SERANGAN KUCING HITAM

1079 Kata
Begitu pintu terbuka, kucing dengan warna hitam kelam dan dan mata berwarna kuning, langsung saja menerjang Arini yang dengan refleks langsung melindungi wajahnya dengan tangan. Arini menghalau kucing tersebut. Melihat Arini yang diserang oleh kucing tersebut, Jumi langsung bangun dari duduknya dan mengambil sapu yang ada di samping pintu. Diusirnya kucing yang menyerang Arini menggunakan sapu dan setelah kucing tersebut berhasil ke luar, Jumi langsung saja menutup pintu kamar mereka dan menguncinya. Nafas Arini dan Jumi terdengar menderu kencang, Arini memegang dadanya yang terasa sakit, Ia lalu beranjak untuk duduk di atas tempat tidurnya. Jumi melihat ke arah Arini dan Ia melihat tangan Arini yang terluka dan berdarah, "Tanganmu terluka, tunggu akan kuobati, akan kuambil kotak P3K di kamar mandi. Saat Jumi akan membuka pintu kamar mereka, Arini memperingatkannya, "Apakah kamu tidak takut?, mungkin saja kucing yang menyerangku masih ada di depan pintu kamar kita." Peringat Arini. Jumi langsung mengurungkan niatnya untuk membuka pintu kamar mereka, Ia kemudian teringat kalau Ia belum mengembalikan betadine ke kotak obat. Jumi lalu berjalan ke arah meja belajarnya dan membuka lacinya untuk mengeluarkan betadine dan kapas yang tersimpan di situ. Jumi kemudian berjalan ke arah Arini dan membersihkan luka di tangannya. Arini yang merasa perih, karena terkena cakaran kuku kucing merintih kesakitan. Bekas cakaran kucing itu memanjang dan dalam juga mengeluarkan darah. Arini tiba-tiba saja merasa badannya meriang, Ia pun merebahkan badannya di atas tempat tidur. Jumi melihat ke arah Arini dengan perasaan takut, "Rin, Kamu tidak akan berubah menjadi zombie seperti di film-film, 'kan?" Arini menatap Jumi dengan kesal, "Kamu jangan terlalu mendramatisir keadaan. Aku hanya syok dan badanku sedikit demam, setelah kena cakaran kucing tadi. Semoga saja, kucing itu bebas dari penyakit rabies." Kata Arini. "Amiiin!" Sahut Jumi dan mendekati Arini dengan membawa betadine dan kapas. Ia lalu membantu mengobati luka Arini yang memanjang dan dalam, "Untung kamu tadi berhasil menangkis serangan kucing itu dengan menggunakan tangan untuk melindungi wajahmu." "Iya, aku bersyukur berhasil menangkisnya, jika tidak, wajahku akan terlihat mengerikan dengan luka yang panjang dan dalam," Jumi meraba kening Arini yang terasa panas, sepertinya Ia benaran terkena demam. Diselimutinya tubuh Arini dengan selimut berwarna biru, dengan motif bunga-bunga. Jumi beranjak dari samping Arini dan duduk di atas tempat tidurnya. Jumi melayangkan tatapannya ke arah Arini yang terbaring dengan waspada, Ia takut Arini akan berubah menjadi monster, setelah terkena cakaran kucing tadi. Jumi menahan kantuknya, Ia tidak nau jatuh tertidur dan membiarkan Arini berubah. Jumi, akhirnya kalah juga menahan rasa kantuknya. Ia jatuh tertidur dalam keadaan duduk dengan kepala bersandarkan dinding tembok kamarnya. Sementara itu di luar kamar mereka tidak terdengar lagi suara meongan kucing dan juga suara orang tertawa, sambil menangis. Pagi harinya, Arini lah yang duluan terbangun, Ia duduk di atas tempat tidurnya dan mengamati sekitarnya. Dicobanya untuk mendengarkan dengan seksama, apakah masih ada suara-suara aneh di luar kamar mereka, begitu tidak terdengar lagi, Ia pun langsung saja beranjak dari duduknya dan berjalan menuju pintu kamarnya. Badan nya yang tadi malam masih demam, kini sudah terasa lebih baik dan nyaman. Arini membuka pintu kamar nya dan Ia mengamati pintu kamar bagian luar yang terdapat bekas cakaran kucing yang memanjang. Arini mengedarkan pandangannya ke sekeliling lorong menuju dapur dan kamar mandi. Namun, Ia tidak melihat lagi adanya kucing dengan warna hitam kelam dan mata berwarna kuning menyala. Arini kemudian berjalan menuju kamar mandi, sebelum masuk, kembali Ia mengamati terlebih dahulu kondisi kamar mandi, dan ternyata tidak ada yang aneh dengan kamar mandi. Arini langsung masuk dan membasuh dirinya di bawah guyuran air shower dengan suhu hangat untuk menghilangkan demam di tubuh nya. Selesai mandi, Arini mengambil bathrobe miliknya yang tersampir di gantungan dan langsung memakainya. Arini kemudian menuju ke dapur dan membuat secangkir s**u coklat panas dan juga membuat roti bakar, hari ini Ia dan Jumi ada jadwal kuliah pagi di kampus nya. Tengah Arini menikmati memakan rotinya, Jumi datang menghampirinya dan Ia langsung membuat s**u coklat panas untuk dirinya sendiri, Ia juga membuat roti bakar dan duduk di samping Arini. Jumi mengamati Arini dengan lekat, “Syukurlah kamu tidak berubah menjadi monster, tadi malam aku takut, kalau kamu akan berubah menjadi seperti itu, tetapi syukurlah ternyata kamu tidak seperti itu.” Arini menghentikan kegiatan menyeruput s**u coklat panas nya dan ditatapnya dengan wajah cemberut Jumi, “Kalau Aku menjadi monster tadi malam, orang yang pertama kali kuserang itu adalah kamu.” Sahutnya dengan wajah kesal. Jumi tertawa mendengar kekesalan Arini, “Ayo, kita harus cepat berangkat ke kampus, nanti terlambat. Tapi benaran kamu sudah sembuh dari demam?, jangan sampai pingsan ya, kalau kamu pingsan aku tidak akan nolongin kamu,” ucap Jumi dengan bercanda. Keduanya kemudian beranjak menuju kamar mereka dan mengambil tas, serta keperluan untuk kuliah. Keduanya berboncengan naik motor milik Arini, dengan Jumi yang duduk di depan, sementara Arini membonceng di belakang. Mereka tiba di parkiran kampus dengan suasana yang sudah ramai dan sudah banyak motor yang berada di parkiran kampus. Arini dan Jumi langsung turun dari motor dan berjalan menuju menuju lorong kampus. Ketika keduanya berada di lorong kampus, langkah mereka terhenti dengan adanya Andi yang berada di depan mereka. “Pagi Arini dan Jumi.” Sapa Andi dengan tatapan yang tidak pernah lepas dari wajah Arini. “Pagi, Kak Andi.” Sahut Arini dan Jumi bersamaan. “Boleh, kakak bareng kalian, naik ke atas nya?” Tanya Andi yang lebih ditujukan untuk Arini. Jumi yang sadar kalau kaka kelas mereka ini sedang usaha untuk mendekati Arini pun paham dan sadar diri. Ia berpura-pura ada perlu ke fotocopyan dan meninggalkan Arini dan Andi berdua saja. Arini dan Andi pun menaiki tangga menuju ke lantai tiga tempat ruang kelas mereka berada. “Kalian sudah tidak mengalami hal yang aneh lagi, bukan?” Tanya Andi kepada Arini. “Baru saja tadi malam kami mengalami kejadian aneh lagi, Kak. Ini, tangan Saya terkena cakaran kucing yang entah datang nya darimana.” Arini memperlihatkan lengannya yang terluka karena cakaran kucing.” Lapor Arini “Nanti, seusai kuliah jam pertama Aku akan minta ijin untuk berobat ke klinik dan meminta suntikan anti rabies, karena aku takut kucing itu memiliki penyakit rabies dan penyakit lainnya, sebab tadi malam badanku sempat terkena demam.” Terang Arini. “Biar Kakak yang antarkan kamu untuk berobat ke klinik, kamu tunggu saja nanti di bangku kampus dekat parkiran,” ucap Andi. Arini dan Andi tidak menyadari, bahwasanya ada sepasang mata dengan bola mata berwarna merah membara menatap mereka dengan tatapan yang dipenuhi kemarahan. Pemilik sepasang mata itu seakan tidak rela dengan kedekatan antara Arini dan Andi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN