Keesokan pagi, Shilla lewati dengan kegiatan rutinnya. Namun, saat menyajikan makanan pada meja makan, saat itu pula tatapan matanya bertemu dengan tatapan tajam milik Revan. Seakan sadar, Shilla langsung memutuskan kontak mata mereka. Setelah itu, Shilla langsung pergi menuju dapur untuk memakan sarapan bersama dengan orang tuanya.
Tak sampai sepuluh menit, Shilla sudah selesai dan bergegas berangkat menuju kampus walaupun kelas pertama dimulai pukul 9. Masih ada 2 jam tersisa.
Shilla memilih menghabiskan waktu 2 jam nya di perpustakaan kampus. Tanpa mau berlama-lama di rumah dengan keadaan jantung yang terus menggila tiap detiknya. Shilla menghindar. Menghindar dari keberadaan anak sulung majikannya –Revan- yang sekarang lebih banyak di rumah karena hanya menunggu jadwal wisuda saja. Shilla terlalu risih dan canggung apabila berinteraksi langsung akibat kejadian kemarin.
Padahal, Revan sendiri pagi ini pun tidak merespon keberadaan Shilla, seperti sebelum-sebelumnya. Mungkin memang Shilla saja yang terlalu menganggap lebih. Sedang Revan hanya menganggap sebagai angin lalu.
Tiba di perpustakaan kampus, tempat ternyaman untuk menunggu waktu dan bersembunyi. Perpustakaan terlihat lengang dan sepi. Mungkin hanya ada beberapa orang saja yang sudah duduk dan sibuk membaca atau mengetikkan sesuatu pada laptop.
Universitas ini merupakan universitas swasta terbaik yang ada di daerah ini. Sama dengan yayasan yang menaungi taman kanak-kanak, sekolah dasar sampai sekolah menengah atas yang dulunya Shilla menimba ilmu juga. Biaya yang dikeluarkan untuk menuntut ilmu di sini tidaklah murah. Berterimakasih lah Shilla pada otak cerdas juga bantuan keluarga Dinata. Jika tanpa keduanya, tidak mungkin Shilla dapat menikmati fasilitas yang di berikan.
Back to topic. Shilla melangkahkan kaki menuju perpustakaan yang terletak lumayan jauh dari gerbang utama kampus. Bersebelahan dengan gedung rektorat. Duduk dan mulai membuka buku pelajaran hari ini. Dirinya tak ingin menyia-nyiakan waktu sedikitpun untuk kegiatan yang tak berguna.
Waktu terus berjalan, tak terasa kelas akan dimulai 10 menit lagi. Bangkit dan bergegas agar tiba tepat waktu.
Kelas pertama dilewati dengan lancar tanpa hambatan. Seperti biasanya.
Kini waktunya Shilla pulang karena memang jadwal untuk hari ini telah usai dan tidak ada kegiatan organisasi lagi. Sebelum kembali pulang, Shilla berencana mendatangi perpustakaan untuk mengembalikan buku yang kemarin dipinjam dan lupa dikembalikan tadi pagi saat Ia di perpustakaan.
Perpustakaan tampak sepi dari luar. Mungkin karena memang sedang jam makan siang, jadi lebih banyak orang menghabiskan makan di kantin atau di taman belakang. Perpustakaan memang sepi di jam-jam siang seperti ini. Penjaga perpustakaan yang biasa standby juga tak terlihat batang hidungnya.
Shilla masuk dan meletakkan buku pada tempat semula setelah sebelumnya mengurus pengembalian buku yang kini dilakukan secara pribadi melalui alat mirip scan barang pada kebanyakan kasir.
Saat akan keluar dari perpustakaan, dirinya dikejutkan dengan kedatangan senior dengan tampilan urakan yang terkenal bad boy dan play boy seantero kampus.
Bukan hanya satu, tapi empat orang. Mereka mulai mendekat ke arah Shilla berdiri. Dirinya takut, apalagi saat melihat mata mereka yang menatapnya tajam. Jangan lupakan seringaiannya itu.
"Ka.. Kalian m.. mau ap..pa??" tanya Shilla gagap. Tentu saja gugup juga.
Tiga dari mereka sudah berhenti melangkah. Namun seorang terus mendekat ke arah Shilla. Dan berhenti tepat di depan Shilla hanya dipisahkan jarak sekitar 15 cm. Shilla tak berani mendongak. Dirinya takut. Keringat dingin sudah mulai membanjiri tubuhnya.
"Mau Gue??" sambil mengangkat dagu Shilla menggunakan telunjuk dan ibu jari nya.
Gadis itu takut bukan main. Mencoba melepaskan cengkeraman tangan yang lumayan erat di dagu. Ditambah aura mengintimidasi dari sekitar. Ingatkan Shilla untuk tidak mengunjungi perpustakaan disaat jam ini.
"Mau Gue, Lo jadi milik Gue!" saat selesai mengatakan kalimat itu, kakak tingkat itu makin mengikis jarak yang entah maksudnya untuk apa.
Shilla cantik, walau hanya dengan tampilan seadanya. Tanpa make up atau brand ternama menempel pada tubuh. Walaupun tak terlalu menonjol, namun tetap ada beberapa orang yang mengenal.
Shilla memberontak mencoba menjauh dari jangkauan pria dihadapan, tapi apalah daya gadis kecil sepertinya harus melawan kakak tingkat pria dan memiliki badan besar berotot pula.
Kini menyerah dan pasrah, lebih memilih untuk memejamkan mata. Bukan berharap merasakan hal itu untuk kedua kalinya, tapi lebih merasa jijik atas apa yang terjadi di depannya.
Setelah menutup mata, Shilla bingung, dirinya tidak mendapati apapun terjadi. Karena penasaran dibukalah matanya. Dan
Bugh
Betapa terkejutnya menyaksikan pemandangan di hadapan. Di mana, tiga orang sudah meringis kesakitan dengan luka lebam dan darah. Dua orang lagi sedang bertanding. Satu kakak tingkat tadi dan satu lagi dia.