6. Harapan

1471 Kata
Fio membuka matanya di pagi hari ini, membalikkan tubuh ke arah Ken, pria yang telah resmi menjadi suaminya secara hukum itu masih tertidur pulas. Fio menghela napas panjang dan mengusap wajah tertidur Ken. Dia tampak sangat tampan jika terpejam seperti ini, air liurnya tak menetes, mulutnya tak menganga, dan rambut acak-acakannya yang membuatnya tampak seksi dan dewasa. Fio terus memperhatikan Ken, menarik tangannya yang terulur mengusap pipi Ken untuk memegangi da-danya, degup jantungnya berpacu normal. Dia pernah jatuh cinta, tentu ... usianya sudah tiga puluh tahun dan pasti dia pernah mengalami jatuh cinta namun dia tak merasakan itu terhadap Ken. Apakah kekurangannya membuat hati Fio seolah mati rasa untuk pria itu? Namun, mengapa dia selalu sangat mengkhawatirkan Ken. Padahal bisa saja dia meninggalkan Ken saat ini. Dhanan sudah tak ada di dunia ini, tak akan ada yang menuntutnya karena dia meninggalkan Ken. Namun dia tak bisa melakukan itu. Selain karena janjinya, dia juga merasakan sesuatu  yang asing, yang membuatnya tak ingin kehilangan Ken barang sedetikpun. Rasa khawatir menguasai dirinya saat ini, “Ken, dokter bilang semuanya sudah normal. Tapi kenapa kamu tetap tidak bisa kembali seperti dulu? Apa rasa trauma yang membuatmu tak ingin kembali? Kamu tahu Ken? Perusahaan membutuhkan kamu, ada ribuan karyawan yang menggantungkan nasibnya di perusahaan kita, tolong kembali Ken, menjadi Ken yang dewasa dan pintar, bisa ya?” ucap Fio meskipun dia tahu Ken masih tertidur pulas dan mungkin tak mendengar perkataannya. Namun dia tetap ingin mengucapkan kata-kata itu, yang barangkali merasuk ke dalam jiwanya. Dia hanya ingin Ken kembali seperti dulu dan menyelamatkan perusahaan. Karena dia yakin, perusahaan tak akan bertahan dibawah kepemimpinan Daru dan Setya, orang yang sepertinya justru ingin menjatuhkan perusahaan itu. “Fio nangis?” suara serak Ken terdengar di telinga Fio yang tengah melamun. Fio pun menggeleng dan menyeka sudut matanya. “Ini pedih,” ucap Fio, membalikkan tubuh membelakangi Ken. Ken menunduk dan ikut membalikkan tubuhnya dengan posisi saling memunggungi. Tak lama, Fio beranjak dari ranjang nyamannya dan sedikit melakukan peregangan. “Ken, mau sarapan apa?” tanya Fio. Ken membalikkan tubuhnya kembali dan melihat Fio yang sudah meregangkan tubuh dengan menarik tangannya ke atas dan kesamping, tak ayal membuat piyama tidurnya ikut tertarik dan memamerkan bagian perutnya. Ken mengalihkan perhatian ke wajah Fio yang tampak sudah menunggu jawaban pria itu. “Telur mata sapi, dua,” ucap Ken sambil beranjak. “Oke, pakai roti?” tanya Fio, Ken pun menggeleng dengan mulut terbuka. “Kentang goreng,” jawabnya, dia pun masuk ke kamar mandi sementara Fio masih meregangkan tubuhnya untuk sedikit olahraga ringan di pagi hari ini, demi menjaga kebugaran dan bentuk tubuhnya. Lalu keluar kamar untuk meminta mbok Luna membuat telur seperti permintaan Ken. “Kapan ya tuan Ken kembali normal lagi Nya?” tanya mbok Luna sambil menghela napas panjang. Fio membuka kulkas dan mengeluarkan s**u segar dari sana lantas menuang ke gelas dan menenggaknya sambil mengangkat bahu. “Entahlah, Mbok. Aku juga maunya dia cepat kembali,” ucap Fio. “Menu yang dia minta, yang biasa dia makan, saat kecil, saat masih ada ibunya. Apa dia sedang merindukan ibunya?” tanya mbok Luna lagi, pertanyaan yang seperti sebuah pernyataan. Fio hanya mengangkat bahu lagi dan meletakkan gelas kotor di wastafel karena satu pelayan sudah berada di sana dan menerima gelas itu untuk segera di cucinya. “Nyonya Fio mau makan apa?” tanya mbok Luna yang bertanggung jawab membuat menu makanan untuk keluarga itu. “Hmm, kentang rebus pakai melted cheese aja mbok,” ucap Fio. “Diet Nya? Tubuh sudah kurus juga,” celetuk mbok Luna membuat Fio tertawa. “Diet itu nggak hanya untuk menguruskan tubuh, tapi juga untuk kesehatan. Aku mandi dulu ya,” ucap Fio seraya menepuk bahu mbok Luna yang sudah mengangguk. Lalu dia berjalan ke kamar melihat Ken yang sudah mengganti bajunya, namun celananya masih tampak berantakan karena bagian bajunya menjuntai keluar. Fio pun menghampiri Ken dan  membantu memakaikan sabuk di celana Ken juga merapikan kemejanya. Sesaat dia menatap cermin di hadapannya, melihat penampilan mereka yang kontras, Fio yang masih mengenakan piyama sementara Ken memakai baju kerjanya yang rapih. Fio memajukan wajahnya menatap cermin dan mengangkat poninya, syukurlah keningnya sudah tak membiru seperti kemarin. “Ken, nanti sore kamu pulang sendiri ya, aku mau senam Zumba dulu seperti biasa,” ucap Fio. “Dimana?” tanya Ken. “Kantor, biasa,” jawab Fio seraya berjalan meninggalkan Ken menuju kamar mandi. Ken hanya terdiam dan keluar kamar. Matanya menatap setiap lantai di bawah kakinya hingga dia hampir menabrak seseorang. “Jangan melamun, nanti jatuh,” ucap mbok Luna seraya tersenyum. Ken hanya mengangguk-angguk sambil tertawa. Mbok Luna mengusap pipi Ken sambil tersenyum getir. Matanya memandang penuh rasa iba pada pria berusia dua puluh delapan tahun yang terlihat masih kekanakkan seperti ini. pria yang belum lama kehilangan sang ayah yang biasa memanjakannya. Namun mbok Luna cukup bersyukur karena dia telah menikah dengan wanita dewasa dan cerdas seperti Fio yang tampak menyayanginya setulus hati. Dia sungguh berharap Ken tak akan mengalami kesakitan hatinya lagi. Dia hanya ingin Ken bahagia bersama dengan istrinya, dia ingin Ken cepat kembali seperti dulu agar bisa merasakan kebahagiaan sesungguhnya, tak bahagia dalam semu seperti  ini. *** Hari ini cukup melelahkan bagi Fio, seharian tadi dia meeting dengan tim produksi, promo, dan beberapa tim lainnya, yang mana rapatnya dipimpin oleh Pasha sekaligus memperkenalkan dirinya yang memegang jabatan baru di perusahaan Dhananfood. Rapat berlangsung sangat lancar bahkan tak terasa mereka menghabiskan banyak waktu untuk membahas packaging baru dan juga inovasi baru yang mereka yakin akan mampu mendongkrak penjualan di pasaran. Para kepala divisi tampak sangat antusias dengan penuturan Pasha. Salah satu cara yang ditawarkannya adalah dengan memakai idol grup yang memang cukup di gandrungi, mie instan memang merupakan makanan yang paling mudah di temui di hampir seluruh negara, karenanya mereka yakin mereka akan mampu melampaui target. Dan dibawah kepemimpinan Pasha dalam rapat ini, semua yang sulit seakan mudah terpecahkan dan membuat mereka semua optimis. Fio melihat sisi lain dari Pasha, dia tahu bahwa Dhanan tak salah memilih orang untuk menjadi tangan kanan Ken. Bahkan Ken sudah keluar dari ruang rapat sejak tadi, entahlah dia kemana? Fio hanya meminta seorang asisten untuk terus mendampingi Ken sampai waktu pulang tiba dan asisten itu ikut mengantar Ken ke rumah karena Fio ingin senam. *** Fio telah mengganti baju kerjanya dengan baju senam khas miliknya, celana legging selutut berwarna hitam, dengan atasan sport bra dengan bagian belakang menyilang dan gradasi warna abu-abu hitam, yang menunjukkan perutnya secara terbuka. Dia juga mengenakan sepatu sport berwarna silver favoritnya dengan gradasi peach yang membuat sepatu itu tampak manis. Tubuh langsingnya membuatnya sangat percaya diri memakai pakaian terbuka seperti ini, terlebih ruang senam memang terpisah dengan ruam gym khusus karyawan sehingga hanya ada para wanita di sana. “Fio, kamu pimpin senam ya,” ucap instruktur yang tubuhnya terlihat sangat bugar meskipun usianya sudah hampir lima puluh tahun. “Yah, mbak mau kemana memangnya?” tanya Fio. Instruktur yang memakai pakaian senam seperti Fio itu pun mengusap perutnya. “Aku kena diare, mau ke toilet, nggak apa-apa ya,” ucapnya seraya menatap Fio dengan tatapan memohon. “Baiklah,” ucap Fio sambil mengerucutkan bibirnya, namun instruktur itu menjawil hidung Fio membuat wanita cantik itu tertawa. “Oke guys, karena instruktur kita sedang ada urusan mendesak, senam aku yang pimpin ya,” ucap Fio kepada para karyawan wanita yang sudah bersiap untuk senam Zumba yang memang di adakan perusahaan seminggu dua kali. Para karyawan wanita pun membentuk barisan dengan merentangkan tangannya, Fio juga meminta Wulan ke depan untuk menemaninya memimpin senam, dan dengan senang hati Wulan membantunya, karena disinilah persahabatan mereka tercipta. Mereka semakin akrab kala itu karena hobi mereka yang sama yaitu senam. Saat yang sama, lewatlah Pasha di depan mereka, dinding kaca itu tentu memperlihatkan jika ada orang yang lewat depan ruang senam, Pasha sudah berganti baju dengan baju olah raga karena Fio yang memang mengatakan bahwa ada ruang Gym di perusahaan itu, dia yang suka olah raga tampaknya sangat senang mendengarnya dan langsung mencoba fasilitas kantornya malam ini. Pasha melambaikan tangan ke arah Fio yang disambut oleh Fio dengan lambaian tangan seraya tersenyum. Tanpa Fio sadari para wanita di ruangan itu terpesona dengan senyum Pasha yang memikat. “Siapa Fi?” tanya Wulan dengan tak lekat melepas pandangan sampai Pasha tak terlihat lagi. “Pasha, manajer baru,” ucap Fio. “Oh itu yang namanya pak Pasha, tadi di ruang promo jadi bahan pembicaraan, katanya ganteng banget, mimpin rapat juga nggak boring. Pantas mereka bicara seperti itu,” ucap Wulan. “Inget kamu sudah berkeluarga,” cebik Fio membuat Wulan terkekeh, “yuk mulai,” imbuhnya. Menyalakan musik dan mulai melakukan gerakan pemanasan yang diikuti oleh seluruh anggota senam malam ini. Fio mungkin tak menyadari bahwa dia yang berada di bagian terdepan itu bisa terlihat dari ruang Gym dimana Pasha tampak lekat memandangnya sambil tersenyum geli. ***  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN