Gallio langsung menggebrak meja ketika Mike mengutarakan rencananya untuk masuk ke dalam istana. Bagaimana ia tak marah, jika sang kakak memintanya untuk memakai sesuatu di dalam kotak itu.
Mike mendesah ringan dengan perlahan mengeluarkan benda yang ada di dalam kotak. Sebuah gaun merah, dipadu dengan warna hitam. Tidak hanya itu, ada topeng berbetuk kulit manusia.
Sepertinya, Mike benar-benar sudah menyiapkan semuanya sedari awal. Gallio merasa dipermainkan olehnya sebab rencana konyol itu. “Sumpah, aku tak setuju,” katanya penuh penekanan.
“Hanya menyamar saja, tak lebih.” Mike memohon dengan wajah melas. “Demi ayah kita, Gal....”
Semua rencana Mike selalu berisiko, dan bahkan dia sudah memikirkannya dengan matang, yaitu menggunakan wajah Kelly untuk menghadapi Alan. “Sudah lama, pasti dia tak akan mengenali Kelly.”
Gallio berdecak sebal, merebut kota itu dari tangan Mike. “Aku setuju, tapi setelah misi ini selesai, aku ikut ke perbatasan.” Sudah dari dulu, siluman itu mendambakan perjuangan di perbatasan dimensi.
“Aku berjanji,” jawab Mike sedikit ragu, takut kalau Gilbert tak akan menyetujuinya. Walau bagaimanapun keputusan tetap di tangan sang ayah. Layak atau tidaknya Gallio berjaga di perbatasan, semua tergantung dia.
Gallio tak menjawab apapun, dan segera masuk ke dalam kamar. Mike masih mengatur strategi sambil menunggu sang adik selesai berdandan. Meskipun minim info, setidaknya ia tahu kalau ada sebuah pintu rahasia di antara pohon besar kembar. Kata-kata Eden yang penuh teka-teki itu akan dikuak bersama saat mereka mulai misi penyelamatan.
“Mike,” panggil Gallio sedikit ragu, malu untuk memperlihatkan penyamarannya. Kepala Mike mendongak, “Kenapa kau menutupinya dengan selimut? Aku jadi tak bisa melihat.”
Gallio ragu untuk menuruti Mike. Tapi ia berusaha membuat dirinya terbiasa. “Jangan tertawa.” Matanya tertutup rapat, dan langsung membuka selimut yang membungkus tubuhnya dnegan cepat.
Ketika selimut itu jatuh ke lantai, mata Mike berkedip berulang kali. Karena tak ada suara, Gallio pun membuka kedua matanya. “Aku merasa tak cocok.”
Mike masih diam terpaku dengan apa yang dilihat. Wajah Gallio yang sedikit tak seperti pria ternyata bagus di dandani ala gadis desa. Terbukti bahwa pakaian itu cocok untuknya. Tanpa sadar, ia mengangguk berulang kali.
“Mike!” sentak Gallo dengan keras. Mike gelagapan, refleks melempar topeng yang ada di atas meja ke arah sang adik.
“Maaf, aku tak sengaja.”
“Lupakan. Aku akan memakai ini.” Gallio pergi dnegan raut wajah yang tak bisa digambarkan. Tentu Mike merasa bersalah, dan mengikutinya dari belakang.
“Aku akan membantumu.”
“Tak usah, aku bisa sendiri.” Gallio memasang topeng itu dnegan wajah cemberut. Mike menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal.
“Kau berpenampilan baik memakai baju itu,” katanya sambil membuang muka. “Berakting Lah dan tunjukkan kinerja mu.” Ia berdehem, meninggalkan Gallio yang masih dalam kondisi merajuk.
“Bilang saja kau kau mengolok ku. Dasar rubah tua!”
Gallio menempelkan topeng wajah itu dengan sempurna. pantulan dirinya pun sangat jelas di cermin. Itu wajah Kelly yang merupakan saudara bungsunya. Siluman rubah merah dengan keistimewaannya tersendiri. Meskipun ras rubah merah terkenal keji dan kejam, tapi tidak dengan gadis itu.
Kelly cenderung memiliki sikap ramah, peduli, dan juga baik hati. Terlebih lagi jika berurusan dengan Eden. Mengingat tentang rubah putih salju itu, membuatnya muka. Dan yang diingat sekarang sedang melakukan perjalanan menuju ke Laut Hitam.
Eden menatap matahari yang kian menyorot. Berjalan setapak demi setapak membuatnya lelah. Sesekali, ia melirik ke arah James yang mengalami hal sama. dia terlihat kehausan karena kondisinya yang merupakan manusia.
“Sedikit lagi kita sampai.” Derek terus menyemangati mereka berdua agar bisa melalui perjalan dengan mudah. Benar saja, tak lama kemudian mereka sampai di bukit yang merupakan gerbang masuk tempat tinggal naga.
Laut yang ada di depan mata mereka benar-benar berwarna hitam, seperti tak ada kehidupan sama sekali. Bahkan kecantikan dari laut tidak terlihat. Eden menatap laut itu dnegan penuh seksama. Kalau dipikir-pikir, warna laut menggambarkan hati yang penuh dnegan ambisi. Banyak dari manusia yang terjerumus memiliki hati yang gelap. Ia mengibaratkan warna sama dengan hati manusia.
“Apa yang tertulis di gulungan itu?” Eden menoleh ke arah James.
“Gulungan mana? Gulungan itu hanya tertulis tempat yang kita tuju.” James membuka kembali gulungan itu. Matanya berkedip berulang kali, melihat hal luar biasa yang tak pernah dilihatnya. “Apakah ini sihir? Kenapa gulungan ini berganti tulisan?”
“Dasar bodoh!” ejek Ren cukup keras, di dengar oleh semua siluman. “Apakah kau tak pernah mendengar peta ajaib?” Siluman berbaju merah muda itu tersenyum menyungging, ternyata James mempunyai kelemahan, yaitu tidak memiliki informasi dasar tentang peta.
James hendak menghardik, tapi dicegah oleh Eden sebab melihat para kandidat lain sedang pergi ke arah barat. “ lebih baik kita pergi.” Keduanya pun meninggalkan Orion dan Ren sendirian.
“Kita harus bertindak cepat, Rion.” Ren menarik lengan Orion untuk terbang menuju ke arah barat. “Di gulungan itu tertulis mencari siluman ikan.”
“Apakah kau tahu, tempat siluman ikan berada?” Orion mengikuti Ren dari belakang. “Tentu saja. Karena aku pernah bertemu dengannya.” Mereka berdua terus terbang hingga sampai ke pondok kecil di tepi pantai.
“Kalian terlambat.” Leonardo tiba-tiba muncul dari atas pohon. Keduanya pun tersentak kaget, mengelus dadanya berulang kali.
“Sejak kapan kau ada di sini, Ardo/”
“Sejak tadi.” Leonardo membuka pintu gubuk itu dengan pelan. Belum sempat pintu terbuka lebar, beberapa sisik melayang ke arahnya. Ia pun menghindari diri dengan cepat.
“Pergi!” teriaknya menggema di udara seperti gelombang suara. Ketiganya langsung mundur bersamaan sambil menutup telinganya rapat-rapat.
Setelah suara itu tak terdengar, pintu pun tertutup dengan cepat. “Pergi! Aku tak menerima kedatangan kalian!”
Blam
Ledakan melingkar di halaman gubuk itu sangat keras. Mereka langsung terbang mudur seketika. Sementara siluman yang lain berlari menuju ke tempat ledakan itu.
“Jangan gegabah!” teriak Derek ketika melihat ketiganya hendak menyerang.
“Urusi urusanmu. Aku harus mendapatkan siluman itu,” desis Orion mengeluarkan panahnya.
Tiba-tiba, pintu pondok itu terbuka lebar. Seorang pria bermata hijau, dan memiliki sisik diwajahnya keluar dengan wajah tegas, dingin, terlihat tak tersentuh sama sekali. “Tamu yang tak di undang. Akan membuat keributan.”
Kesepuluh kandidat selir itu berkumpul menjadi satu. Mata green milik siluman ikan terus menatap ke Eden yang masih berdiam diri mengamati situasi. Bahkan setiap ia bergerak, dia selalu menatapnya.
“Ada yang salah dnegan siluman itu?” bisik James tepat di daun telinga Eden.
“Aku rasa, dia mengetahui sesuatu.” Sebenarnya, Eden berlagak acuh, padahal pikirannya melayang kemana-mana. “Dia mencurigakan.”
“Aku tahu tujuan kalian pergi ke dalam Laut Hitam, tempat naga bersarang.” Dia berjalan mendekati mereka untuk menatapnya satu persatu. “Tinggal bersamaku semalam, maka kalian bisa menemukan jawabnya.”
Orion mengepalkan tangannya dengan kuat. Kesabaran yang di miliki ada batasnya. Bagaimana bisa siluman rendahan bernegosiasi tak penting seperti ini? Dia benar-benar membuatnya jengkel.
“Kenapa kau menatapku seperti itu?” bentaknya kepada Orion. “Sisi gelap mu akan membunuhmu.” Hembusan angin menerpa mereka semuanya. Perkataannya bagaikan pisau yang berkarat.
“Apa maksudmu? Kau pikir, aku tak memiliki sisa hidup?” nada Orion begitu tinggi sebab segala perkataan siluman ikan menyakiti hatinya.
“Hanya ucapan omong kosong.” Dia pergi beralih ke Eden yang membuang muka ke arah lain. Dagunya pun ditarik, dan mereka saling berhadapan. “Kau lemah, tak berdaya.”
Ucapan kebenaran itu membuat bibir Eden melengkung tipis, “Aku muak dengan perkataan yang sama itu.”
Derek menengahi, “Tolong..., jangan sakiti dia.”
Mata siluman itu beralih ke Derek, dan langsung mencekik lehernya dengan cepat. “Jangan terlalu mencampuri urusan orang lain.” Angin berhembus dengan cepat, pasir pun ikut terbawa udara yang bergerak itu. terbentuklah pusaran angin seperti tornado, tapi sangat kecil mendekat ke arah mereka. Sebuah kelapa jauh tepat di depan masing –masing.
“Ambil itu, buka isinya. Jika tak ada isinya, kalian boleh meninggalkan tempat ini, dan yang ada isinya, harus tinggal untuk menemaniku semalam suntuk,” katanya sambil melepas cekikan yang masih setia berada di leher Derek.
Mereka semua menelan ludahnya kepayahan karena gugup luar biasa. Ren tak mengerti, kenapa siluman ikan yang terlihat baik, ternyata begitu kejam. Sepertinya, ia salah menilai.
Dan lagi, buah kelapa yang di maksud sungguh membuatnya tak ingin membuka. Jujur, Ren takut harus tinggal dnegan psikopat seperti siluman ikan.
Kalau Eden jangan di tanya, pria itu malah sudah membuka buah kelapa tanpa keraguan. Ketika buah itu terbuka lebar, hal yang tak terduga terjadi, dan Eden hanya bisa tersenyum bodoh saja.
Bersambung