8

2040 Kata
Aku membuka mataku dengan hati-hati mengingat apa yang terjadi kemarin malam. Ku dapati diriku berada di kamarku sendiri, itu berarti si maniac yang sedang tidur dengan bertelanjang d**a di sampingku ini telah menggendongku dari sofa. Tidak ada satu helai benangpun yang menutupiku. Beruntung selimut di kasur dapat membantuku untuk menutupinya. Tetapi mengingat sinar matahari sudah tidak lagi malu untuk menampakan dirinya, tidak ada lagi rasa dingin dan berganti menjadi hangat menjalar ke tubuhku. Ku tatap Louis yang masih terbaring memejamkan matanya. Ku hela nafas bersyukur karna tidak perlu menghadapi pria itu. Semua kejadian semalam benar-benar membuatku menyesal. Drugs dan bercinta dengan senang hati bersama Louis. Tidak akan ada yang lebih buruk dari itu. Ayah tiriku benar-benar manupulatif dan berhasil membuatku seburuk itu. Ku lihat bajuku berada meja tepat di samping Louis. Aku harus mengambilnya dan segera pergi sebelum dia terbangun dan melakukan pemerasan lagi akan mengatakan ke Mom kalau aku tidak bercinta dengannya. Dengan hati-hati aku mengambil pakaianku. Aku tidak turun dari kasur dan berjalan ke sisi meja karna itu akan membangunkannya. Ku pindahkan tubuhku berada di atasnya sambil tagan menumpu agar tidak menyentuhnya atau membangunkannya. Aku berusaha menggapai pakaianku. Beruntung aku dapat meraihnya dan ketika aku ingin berbalik ke posisiku tangan Louis memegang pinggangku. "Morning baby," ujarnya dengan suara rapsy sehabis bangun tidur. Dia menatapku dengan tatapan liciknya. "Jauhkan tanganmu dari tubuhku!" Makiku. Dengan satu hentakan Louis menjatuhkan tubuhku ke kasur agar tidak lagi berada di atasnya. Namun dia yang berda di atasku dan mencium bibirku singkat. Setelahnya dia kembali berbaring di sampingku. Dia menengok menatapku yang mendengus kesal. "Kau pikir aku masih tidur?" Sarkasnya. Aku hanya diam tidak menjawab dan tidak berminat melakukan pembicaraan apapun. "Bangun pagi dan ketika memejamkan mata yang aku lihat adalah wajah cantikmu. Aku selalu memimpikan itu. Dan sekarang terjadi." Dia membawa jemarinya menyusuri wajahku dan aku segera menepisnya. "Aku harus segera ke kampus sekarang," ujarku sambil bangkit dari kasur. Dengan sigap tangan Louis memegang lenganku. "Kau tidak boleh kemana-mana. Kau lupa bahwa nanti malam kita akan pergi ke pesta temanku. Aku sudah mengirip pesan pada sahabat baikmu itu bahwa kau ada urusan keluarga. Dan handphone mu aku sita." What the hell. "Teman atau mantan pacar?" Sarkasku. Louis mengedikan bahunya. "Keduanya. Kakaknya pernah menjadi rekan kerjaku. Tetapi apapun itu, kau tidak boleh kemana-mana. Kita harus memilih baju dan berangkat dari sore mengingat jarak cukup jauh." Aku menarik tanganku dengan kasar. "Do I look care? Kau sudah membuatku melakukan hal yang bahkan tidak pernah terpikirkan di otakku. Drugs? Cmon Louis!" Dia malah tertawa mendengarku. Kemudian dia bangkit dari kasur. Dia berjalan ke arahku. Dia hanya memakai celana pendek dalaman hitam ketat, menampakan apa yang berada di dalamnya. Membuatku menelan ludah teringat bagaimana entah semalam menjadi hal yang cukup menyenangkan untukku. Badannya terekspos memperlihatkan ototnya. Aku buru-buru membuang muka sebelum dia menyadari bahwa akumemerhatikannya. Dia berhenti di depanku kemudian menyentuh wajahku dengan jemarinya. "Maaf," ujarnya lembut. Aku bahkan tidak yakin dengan apa yang aku dengar. Louis meminta maaf. Bukankah seharusnya dia membela diri atau bahkan tidak peduli dengan apa yang aku katakan? Bukankah seharusnya sekuat apapun aku menyalahkannya, dia tetap bersenang-senang dan memanfaatkanku? "Aku tidak butuh maafmu," jawabku ketus berusaha menutupi keterkejutanku. Sehabis ini dia pasti akan menarikku dengan kesal lalu kembali lagi melakukan hal yang menguntungkannya. Namun pada kenyataannya Louis hanya mengangguk. "Baiklah," ujarnya pasrah. Dia kemudian mengambil pakaiannya dan mulai memakainya. Aku mengerutkan kening bingung. Beberapa saat kemudian setelah selesai dengan pakaiannya. Dia menatapku dari atas sampai bawah. "Apa? Kau ingin bercinta lagi?" Sarkasku. Dia menaikan alisnya. "Jangan salah. Aku sangat menikmati pemandangan itu. Kau benar-benar hot dan sexy saat telanjang seperti itu. Tapi bisakah kau pakai bajumu sekarang?" Lagi-lagi aku dibuat diam beberapa detik karna perilakunya. Apa obat-obatan semalam membuat otaknya tergeser? Ya walaupun ini cukup menguntungkanku. Aku buru-buru memakai pakaianku. Dan dia tersenyum ketika aku telah selesai. "Apa?" Tanyaku melihat senyumannya. "Sekarang mari kita lakukan sesuatu yang menyenangkan," katanya semangat. "What? s*x?" Sindirku. Aku tahu jelas bagaimana Louis. "Eat." Dia lalu langsung keluar kamar meinggalkanku yang terpaku bingung. Makan? Seriously? *** Aku duduk di depan tv sementara dia berada di dapur yang memang terlihat dari ruanganku duduk. Louis sedang memasak sesuatu yang baunya tercium begitu harum sampai sini. Ku perhatika dia dengan bertanya-tanya ada apa sebenarnya. Apa aku melakukan kesalahan atau ada yang dia rencanakan. Pagi ini Louis benar-benar seperti bukan dirinya. Aku mengintip dengan hati-hati melihat dan berjaga-jaga apa dia akan memasukan racun atau obat perangsang ke dalam makanan yang nanti akan diberikan padaku. "Kau tidak perlu mengintip seperti itu, Als. Aku tidak akan melakukan apapun yang membahayakanmu," teriaknya dari dapur. Wajahku memerah tertangkap basah seperti itu. Pada akhirnya aku mengambil keputusan untuk mengakhiri semua tanda tanya yang ada di dalam diriku dan berjalan penuh tekat bulat ke dapur. Mataku memandangnya dengan mengintimidasi. "Apa?" Tanya santai. "Katakan apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang sebenarnya kau rencanakan?" Tanyaku. "Memasak. Memberi makan anak tiriku. Istriku pasti akan sangat sedih jika anaknya kurus setelah dia pulang." Aku memutar bola mataku mendengar yang dia ucapkan. Jawaban yang sangat naïve jika diucapkan Louis. "Nice try. Sekarang katakan yang sebenarnya. Kau meminta maaf dan memasak?" Louis menghela nafasnya. "Apa yang harus aku katakan?" "Ayolah, maniac dan pecandu sepertimu. Bahkan kau membuatku menghisap obat-obatan itu juga." Louis mematikan kompornya dan menatapku dengan serius. "Pertama, aku bukan pecandu. Kedua aku sungguh minta maaf tentang hal itu. Kau pikir aku mau membuatmu menjadi buruk? Aku benar-benar di luar control malam itu. Obat-obatan itu membuatku seperti itu. Dan aku meminta maaf dengan tulus karna membuatmu seperti itu. Dan kau mau tahu kenapa malam itu aku berkutat dengan obatobatan itu? Karna aku akan bertemu lagi dengan mantan pacarku yang sangat aku cintai. Yang mencampakanku dan lalu meninggalkanku begitu saja. Hilang selama lima tahun. Padahal karnanya hubunganku dan adikku begitu buruk." Louis berbicara dengan cepat dengan emosi. Kemudian makin lama pelan dan diakhiri dengan tatapan sendu. Louis lalu menundukan kepalanya. Ini pertama kalinya aku melihat sisi lain Louis seperti itu. Aku dapat melihat kesedihan dan kekecewaan dimatanya. Dibalik sisi gelapnya dia punya hal yang seperti ini. Entah