Kejaran Tanpa Henti

1081 Kata
Langit malam berwarna abu-abu kehitaman, diselimuti awan pekat yang memeluk kegelapan. Abizar berdiri di bawah gerimis kecil, matanya terpaku pada pintu rumah Elsa yang kokoh. Udara dingin menggigit kulitnya, tapi itu bukan apa-apa dibandingkan dengan rasa yang bergejolak dalam dadanya. Ia telah menunggu cukup lama sejak surat itu diserahkan. Hari ini, ia memutuskan untuk bertemu Elsa—tidak peduli seberapa dingin sambutannya. Setelah beberapa ketukan di pintu, Elsa muncul. Wajahnya sedikit lelah, tapi tetap memancarkan kecantikan yang membuat hati Abizar bergetar. Elsa menatapnya dengan tatapan kosong, seolah berusaha menahan perasaan yang bercampur aduk. "Abizar," suaranya terdengar datar. "Kenapa kau di sini?" "Aku perlu bicara denganmu," jawab Abizar tanpa ragu. Ia tak ingin menyembunyikan niatnya. Elsa menghela napas panjang. "Aku sudah membaca suratmu. Tapi, itu tidak mengubah apa pun." Perkataan itu seperti tusukan dingin di hati Abizar. Namun, ia tak menyerah. "Elsa, aku tahu aku telah banyak menyakitimu. Tapi aku serius ingin memperbaiki semuanya. Aku mencintaimu." Elsa menatapnya dengan mata berkaca-kaca, tapi ia cepat mengalihkan pandangannya. "Abizar, perasaan itu terlambat. Kau tahu seberapa besar aku pernah berharap padamu? Kau tahu bagaimana aku berusaha mendekatimu? Tapi kau hanya dingin, seolah aku tak ada artinya." "Elsa," suara Abizar hampir berbisik, "aku sadar akan kesalahanku. Aku salah telah menutupi perasaanku. Tapi aku bersumpah, aku tak akan pernah mengulanginya. Aku ingin kau tahu bahwa aku akan melakukan apa pun demi mendapatkan kesempatan kedua." Elsa terdiam, hatinya berperang antara keinginan untuk memaafkan dan ketakutan akan terluka lagi. "Cinta saja tidak cukup, Abizar," ucapnya akhirnya, suaranya bergetar. "Ada perbedaan besar antara kita. Kau tahu itu. Keluargaku, keluargamu, status kita—semuanya menjadi penghalang." Abizar maju selangkah, mendekati Elsa. "Aku tidak peduli tentang itu. Aku hanya peduli tentangmu." Elsa memalingkan wajahnya, menahan air mata. "Tapi aku peduli, Abizar. Aku sudah cukup lelah menghadapi semua ini. Tolong, berhenti mengejarku." --- Malam itu, setelah meninggalkan rumah Elsa, pikiran Abizar kacau balau. Ia kembali ke apartemennya, mencoba memahami bagaimana cara menyentuh hati Elsa yang kini terasa jauh. Ketika ia hendak menuangkan segelas air, teleponnya berdering. Nama Saito, salah satu pengawal Ebizawa yang sangat setia, muncul di layar. "Abizar," suara Saito terdengar dingin. "Ada pergerakan dari keluarga Natasya. Orang-orang mereka sedang bergerak. Kurasa ini ada hubungannya denganmu." Abizar mengerutkan kening. "Apa maksudmu?" "Elsa mungkin dalam bahaya," jawab Saito singkat. "Kami mendengar desas-desus bahwa mereka ingin memberikan peringatan padamu melalui Elsa." Detik itu juga, Abizar merasakan darahnya mendidih. Ia tidak bisa membiarkan sesuatu terjadi pada Elsa. "Di mana dia sekarang?" tanyanya tajam. Saito terdiam sejenak sebelum menjawab, "Aku punya seseorang yang mengawasinya. Dia aman untuk saat ini. Tapi kau harus bertindak cepat sebelum semuanya lepas kendali." Tanpa pikir panjang, Abizar mengambil kunci mobilnya. "Aku akan menemui Elsa. Pastikan kau menjaga jarak, tapi awasi semuanya." --- Di sisi lain kota, Elsa berjalan pulang dari supermarket. Hujan telah reda, tapi udara masih dingin. Ia merasa ada yang aneh. Beberapa pria berpakaian hitam telah mengikutinya sejak ia keluar dari supermarket. Elsa mencoba tetap tenang, tapi langkahnya semakin cepat. "Elsa," suara salah satu pria itu terdengar. Elsa berhenti sejenak, menoleh dengan hati-hati. "Kami hanya ingin bicara." "Bicara tentang apa?" Elsa berusaha menyembunyikan rasa takutnya. Sebelum pria itu sempat menjawab, sebuah mobil hitam melaju kencang dan berhenti tepat di depan mereka. Abizar keluar dengan tatapan tajam yang penuh amarah. "Jangan pernah mendekatinya lagi," suaranya terdengar seperti ancaman yang mematikan. Pria-pria itu saling pandang sebelum salah satu dari mereka mendekati Abizar. "Kau tahu ini hanya peringatan, Abizar. Jangan membuatnya lebih rumit." "Aku tidak peduli siapa kalian," jawab Abizar dengan dingin. "Pergi sebelum aku kehilangan kesabaran." Namun, pria-pria itu tampaknya tidak terintimidasi. Mereka melangkah maju, dan salah satu dari mereka mencoba menarik Elsa. Abizar bergerak cepat, memukul pria itu dengan keras hingga jatuh ke tanah. Pertarungan pun tak terelakkan. Abizar, dengan latar belakangnya sebagai bagian dari keluarga Ebizawa, tidak kesulitan menghadapi mereka. Gerakannya cepat, pukulannya keras dan terarah. Dalam hitungan menit, pria-pria itu terkapar, meringis kesakitan. Saat semua telah selesai, Elsa berdiri terpaku, matanya penuh ketakutan. "Abizar… apa yang baru saja terjadi?" Abizar menatapnya dengan tatapan lembut yang bertolak belakang dengan kekerasan yang baru saja ia tunjukkan. "Mereka mencoba menyakitimu. Aku tidak bisa membiarkan itu terjadi." "Siapa mereka? Kenapa mereka mengejarku?" Elsa mulai panik. "Aku akan menjelaskan semuanya nanti," jawab Abizar. "Sekarang, kau harus ikut denganku. Aku tidak bisa meninggalkanmu sendirian." --- Di apartemen Abizar, Elsa duduk di sofa dengan gelisah. Abizar menuangkan teh hangat untuknya sebelum duduk di seberang meja. Ia tahu ini adalah waktu yang tepat untuk berbicara jujur, tapi ia juga tahu bahwa hal ini akan membuat Elsa semakin sulit percaya padanya. "Elsa," Abizar memulai, suaranya pelan. "Mereka adalah orang-orang suruhan keluarga Natasya. Mereka tidak suka dengan keputusan yang aku ambil, terutama karena aku meninggalkan pernikahan yang seharusnya menguntungkan mereka." Elsa terdiam, mencoba mencerna informasi itu. "Jadi… semua ini karena aku?" "Tidak," jawab Abizar tegas. "Ini karena aku mencintaimu. Aku tidak peduli apa yang mereka inginkan. Aku hanya peduli padamu." "Tapi, Abizar," Elsa menatapnya dengan mata yang penuh emosi. "Apa kau sadar apa yang kau hadapi? Kau bisa kehilangan segalanya." "Aku sudah siap," jawab Abizar dengan mantap. "Jika itu adalah harga yang harus aku bayar untuk bersamamu, aku akan menerimanya." Elsa menggeleng, air mata mulai mengalir di pipinya. "Aku tidak ingin menjadi alasan kau kehilangan segalanya. Aku tidak ingin menjadi beban dalam hidupmu." "Kau bukan beban," jawab Abizar, suaranya melembut. "Kau adalah alasan aku hidup. Kau membuatku merasa lebih dari sekadar alat bagi keluarga Ebizawa." Namun, sebelum Elsa sempat menjawab, suara ketukan keras terdengar dari pintu. Abizar berdiri dengan cepat, memberikan isyarat pada Elsa untuk tetap diam. Ia berjalan perlahan menuju pintu, membuka sedikit untuk melihat siapa yang datang. Di luar, Saito berdiri dengan ekspresi serius. "Kita punya masalah," katanya tanpa basa-basi. "Mereka tidak akan berhenti sampai kau menyerahkan Elsa atau kembali ke rencana awal." Abizar mengerutkan kening. "Aku tidak akan menyerah. Kau tahu itu." "Kalau begitu, bersiaplah," jawab Saito. "Malam ini belum berakhir." Saat Saito pergi, Abizar kembali ke ruang tamu. Elsa menatapnya dengan penuh tanya, tapi ia tidak berkata apa-apa. Ia tahu ada badai yang mendekat, dan Abizar sedang mencoba melindunginya. Namun, di balik semua itu, Elsa merasa dirinya semakin terjerat dalam konflik yang tak pernah ia bayangkan. Hatinya mulai luluh, tapi pikirannya terus mengingatkan tentang perbedaan besar yang memisahkan mereka. "Abizar," Elsa memanggilnya dengan suara lembut. "Kita tidak bisa terus seperti ini." Abizar menatapnya dengan tatapan penuh tekad. "Aku tidak akan menyerah, Elsa. Apa pun risikonya." Elsa menggeleng, menatapnya dengan mata yang basah oleh air mata. "Kita terlalu berbeda, Abizar. Dunia kita tidak seharusnya bersatu."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN