RINDU

1603 Kata
“Ini kuncinya, semoga betah ya tinggal di sini neng.” Seru seorang wanita paruh baya yang kegirangan lantaran mendapatkan satu penghuni kosan baru. Kunci yang dijulurkannya pun diterima oleh Ilona yang juga membalas dengan senyuman ramah. “Makasih ya tante.” Seru Ilona kemudian segera membuka pintu di depannya lalu mengangkat tas ransel dan beberapa barang bawaannya ke dalam. Tidak banyak yang bisa ia selamatkan dari rumah mewah ayahnya yang disita bank. Ilona masih ingat betul peristiwa itu, ketika ia diusir dari tempat tinggalnya tanpa diberi kesempatan untuk mengemasi barang-barangnya dulu. Terpaksalah Ilona harus berpuas hati pergi dengan barang seadanya dan mengikhlaskan barang mewah serta koleksi mahal lainnya yang ada di rumah itu. “Huft.” Ilona menghela nafas lega, rasa capek langsung terasa nyata ketika ia melihat ranjang single size yang ada di pojokan ruang. Setelah membesuk ayahnya, ia sibuk mencari kost dan mendatangi beberapa tempat hingga memutuskan kamar sempit ini sebagai tempat persinggahan dan istirahatnya. Ilona menjatuhkan diri di atas ranjang kemudian merentangkan kedua tangan dan kakinya. “Yang penting masih ada tempat buat berteduh, ini jauh lebih baik daripada tidur di mobil. Aku harus berhemat, pokoknya aku harus menyewa pengacara untuk ayah.” Gumam Ilona dengan tekad bulat, tak peduli niatnya akan terus ditentang oleh Andrew. Yang pasti ia akan bertindak diam-diam, meskipun harus berkorban tinggal di kosan murah dan makan sehari sekali untuk berhemat. Asalkan ayahnya bisa mendapat keadilan dan bebas, Ilona bersiap menderita. Pikiran Ilona melayang, bukan lagi tentang ayahnya yang ada dalam benaknya. Senyum manis wanita itu mengembang saat teringat satu nama di hatinya. “Lagi ngapain ya dia? Hmm....” Ilona segera meraih ponsel dalam saku celananya kemudian menjepret beberapa foto kamarnya. Ia memilih kontak Ye Jun lalu mengirim semua foto itu ke obrolan mereka. “Hmm... Pesan dari tadi siang belum dibalas juga? Sesibuk apa sih kamu di sana?” Gumam Ilona agak sedih melihat Ye Jun belum juga merespon dirinya. Terlihat betul bahwa ia yang begitu antusias mengabari pria itu, sedangkan Ye Jun cukup lama membalas pesannya. Itupun dengan jawaban yang sangat singkat. Ilona sedikit galau, jemarinya mengetuk dagunya seraya berpikir. Ia tidak menampik perasaan cemas dan pikiran buruk mulai mengusiknya, entah apa yang Ye Jun lakukan di sana. Entah bersama siapa sepanjang hari ini, Ilona belum terlalu mengenal pria itu. “Sial, sepertinya aku lebih banyak bercerita tentang diriku dan dia tidak terlalu terbuka tentang kehidupannya. Sekarang aku sama sekali tidak tahu harus menghubunginya ke mana selain nomor ini. Jun... Apa kamu sungguh bisa dipercaya?” Gumam Ilona miris. Ia baru merasa takut kehilangan di saat pria itu mulai sulit dihubungi, dan menunggu kabar darinya terasa sangat menyiksa ketika ia berdiam diri seperti ini. Ilona menghela nafas berat lagi, seberat pikirannya yang kusut. Ia mengetuk pelipisnya dengan pelan, berharap bisa lancar berpikir jika bagian itu disentil. “Aku harus gimana sekarang? Hubungan ini nggak bisa dibiarkan terkendala jarak dan komunikasi. Kecuali kalau dia nggak serius sama aku, tapi... Dia cukup meyakinkan, apa mungkin dia bakalan ghosting?” Ilona bergegas bangun dari duduknya kemudian menggelengkan kepala dengan cepat. Tak mau berpikiran buruk sehingga mempengaruhi alam bawah sadarnya. “Nggak, Ye Jun bukan tipe cowok b******k seperti itu. Aku harus percaya padanya. Kunci LDR bisa langgeng itu harus percaya. Sebaiknya aku belajar bahasa Korea, apapun caranya aku harus bisa komunikasi sama dia dengan lancar.” Seru Ilona bersemangat, ia pun kembali mengetuk jidat. Beberapa menit kemudian senyum lebarnya mengembang, ia terpikir cara jitu untuk belajar bahasa dengan cara yang menyenangkan dan tidak membosankan. Ponsel yang masih dalam genggamannya pun ia lirik kembali, jemarinya lincah membuka aplikasi yang akan membantu belajar. “Aissh... Lupa nanya sama si tante tadi, ada WIFI nggak di sini. Kalau dipakai buat download film kan nyesek bener ini kuota.” Nyengir Ilona mendadak lemah karena ada saja halangannya untuk belajar. Walaupun akan kursus gratis via internet dan belajar dari drama Korea, tetap saja ia harus punya modal kuota jika memang di kosannya tidak menyediakan WIFI gratis. Keresahan Ilona terpatahkan begitu ponsel yang dipegangnya bergetar, sontak ia mendekatkan benda pipih itu di hadapannya dan tersenyum sumingrah saat melihat nama Ye Jun yang tertera melakukan panggilan video. Momen yang sudah ia nantikan itu tak akan dibiarkan menanti terlalu lama, Ilona langsung menerima panggilan itu. Sepasang bola matanya berbinar begitu melihat senyuman Ye Jun yang begitu menawan. Entah mengapa Ilona merasa ketampanan pria itu semakin maksimal ketika sedang tersenyum. Sebucin itulah Ilona saat ini. “Annyeong.” Sapa Ilona sok-sokan menirukan salam khas orang Korea. “Annyeong Hijumuseo (Selamat malam).” Balas Ye Jun dengan cepat sembari menganggukkan kepalanya. Ilona sontak menutup mulut dengan kedua tangannya, terkejut sekaligus senang mendengar Ye Jun bicara dalam bahasanya. “Omo... Dia ngomong apa? Cilaka, aku nggak ngerti.” Seru Ilona seraya tertawa kecil, menertawakan kebodohannya yang tak paham sama sekali apa yang Ye Jun katakan namun justru memancingnya bicara dalam bahasa asing itu. Senyuman Ye Jun kian melebar saat mendengar Ilona bicara sendiri, walau tak mengerti namun ia bisa menerka apa yang dimaksud Ilona. “Selamat malam. Aku bilang selamat malam.” Seru Ye Jun menerjemahkan apa yang dikatakannya. Logat bahasanya begitu kentara sehingga bahasa Indonesia yang ia serukan terdengar lucu. “Kamu bisa ngomong bahasa Indonesia? Sejak kapan kamu belajarnya? Wah kemajuan banget, aku bahkan belum bisa bahasamu.” Pekik Ilona kegirangan sampai keceplosan berucap panjang lebar. Ye Jun tersenyum kikuk, dahinya bahkan berkerut saking ia tak paham apa yang Ilona katakan barusan. “Maaf aku tidak mengerti yang kamu bicarakan. Emm....” Ujar Ye Jun mengakui batas kemampuannya yang hanya segitu. Bukannya mendapat jawaban, Ilona justru terpaku menatapnya seraya tersenyum manis. Dalam beberapa detik mereka berdua terdiam, sibuk mengamati wajah mereka yang terpantul dari layar ponsel. Ilona berdehem kemudian menggunakan aplikasi penerjemah lagi. “Aku terharu mendengar kamu mengucapkan selamat malam untukku. Ke mana saja kamu seharian ini? Apa kamu tidak tahu kalau kamu sudah membuatku rindu?” Ye Jun mengulum bibirnya, menahan senyuman tipis yang dirasa kurang tepat untuk ditampakkan sekarang. Ia menepuk satu kali pada dadanya, menunjukkan kebanggaan terbesar karena bisa dirindukan oleh Ilona. “Aku terharu mendengar kamu mengaku rindu padaku.” Ujar Ye Jun menirukan gaya bicara Ilona yang akhirnya membuat Ilona tersipu malu. Ye Jun menatap lekat wajah kekasihnya yang tengah terpesona, begitu lugu sehingga mudah trenyuh oleh kata-kata manisnya. Namun justru itulah yang menjadi daya tarik Ilona, melihat kepolosan wanita itu membuat Ye Jun sangat ingin melindunginya. “Aku minta maaf sudah membuatmu rindu, tapi aku juga ingin mempertanggung jawabkan kesalahanku. Ilona... Maukah kamu datang ke tempatku? Aku bisa menculikmu sekarang juga.” Seru Ye Jun mantap, ia tidak terlihat sedang bercanda sekarang. Tawa Ilona pecah, di saat Ye Jun serius menanyakan kesediaannya, justru ia yang mengira itu hanya sebuah lelucon. “Ha ha ha... Oppa, apa kamu mengajakku tidur agar bisa menjemputku di dalam mimpi?” Jawab Ilona kemudian lanjut tertawa, saking asiknya sampai ia mengusap air mata di ujung kelopak matanya. Ye Jun tetap berekspresi datar, hatinya begitu kuat hingga tidak tertular tawa Ilona yang belum reda. “Ilona, aku serius. Aku bisa datang menjemputmu sekarang jika kamu mengijinkan.” Suara Ye Jun yang berat penuh tekanan akhirnya bisa meyakinkan Ilona untuk serius. Tak ada lagi suara tawa, kini Ilona bungkam, beradu tatap dengan kekasihnya yang tidak tersenyum sama sekali. Ilona mulai menciut setelah melihat kesungguhan terpancar dari ekspresi Ye Jun. Ia menggigit bibir bawahnya, menghindari tatapan pria itu demi mencari jawaban yang netral. Bodohnya ia yang mengira Ye Jun bercanda, padahal pria itu sangat mampu untuk datang kapanpun. Ilona menggelengkan kepalanya dengan cepat, ia kembali menatap Ye Jun setelah yakin dengan keputusannya. “Tidak... Ini bukan waktu yang tepat untuk kita bertemu. Bukankah kamu masih harus menyelesaikan urusan pekerjaanmu? Dan lagi aku tidak mau menjadi penghambat kariermu. Biarkan aku selesaikan urusan ayahku di sini, barulah kamu datang.” Ye Jun terdiam, penolakan itu terasa menohok namun hanya bisa ia terima dengan senyum pasrah. “Baiklah, aku tunggu sampai waktu itu tiba.” Jawab Ye Jun lirih, namun terdengar lantang ketika diterjemahkan dengan suara aplikasi penerjemah. Seharusnya kencan via video call itu bisa sedikit mengurangi rasa rindu yang Ye Jun pendam sepanjang hari. Entah sejak kapan ia mulai kecanduan bersama Ilona. Kendati sepanjang hari yang dilaluinya sangat padat dengan urusan pekerjaan, tetap saja tidak bisa menyingkirkan bayangan wajah dan tawa khas Ilona. Ye Jun menggenggam erat pulpen yang dipegangnya sejak masih menelpon Ilona. “Ilona, seandainya kamu tahu yang sesungguhnya, apa kamu masih mencintaiku?” Lirih Ye Jun sembari menghela nafas kasar. Di malam selarut ini, Ye Jun masih menghabiskan waktu di ruang kerja di rumahnya. Ia merasa perlu membereskan sisa pekerjaan yang tak bisa lagi diselesaikan mendiang ayahnya dan tak mempercayai siapapun yang ada di dekatnya, kecuali Chin Ho. Chin Ho mengetuk pintu dari luar, Ye Jun mendongakkan kepala, tersenyum tipis saat tahu orang yang dipikirkannya malah muncul tanpa ia panggil. “Masuklah paman Chin.” Pengawal itu menurut lalu menutup rapat pintu sebelum ia melangkah masuk. Setelah membungkuk hormat, barulah Chin Ho menyampaikan hal penting yang dinantikan tuan mudanya. “Tuan muda, saya sudah mengutus orang kita untuk mengurus masalah di sana. Dia sudah berhasil menyewa pengacara terhebat di sana, dalam waktu cepat kasus orang yang ingin anda tolong akan segera diselesaikan. Pengacara itu menjanjikan pada kita bahwa dia akan memenangkan kasusnya.” Ye Jun tersenyum puas mendengar informasi penting itu. Pulpen yang sejak tadi dimainkannya pun ia lemparkan begitu saja di atas meja. Ye Jun melipat kedua tangannya, menyunggingkan senyum antusias. “Bagus. Berikan tip pada mereka jika sanggup menyelesaikannya lebih cepat.” Seru Ye Jun puas. ‘Setelah ayahmu bebas, aku harap kamu tidak punya alasan lagi untuk menolakku menjemputmu kemari, Ilona....’
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN