Bab 45

1166 Kata
Eden sudah tahu kalau ia akan menjadi target dari siluman ikan. Pemberian buah kelapa hanya alibi saja. Yang pastinya, dia tetap menembak sasarannya. Orion dan Ren senang ketika melihat awal dari kesengsaraan Eden. Mungkin di mata mereka seperti itu, tapi tidak tahu kedepannya seperti apa. Kalau James jangan ditanya lagi. Justru pria itu sangat kesal jika berurusan dengan siluman yang menyebalkan. Sifat angkuh yang dimiliki membuatnya ingin membakarnya hidup-hidup. Sayang seribu sayang, semua keinginan itu harus sirna karena janjinya kepada Eden. Para siluman lain bernafas lega karena terbebas dari penderitaan yang sudah berada di depan mata. Mereka pun bergegas pergi begitu saja karena merasa sudah tidak dibutuhkan. “Jangan harap kalian bisa keluar dari tempat ini.” Senyum licik terlihat jelas di sudut bibirnya. Dengan cepat, ia mengeluarkan sebuah botol, lalu membukanya. Tiba-tiba tubuh para siluman itu tersedot masuk ke dalam botol. Orion dan Ren mundur selangkah, mulai waspada hendak memasang tameng. “Kalian bisa pergi. Aku tak membutuhkan kalian.” Siluman ikan lebih tertarik dengan Eden yang masih berdiri tak jauh darinya. “Pergi!” teriaknya dengan cepat sampai membuat sisa dari kandidat terhenyak kaget. Talk tanggung-tanggung karena diusir, lantas mereka pergi meninggalkan Eden dan James begitu saja. “Kenapa kau tak pergi?” pertanyaan itu ditunjukkan kepada James. “Aku ingin bersamanya,” tunjuk James tanpa keraguan. Siluman ikan itu berbalik arah, “Masuk!” Mereka bertiga pun masuk ke dalam pondok. Eden dan James menatap sekitar ruangan karena bagi mereka tempat itu terlalu aneh. Banyak beberapa tangan dan juga kaki di pajang dalam kaca. Lidah mereka seakan kaku tak biasa bersuara. Dalam keadaan genting seperti ini, James takut terjadi sesuatu pada Eden. Dia sekarang adalah siluman lemah tanpa bakat apapun. Jika dia tak bertahan lama, maka pengorbanannya sia-sia saja. “Duduk! Kenapa melamun?” Siluman ikan memberi mereka teh uuntuk di nikmati. “Diluar sebentar lagi hujan angin,” celetuknya tiba-tiba. Keduanya pun menoleh pada matahari yang tertutup awan tebal. “Kenapa kau mengundangku kemari?” tanya Eden. Akhirnya yang di tunggu tiba, Eden berinisiatif untuk tanya terlebih dahulu. “Karena aku butuh bantuan mu.” Senyum siluman ikan menyungging, seakan penuh misteri. Bagaimanapun dia adalah orang baru yang tak dapat dipercaya. “Katakan.” Eden tidak akan melepaskan kesempatan ini untuk memperalat siluman ikan yang ada dihadapannya. “Hanya ingin sesuatu yang lebih menarik.” Hawa dingin di seluruh ruangan kini berkumpul menjadi satu.Eden dan james merasakan sesuatu yang aneh dengan siluman ikan itu. dengan sekali gerakan, tangannya bergerak mengangkat leher keduanya. “Ingat..., jangan berpikir untuk melawanku. Lagi pula kau sangat lemah.” Tangan kuat itu terus terangkat sampai tubuh keduanya mengambang. James hendak mengeluarkan rantainya, tapi Eden memberi kode dnegan gelengan kepala agar niatnya di hilangkan. “Satu hal yang pasti. Jika kau tak menurut, semua temanmu akan mati.” Jelas perkataan itu adalah ancaman. Kepala kedua mendongak berusaha melepaskan diri karena pasokan udara yang kian menipis. Merasa siluman yang ada di depannya sudah lemas, dia melepaskan cekikan itu. mereka terbatuk-batuk sambil memegang lehernya sendiri. Tak lupa juga menghirup udara sebanyak-banyaknya. “Apa tujuanmu?” tanya Eden terengah-engah. Tawa siluman ikan pecah memenuhi ruangan. Ternyata firasatnya benar, siluman rubah putih salju yang lemah itu sangatlah menarik perhatiannya. “Bukankah aku bilang, kau akan menemaniku semalam di pondokku.” Dia berjalan menuju ke sebuah kursi-duduk dengan ekspresi dingin. Sisik yang ada di wajahnya terus bertambah luas. Kali ini bukan berwarna hijau, melainkan berwarna kuning ke emasan. “Kau di kutuk!” James berdiri tegak seolah menantangnya. Raut wajah siluman ikan berubah menjadi cerah, tapi masih menyimpan penuh misteri. “Dan kalian yang akan menjadi pemecah kutukan itu.” Inilah rencananya, membawa Eden untuk dijadikan pemecah kutukan. Kutukan yang diderita selama ratusan tahun itu membuatnya tak bebas bergerak. Sejauh ia melangkah, maka sisik ikan yang ada di wajah terus bertambah. Jika bukan karena naga itu, pasti dia bisa pergi dari tempat kumuh ini. sayangnya, sang naga yang akan menjadi dewa memberikan kutukan kepadanya, yaitu kutukan kulit bersisik. “Bagaimana kalau kita membuat kesepakatan.” Eden menatap ke arah siluman itu dnegan tenang. Ia tahu dendam antara dia dan naga karena cerita itu sudah menyebar. Hanya saja untuk laut hitam, pria itu tak tahu mengenai kenapa laut tersebut berubah menjadi hitam? Bukannya bahagia, tapi siluman ikan malah mengejeknya dengan tertawa. Pria siluman seperti Eden ingin memecahkan kutukan yang sudah bersarang ratusan tahun adalah hal yang tak mungkin. Karena kutukan ini hanya bisa hilang jika ada yang mau berkorban dengannya. “Lucu sekali kalau kau punya niatan seperti itu.” “Aku tak bercanda.” James berbisik, “Kau tahu caranya. Jika kau salah langkah lagi seperti di Hutan Keramat. Nyawamu bisa melayang dua kali.” Eden tak akan bertindak di luar pemikiran logikanya karena pengalaman pahit itu. Makanya ia harus berpikir cerdik untuk keluar dari situasi tak menguntungkan seperti ini. “Kau tenang saja, yang penting kita keluar dari tempat ini.” Melihat laut hutan, pasti semua ada hubungannya dnegan siluman ikan yang ada di depannya. Sisik yang terus menyebar menggerogoti kulit perlahan pastinya sangat menyakitkan. Tak ada yang lebih baik dari tawarannya, kecuali kematian. Dan pastinya, siluman itu tak ingin mati sia-sia. “Jadi, apa jawabanmu?” tanya Eden lagi. Masih berdiam diri, siluman ikan menatap Eden yang tak bisa di baca wajahnya. Ternyata, dia bukanlah siluman biasa, meskipun lemah. Eden cerdik, dan ia suka itu. akan tetapi kecerdikan itu pasti bisa membunuhnya suatu hari nanti. Jika resiko terbebas dari kutukan adalah hal yang tak pasti, ia ingin mencobanya. “Apa yang ingin kau lakukan untuk menghancurkan kutukan itu?” Sebelum menyetujui kesepakatan mereka, siluman ikan tak ingin mengambil tindakan gegabah. Eden mengulas senyum tipis atas kehati-hatiannya. James yang berada tak jauh dari mereka berdecih ringan, memutar bola matanya malas karena tak ada yang menarik. Jika Eden sudah mengatur strategi, pasti akan sangat membosankan. Terlebih lagi, sekarang dia hanya mengandalkan otaknya saja. Mata James menatap pada langit yang terus menebal. Bunyi petir menggema di saudara, menyambar langit beberapa kali. Kilatan biru itu terlihat jelas sampai membuat suara gemuruh hebat. “Akan di mulai, aku yakin teman kalian akan kesulitan menangani ini.” Senyum tipis terlihat jelas di mata Eden. Sementara James masih mengerutkan kening melihat petir-petir yang saling menghantam satu sama lain. ‘Sebenarnya, apa rencana siluman menyebalkan itu,’ batin James merasa ada yang aneh dengan siluman ikan. Eden juga ikut mengamati petir yang tak biasa tersebut. Matanya mentajam ketika melihat pola petir yang tak biasa. Wajahnya menoleh seketika ke siluman ikan, “Kau sengaja menjebak mereka!” sentaknya dengan keras. Tubuh Eden memang siluman, tapi memiliki jiwa manusia yang cenderung memiliki welas asih kepada sesama, dan itulah kepribadiannya. Tangan siluman itu mengeluarkan bola air, dilempar tepat mengenai sesuatu di dekat pintu masuk. Lantai yang mereka pijaki langsung terbelah menjadi dua. Blam Mereka semua masuk ke dalam, dan lantai tertutup kembali. Bunyi petir saling menyahut itu terus saja menggema di luar. Pondok kecil yang semula di tempat perlahan menghilang tak berbekas sama sekali. Semuanya kosong, hening, seperti tak ada kehidupan. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN