Diam-Diam Melakukan

1478 Kata
“Apa yang bisa saya lakukan untuk anda tuan muda?” Tanya Chin Ho yang inisiatif menyodorkan diri sebelum Ye Jun resmi memberinya perintah. Ye Jun tersenyum tipis, gurat wajahnya terlihat serius dan tegas, kontras dengan gaya kocak dan santainya ketika menjadi turis yang berpacaran dengan Ilona. Ye Jun merenggankan kedua tangannya yang dilipat di depan d**a, menatap tajam ke arah pengawal setianya. “Aku mau paman melakukan sesuatu secara rahasia, ini hanya antara kita berdua yang tahu.” “Paman?” Sepasang alis Chin Ho mengerut, panggilan yang bernada akrab itu terasa asing baginya. Ini kali pertama ia mendengar tuan mudanya memanggil sebutan akrab kepadanya. Sampai-sampai ia tak sadar melontarkan ulang kata itu saking tak yakin dengan pendengarannya. “Ya, paman Chin.” Ye Jun menjawab dan mempertegas kata yang diragukan pengawal Chin itu. Raut wajah Ye Jun tampak datar, kontras dengan pengawalnya yang rasanya tidak bisa lagi mengekspresikan perasaan antara senang bercampur haru. “Ah iya tuan muda, maaf saya terkejut. Baiklah, Saya berjanji akan memegang rahasia ini.” Ujar Chin Ho dengan wajah berseri dan gestur tubuh penuh rasa hormat. Ye Jun peka menyadari ekspresi pengawalnya, senyum tipisnya mengembang, sudah saatnya ia lebih memperhatikan orang di sekitarnya yang memang peduli serta setia kepadanya. “Aku akan memanggilmu paman mulai sekarang. Hanya paman satu-satunya orang kepercayaanku sekarang.” Chin Ho mengerutkan dahi, belum sepenuhnya mengerti pernyataan bos mudanya. “Maksud tuan muda? Bukankah anda masih punya satu orang keluarga yang peduli pada anda?” Tanya Chin Ho hati-hati, takut menyinggung perasaan Ye Jun. “Ae Ri maksudmu? Sejak kembali dari liburan, mata hatiku jadi terbuka melihat siapa dia yang sebenarnya. Aku tidak bisa sepenuhnya percaya pada dia. Tidak untuk urusan yang satu ini. Jadi paman, ini sungguh misi rahasia yang hanya boleh diketahui oleh orang kepercayaanmu.” Seru Ye Jun kembali membahas topik utama yang teralihkan sejenak. Chin Ho membungkukkan badan pertanda hormat, satu tangannya disilangkan di depan dadanya. “Saya mengerti dan siap menjalani tugas, tuan muda. Terima kasih atas kepercayaan yang besar kepada saya.” Gumam Chin Ho terharu. Ye Jun mengangguk mantap, lalu melipat kedua tangannya di atas meja. “Aku ingin paman mengirim tim profesional untuk membantu proses hukum seseorang di Indonesia. Terserah bagaimanapun caranya, pastikan orang ini bisa bebas.” Gumam Ye Jun serius. Sepanjang malam setelah berhasil berkelit dar pertanyaan Ilona yang mempertanyakan profesinya di sini, Ye Jun akhirnya berhasil meyakinkan Ilona dengan kebohongannya. Merasa perlu mempertanggung jawabkan kebohongan itu, ia pun merasa perlu mendalami karakter palsu itu lebih detail. Ye Jun bertutur bahwa ia adalah seorang pengacara handal di negaranya, dan Ilona yang polos itu dengan mudah mempercayai setiap pengakuannya. Wanita itu begitu antusias mendengarkan cerita bohongnya, sehingga Ye Jun harus menahan rasa geli sekaligus prihatin lantaran Ilona begitu mudah termakan bualannya. “Baik tuan muda, saya akan mengusahakan secepatnya.” Jawab Chin Ho kembali membungkukkan badan lagi. Ye Jun malah berdecak, tawa kecilnya pecah lantaran pikirannya masih melintas pada kejadian tadi malam. Mimik wajah Ilona yang melongo mendengar ceritanya masih terkenang dan memberi efek lucu sehingga tawanya keceplosan. Chin Ho salah paham dibuatnya, pria paruh baya itu mengerutkan dahi, mengira bahwa ucapannya ada yang salah dan terdengar lucu bagi tuan mudanya. “Maaf tuan muda, apa ada yang salah dari ucapan saya?” Tanya Chin Ho serba salah, takut jika sikapnya terlalu berlebihan menanggapi panggilan akrab yang diberikan Ye Jun kepadanya. Ye Jun mengibaskan tangan dengan cepat, sadar bahwa sikapnya sudah menimbulkan kesalah pahaman. “Ah tidak tidak, aku hanya terpikir hal lain saja. Sementara hanya itu yang perlu aku sampaikan. Paman keluar saja dulu, aku akan menyusul setelah mengerjakan sesuatu di sini. Sebentar lagi aku akan menyusul di ruang makan.” Ujar Ye Jun, mengusir halus agar pengawalnay segera undur diri. “Baik tuan muda, saya permisi.” Chin Ho membalikkan badannya, berjalan tegap menuju pintu utama. Meskipun ia akan segera meninggalkan ruangan ini, namun perasaan senangnya masih awet dan mungkin akan terasa sepanjang hari. Tanpa perlu menunjukkan kegirangannya, Ye Jun pun cukup peka menyadari bahwa pengawalnya sedang bahagia. Ye Jun menggelengkan kepala lalu sibuk kembali dengan laptop yang sudah menyala. Ae Ri tidak menyadari seseorang akan muncul dari balik pintu yang ditempelinya. Ketika daun pintu itu bergerak, spontan ia menegakkan posisi badannya yang condong ke arah dalam. Untung saja perhitungannya pas, jika tidak ia pastikan dirinya akan terhuyung jatuh seiring terbukanya pintu. Ae Ri menyampirkan anak rambut ke belakang telinga, reflek akibat kecanggungan yang tak bisa ia pungkiri. Ia enggan kepergok namun tidak punya bakat akting yang memukau sehingga mudah terbaca oleh orang di dekatnya. “Nona Ae Ri? Apa yang anda lakukan di sini?” Chin Ho mengerutkan kening, heran dengan kelakuan nona muda itu yang entah sejak kapan berdiri di depan pintu. Ae Ri memasang wajah ketus, tak ingin diinterogasi oleh bawahan yang bukan levelnya. “Kenapa? Apa ada larangan aku berdiri di mana? Lagian aku mau mengajak Ye Jun sarapan bersama dan tiba-tiba kamu membuka pintu, mengagetkanku saja.” Gerutu Ae Ri, melemparkan kesalahan pada Chin Ho yang mendadak memergokinya. Dalam hati ia tertawa, menyembunyikan senyum liciknya yang merasa berhasil mengelabui pengawal tua itu. ‘Salahkan saja dirimu yang begitu bodoh mempercayai kebohonganku. Huft... Ae ri... Kamu memang pintar.’ Seru Ae Ri memuji dirinya sendiri dalam hati. Chin Ho terbengong sejenak, lalu bergegas merespon dengan senyum kikuk. “Oh, baiklah kalau begitu saya permisi dulu nona.” Ujar pria paruh baya itu membungkuk lalu bergegas hendak berlalu. Ae Ri terkesiap, langkahnya buru-buru mengejar Chin Ho, mencari tempat yang lebih aman untuk bicara empat mata. “Tunggu! Pengawal Chin!” Sergah Ae Ri menyegat pria itu semakin menjauh, untungnya panggilan satu kali itu berhasil menghentikan langkah Chin Ho. Ae Ri bergegas menyusul sehingga mereka kini saling berhadapan. “Ada yang bisa saya bantu, nona?” Ekor mata Ae Ri mendelik ke beberapa arah, memastikan tidak ada sosok yang tak ia harapkan ada di dekat sini. “Itu... Tadi apa yang Oppa bahas?” Tanya Ae Ri setengah berbisik, menyentil tentang Ye Jun meskipun tidak ada orangnya saja mampu membuat detak jantungnya semakin kencang. “Ah, bukan hal penting. Tuan muda meminta saya mengecek tentang kondisi karyawan.” Ujar Chin Ho, menciptakan alasan yang harus ia pikirkan secepat kilat agar tidak terlihat mencurigakan. Sayangnya mata jeli Ae Ri bisa menangkap kebohongannya, tampak jelas dari raut wajah wanita itu bahwa ia tidak percaya dengan alibi Chin Ho. “Pengawal Chin, kamu tahu bahwa kamu tidak becus menjadi pembohong. Aku beri kesempatan berterus terang, sebelum aku mengambil tindakan tegas karena berani membohongiku.” Ancam Ae Ri, raut wajahnya yang bertekut menandakan betapa seriusnya ia dengan ucapannya. Chin Ho tersenyum tipis, tak sedikit pun rasa gentar terlihat dari mimik serta gestur tubuhnya. “Nona, bukan bermaksud lancang kepada anda. Tapi saya perlu pertegas, posisi saya di sini sebagai pengawal tuan muda, yang bertanggung jawab atas apapun tentang tuan muda, termasuk menjaga privasinya.” Ae Ri tertohok, sepanjang ia mengenal Chin Ho selama puluhan tahun, baru kali ini ia melihat ekspresi marah terpendam pria tua itu. Pengawal yang selalu tersenyum tipis, pendiam, sigap dan menaruh hormat padanya, kini berani bersuara lantang seakan hormat itu sudah luntur. Ae Ri berusaha mengendalikan dirinya, tak bisa terlalu lama dipojokkan oleh ketegasan Chin Ho. Ia tersenyum seringai, mempertahankan egonya. “Kamu juga tidak lupa siapa aku kan? Aku juga orang yang berarti bagi Oppa, aku satu-satunya keluarga yang dia miliki sekarang. Apapun tentang dia, itu penting bagiku. Jadi kamu tidak perlu menutupi apapun dariku, dan aku akan menghargai kepatuhanmu.” Ujar Ae Ri, ia yakin Chin Ho paham betul kode yang ia maksud. Sedikit tip pasti bisa membelokkan hati seseorang, Ae Ri yakin tak ada kesetiaan yang tak bisa tergoyahkan oleh materi. Ini cukup realistis dan manjur untuk mendapatkan apapun yang ia mau dengan jalan pintas andalannya. “Terima kasih telah menginap di hotel kami, semoga pengalaman anda menyenangkan.” Ujar si resepsionis sebagai kata penutup kepada Ilona yang baru saja check out. Keramahan senyuman itu hanya dibalas dengan senyum nyengir, pasalnya Ilona angkat kaki dari kamar mahalnya dalam kondisi terburu-buru. Gara-gara video call hingga larut malam dengan Ye Jun, kualitas tidurnya pun menurun. Setelah perbincangan mereka berakhir pun, Ilona masih perlu berusaha keras agar bisa memejamkan mata dan masuk ke alam mimpi. Alhasil ia kesiangan dan harus dibangunkan oleh panggilan pihak hotel. “Ya, sama sama mbak.” Jawab Ilona tersenyum sekenanya. Ia meneteng tas ranselnya kemudian membalikkan badan, berjalan tanpa semangat lantaran masih ngantuk. ‘Apanya yang menyenangkan? Aku bahkan belum sempat mandi, huh.’ Gerutu Ilona dalam hati, tak mungkin ia membongkar aibnya yang melewatkan acara mandi gara-gara mengejar waktu check out sebelum ia didenda. Tanpa Ilona sadari, gerak geriknya kembali dibuntuti oleh seseorang yang menyembunyikan diri di belakang pilar besar di lobby. Sosok berkacamata hitam itu tersenyum seringai, “Huh... Ternyata kamu memang nggak bisa lolos dari aku.” Gumam Stefi, puas karena tebakannya jitu dan berhasil menemukan jejak Ilona.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN