maksud dari semua sikapnya ini?
Setelah menarik selimut, Bryan membawa Karina ke dalam pelukannya, lalu memberikan kecupan hangat di kening wanita cantik itu. Ini terasa seperti mimpi bagi Bryan, ketika Rose yang selama beberapa tahun terakhir hanya hidup dalam ingatannya, kini berada dalam dekapannya. Bryan sungguh tidak ingin semua ini berakhir atau pergi darinya.
"Selamat malam." Suara Bryan terdengar begitu manis saat bicara dengan Karina.
"Kita sungguh akan pergi berlibur, kan?"
"Ya, kau cerewet sekali. Kau akan tidur atau kita bermain?" balas Bryan yang membuat Karina langsung menutup matanya. Bryan hanya tersenyum melihatnya, kemudian ikut memejamkan matanya.
***
"Ayah, aku memiliki kekhawatiran. Bryan adalah pemain cinta yang handal. Bagaimana jika Karina jatuh ke dalam perangkapnya?" Jason bicara pada ayahnya yang saat ini sedang minum bersamanya.
"Ayah rasa, Karina bukan tipe wanita seperti itu. Ayah juga membesarkannya selayaknya anak anjing yang akan selalu patuh pada majikannya." Pria dengan rambut yang mulai memutih itu bicara dengan cukup percaya diri. Sejauh ini, belum ada yang bisa menangani dan mengendalikan Karina sebaik dirinya.
"Jake juga cerdik. Bagaimana jika dia menyadari semua rencana kita?"
"Kita selesaikan sebelum Jake menyadarinya. Kenapa kau penuh dengan kekhawatiran? Apa kau takut kehilangan Karina?" pria bernama Dante itu terdengar sedikit menggoda putranya.
Jason tampak tersenyum. "Ya, aku takut kehilangan kekasihku. Saat itu, aku begitu takut seolah aku yang kehilangannya," ucap Jason, lalu ia kembali meminum minumannya. Sedangkan ayahnya tampak tersenyum tipis.