"Kau sudah memberitahu orang tua mu jika kau sakit?" Tanya Tony setelah melihat Perrie meminum obat penurun panas yang ia berikan.
"Belum, aku tidak mau membuat mereka cemas," jawab Perrie.
"Ya sudah sekarang kau beristirahat lah, aku akan berjaga di depan," ucap Tony.
"Bisa kah kau berjaga di sini? Aku tidak kuat jika harus membukakan pintu saat butuh bantuan mu," pinta Perrie.
"Baik, aku akan berjaga di sini," ucap Tony setelah itu ia membantu Perrie berdiri dan menuntun gadis itu masuk ke dalam kamar.
Perrie merebahkan tubuhnya ke atas ranjang yang dibantu oleh Tony, ia merasakan pening yang begitu menyiksa bahkan tubuhnya terasa dingin. Tony menyelimuti tubuh Perrie menggunakan bed cover lalu mematikan AC yang ada di ruangan itu, ia tidak tega melihat Perrie yang sedang sakit saat ini.
"Panggil aku jika kau butuh sesuatu, jika kau tidak kuat berteriak maka telfon aku saja," ucap Tony seraya mendekatkan smartphone milik gadis itu ke arah Perrie sedangkan Perrie yang mendengar perkataan dari Tony hanya bisa mengangguk kan kepalanya, ia terlalu lemas untuk menjawab perkataan pria itu.
Tony segera meninggalkan Perrie, menutup pintu kamar itu dengan perlahan lalu berjalan menuju sofa ruang tamu, tak lupa juga ia menghubungi Dannis yang sedang menunggu nya di parkiran setelah itu ia mengecek beberapa postingan yang masuk ke laman sosial media nya untuk menghilangkan rasa bosan, ia berhenti menggulirkan layar smartphone nya kala melihat postingan milik Willy, dimana adik dari sahabatnya itu yaitu Blake Thomson telah kembali dari Dubai setelah dua tahun bersekolah di negara tersebut.
***
Di tempat lain Vinic yang tengah menikmati secangkir teh buatan sang istri dikejutkan dengan kabar yang diberikan oleh Mark, pria itu memberitahunya jika Perrie tidak masuk bekerja hari ini dikarenakan sakit, Vinic memang mengenal Mark satu tahun yang lalu ketika ia menangkap pencopet yang mengambil dompet milik pria itu, sebagai balas budinya, Mark memasukkan Perrie ke dalam perusahaan tempat ia bekerja.
"Queen!" Teriak Vinic memanggil Luvena yang membuat wanita paruh baya itu terkejut dan hampir saja menjatuhkan cangkir teh yang sedang ia pegang.
"For God sake! Bisakah kau tidak berteriak? Aku di samping mu!" Kesal Luvena pada suaminya tersebut.
"Anak kita demam!" Ucap Vinic dengan nada yang hampir berteriak sedangkan Luvena menghela nafasnya.
"Bersiaplah, kita ke Manhattan sekarang," lanjut Vinic lalu bergegas bangkit dari duduknya dan kembali berteriak memanggil bodyguard nya sedangkan Luvena hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat sikap heboh suaminya tersebut, anak mereka hanya demam, bukan meninggal.
Mereka segera keluar dari mansion lalu menuju ke bandara di mana jet pribadi milik Vinic terparkir di sana. Butuh waktu enam jam bagi mereka untuk tiba di Manhattan.
Di Manhattan Tony menegakkan tubuhnya dari sandaran sofa ketika smartphone miliknya berdering, ia segera berjalan memasuki kamar Perrie, di mana gadis itu tengah menggigil. Tony meraba kening Perrie lalu mencari handuk kecil dan juga kaus kaki di lemari gadis itu, setelah mendapatkan apa yang ia cari, ia segera berlari ke arah pantry, mengambil beberapa es bantu, baskom dan air untuk mengompres kening Perrie.
Tony memeras handuk yang baru saja ia celupkan ke dalam air dan juga es lalu meletakkannya ke kening Perrie dengan perlahan sedangkan Perrie masih menggigil seraya menatap pria itu.
"Akan ku panggilkan dokter," ucap Tony dengan panik seraya memakaikan kaus kaki pada kaki Perrie.
"Tidak per-"
"Shut up, Perrie," kata Tony memotong perkataan gadis itu.
Tony kembali berlari menuju lemari milik Perrie dan mengambil sebuah selimut tipis, setelah itu ia menarik bed cover yang menyelimuti tubuh Perrie dan menggantikannya dengan selimut tipis yang baru saja ia ambil.
Tony duduk di samping Perrie lalu menelfon dokter keluarga nya untuk datang memeriksa Perrie. Ia menatap ke arah Perrie setelah mematikan sambungan telepon dan Perrie pun masih menatap pria itu.
"Kau harus cepat sembuh, okkay," ucap Tony seraya menyentuh pelipis Perrie, memastikan apakah suhu tubuh gadis itu mulai menurun atau tidak.
"Thanks," kata Perrie dengan lemah.
"Kau berhutang budi padaku," ucap Tony yang membuat Perrie tersenyum kecil.
"Baiklah, kau bisa menagihnya kapan saja," kata Perrie.
"Kau nyaman di ruang tamu? Kalau kau mau, ada kamar kosong di sebelah," ujar Perrie.
"Kau tidak perlu khawatir, aku nyaman-nyaman saja tidur di sofa," ucap Tony meskipun badannya terasa begitu pegal berbaring di sofa tersebut, ia terbiasa tidur di kasur yang luas, namun ia tidak ingin terlelap malam ini karna Perrie sedang sakit, ia ingin ketika gadis itu membutuhkan nya ia akan segera datang menghampiri gadis itu.
"Aku tidak percaya," ucap Perrie yang membuat Tony terkekeh.
Tak lama mereka berbincang, bel apartemen berbunyi dan dokter keluarga Wilson yang bernama Dimitry Di Vaio telah berdiri di depan pintu apartemen.
"Anda tidak perlu cemas, Tuan. Nona hanya demam biasa, panas tubuhnya pun sudah berangsur menurun, ini beberapa obat yang perlu nona konsumsi," ujar dokter itu setelah memeriksa Perrie lalu memberikan beberapa obat kepada Tony.
"Baik terimakasih dokter," ucap Tony kepada Dimitri lalu menatap ke arah Perrie.
"Kau beristirahat lah, aku akan mengantar dokter Dimitri," ucap Tony seraya mengusap surai lembut milik gadis itu, setelahnya ia mengantar Dimitri keluar apartemen sedangkan Perrie kembali tertidur setelah Tony dan juga dokter yang memeriksanya keluar dari kamar nya.