mengapa aku merasa seperti ikut dalam kesedihannya dan juga merasa bersalah. "Adik? Kau punya adik?" Tanyaku hati-hati. Dia lalu tertawa sendu dengan tatapan sinis yang menerawang. "Ya. Jangan tanyakan tentang dirinya kumohon. Kami saling membenci dan tidak mau saling bertemu." Aku hanya mengangguk. Menginta-ingat aku seperti pernah mendengar kalimat yang peris sama seperti itu. Kali ini aku memilih untuk diam. Karna aku merasakan bahwa Louis telah mengalami sesuatu yang begitu menyakitkan. "Maaf," lirihku. Kemudian wajahnya mendongak menatapku. "Aku memang buruk. Aku melakukan segalanya untuk meyenangkan diriku. Memperdayamu, memanfaatkanmu untuk nafsuku. Tapi aku tidak akan pernah membuatmu dalam bahaya. Membuatmu rusak. Obat-obatan itu. Diluar kendali." Aku mengangguk sekali lagi. Lalu dia tersenyum. "Baiklah anak tiriku yang juga teman tidurku. Jadi maukah kau makan bersama?" Dia bertanya sambil menuang masakannya ke piring. Aku mengangguk sambil mencium harum masakannya. "Wangi sekali. Tentu!" Kemudian kami membawa piring sambil berjalan ke depan tv. Kami duduk di sofa dan menyetel tv kabel chanel favoriteku, sambil memakan nasi goreng keju buatan Louis yang dengan sangat-sangat jujur aku bilang ini sangat enak. "Jadi bagaimana kau bisa masak? Aku baru tahu," tanyaku sambil mengunyah. Louis tertawa melihatku. "Habisi dulu makanan di mulutmu, love. Cerita masa lalu. Orang tuaku sering berpergian dan kami bisa memasak." "Kami?" Louis terdiam. Aku teringat apa yang dia kataka tadi. "Oh sorry," ujarku. Dia tersenyum. "Cepat saja habisi makananmu sebelum aku kembali menjadi si maniac sex." "Ew!" Ujarku sambil memutar bola mata. *** Pintu lift terbuka ketika sampai di lantai yang Zach tuju. Penthouse dimana dia tinggal. Jam sudah menunjukan pukul lima sore. Dia cukup lelah untuk mata kuliah hari ini. Terlebih lagi bahwa di kampus dia tidak bertemu dengan Alana. Zach berusaha mengirim pesan pada Alana tetapi tidak ada jawaban. Beruntng Marie mengatakan bahwa Alana mengabarinya kalau wanita itu memiliki urusan keluarga. Tapi cukup mengesalkan ketika Alana dapat mengabari Marie sementara mengabaikannya. Ketika sampai depan apartemen, Zach langsung masuk ke dalam. Dia langsung membuka kaus yang membalut tubuhnya karna cuaca yang cukup panas. Dia mencari remote untuk menyalakan pendingin ruangan namun kenyataannya ruangan itu sudah dingin. Ac di apartemennya sudah menyala. Membuat Zach mengerutkan keningnya bingung. Tapi dia teringat bahwa asistennya, Cami - hari ini mengerjakan laporan bisnisnya dan tentu dia tadi ada di ruangan ini. Mungkin Cami lupa mematikannya. Mengingat Cami sudah bekerja padanya cukup lama, Zach memaklumi hal itu. Pria bermata coklat terang itu langsung menuju kulkas untuk mengambil coke dan meneguknya. Cuaca hari ini cukup membuatnya begitu kepanasan. Itu pula sebabnya Zach memilih untuk tidak memakai baju dulu dan memilih membiarkan badannya terekspos. Louis mengambil buku dari tas nya dan membaca beberapa catatan dari dosen tadi. "Omg you always f*****g hot when you fokus." Mendengar suara wanita cukup membuat Zach kaget. Perhatiannya teralih dari buku yang dia baca ke seorang gadis yang sedang berdiri menatapnya hanya beberapa jarak. Wanita itu tersenyum angkuh dan yakin bahwa kehadirannya sangat mengagetkan Zach terlihat dari raut wajah Zach sekarang. "Its ok baby. Kamu tetap boleh membaca. Sudah kubilang ketika kau sedang fokus kau sangat terlihat hot. Terlebih dengan ototmu yang terlihat itu. Well akuakan lebih senang kalau kau juga membuka celanamu." Ujar wanita itu sambil menunjuk ke arah celana Zach. Zach menaikan sebelah alisnya dan menarik nafas kemudian menghela perlahan. Cukup kaget dengan seorang wanita cantik yang ada di dalam apartementnya dan hanya memakai dress lingeri transparent berwarna merah yang membuat gadis itu terlihat sangat hot. Zach harus berusaha terlihat sebiasa mungkin dan tidak terpengaruh dengan apa yang ada di depannya. "So, kenapa kau ada di sini. Genevieve?" Tanya Zach. Genevieve tersenyum-smirk. Dia berjalan perlahan mendekati Zach agar membiarkan pria itu memperhatiannya dari atas sampai bawah. Menikmati keberadaannya di sana. Setelah sampai di depan Zach, dia menyentuh d**a pria itu dengan jari teluncuk dan berbisik pelan dan menggoda di telinga Zach. "I miss you." Zach menghela nafasnya lagi dan berusaha mengendalikan dirinya. "Ada apa baby? Kenapa kau terlihat begitu tegang. Aku masuk karna tadi bertemu Cami. Well aku mengatakan tidak apa, akan menunggumu di dalam sendiri. Tentu saja Cami sudah mengenalku dan tahu hubungan seperti apa yang kita miliki jadi akan membiarkanku." "Pernah, kita miliki," koreksi Zach. Mendengar apa yang keluar dari bibir Zach cukup membuat wanita itu kaget. Namun membuatnya merasa semaki menarik. "Pernah. Wow kau menyakitiku my Z! Kau tidak boleh seperti itu pada pacarmu." "Mantan. Mantan pacar," koreksi Zach lagi. Tawa Genevieve pecah mendengarnya. "Seriously? Zach? Kau mengatakan seperti itu? Apa kau sadar atas apa yang telah kau katakan?" "Setelah semua yang terjadi antara kita. Kau, aku dan Louis. Lalu kau pergi begitu saja. Bahkan kau tidak peduli apa yang terjadi padaku. Kau mengharapkan aku mengatakan apa?" Genevieve tersenyum licik kemudian mendekat lagi pada Zach. Dia menunjuk d**a Zach. "Kau tahu apa yang harus kau katakaa. Karna di dalam hatimu yang terdalam. Kau tahu bahwa kau akan selalu mencintaiku. Its always be me and you, Zach." Genevieve mengecup bibir Zach dengan singkat. Zach hanya terdiam kaku tidak membalasnya. "Dan aku kesini ingin menunjukan lingeri baruku." Genevieve berputar membiarkan Zach menatapnya. "Melihat kau seperti tidak berminat untuk datang ke pesta. Cukup mengecewakanku. Tapi yah aku tahu bahwa kau masih sangat terluka karna kau begitu mencintaiku. Jadi aku ke sini dan menunjukan lingeriku. Aku tahu kau pasti suka. Jadi aku harap kau akan datang nanti malam. Maka kau akan mendapatkan aku dan lingeriku di akhir pesta." Genevieve mengambil jaket bulunya kemudian memakainya. Tidak lupa dengan clutch yang dia bawa. Sebelum pergi dia meletakan tangannya di leher Zach yang masih kaku terdiam. Kemudian mendaratkan bibirnya lagi ke bibir Zach. Kali ini berbeda dari yang sebelumnya. Lebih lama. Zach terdiam beberapa saat sampai semua kenangan berputar di kepalanya. Dengan ragu dan kosong, dia perlahan meletakan tangannya di pinggang Genevive. Kemudian membalas ciuman gadis itu. Bibir mereka saling bertautan. Genevieve tersenyum dengan apa yang dilakukan Zach. Pria itu membuka bibirnya dan menghisap bibir Genevieve. Lalu beberapa saat kemudian ciuman mereka semakin liar dan lidah mereka bertautan. Nafs mereka memburu. Sampai pada akhirnya Zach melepas ciuman itu. Dia sadar ada yang salah. Namun semuanya seperti baru kemarin. Bagaimana dia dan Genevieve bersama. Geneveive tersenyum puas dan penuh kemenangan. "See you tonight, baby." Kemudian wanita itu meninggalkan apartement dengan Zach yang membeku di tempat menyadari apa yang berusan terjadi dan apa yang akan terjadi. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN