Apa yang diinginkan oleh Irene selalu saja terpenuhi dalam sekejap mata. Wanita itu merupakan pemimpin yang tak memiliki belas kasihan. Akan tetapi jika menyangkut sesuatu yang ingin dimiliki, wanita itu akan memberi sebuah kelonggaran.
Bukan cinta yang diinginkan, melainkan tubuh Eden. Nafsu untuk merengkuh tubuh siluman lain terlihat jelas di matanya. Keinginan itu semakin kuat setiap hari seiring berjalannya waktu. Hanya Eden Lah yang selalu memenuhi otak gilanya. Katakanlah bahwa dia benar-benar terobsesi dengan Eden.
Irene mengambil gelas berwarna emas tak jauh darinya. Kaki jenjang cantik itu bergerak gemulai seakan minta untuk di raba. Semua pandang mata menatap takjub, tapi tak berani mendongak. Mereka hanya bisa menyimpan keinginan di dalam hati.
Selangkah demi selangkah wanita itu berjalan, maka pengawal yang dilewati langsung menunduk hormat. Tak ada yang bersuara, hanya ada seretan jubah merah miliknya. Irene menjilat bibirnya s*****l, tersenyum penuh kegembiraan. Besok, adalah hari dimana akan di adakan perlombaan untuk memenangkan posisi selir.
Gelas emas itu terangkat, menempel sempurna di bibir seksinya. “Alan...,” panggilnya dengan lirih. Siluman bertopeng itu muncul seketika. “Apa perintah mu?”
Alan adalah seorang hamba setia dari Irene. Dia bersumpah tak akan mengkhianatinya apapun yang terjadi. Meskipun Alan bersikap kurang sopan, wanita itu sangat suka dengan kinerjanya selama ratusan tahun. Lagi pula, mereka teman semasa kecil.
“Apa ada perkembangan mengenai Gilbert?”
“Sejauh ini dia bungkam. Sesakit apapun penyiksaan yang dirasakan, suaranya tak keluar sama sekali.”
Tangan Irene mengepal kuat. Posisinya sebagai sang ratu akan terancam jika si pelindung yang di maksud benar-benar datang. Padahal, para prajurit terlatih nya sudah menyebar di seluruh alam siluman.
“Cari ke alam manusia. Mungkin dia lari ke sana.” Irene membuang gelas emas itu begitu saja karena kesal. Wanita itu memilih berjalan menuju ke sebuah ruangan. “Malam ini, kau temani aku.”
Alan mengangguk setuju, berjalan mengekor Irene dari belakang. Pasangan itu masuk ke dalam ruangan. Para pengawal pun memicingkan mata, seperti tak suka dengan siluman bertopeng itu.
Beralih ke Eden dan James yang sedang memakai pakaian serba hitam. Mereka berdua keluar dari kamar secara sembunyi-sembunyi seperti pencuri. Malam yang gelap gulita itu sebagai saksi aksi keduanya.
Setelah berjalan beberapa menit, mereka sampai pada tembok berwarna abu-abu. “Apakah kau yakin ini tempatnya?” bisik James meraba tembok itu.
“Aku yakin. Tapi, kemana pintu itu pergi?” Eden pun ikut meraba tembok tersebut. Tak ada yang aneh karena terlihat seperti tembok pada umumnya.
“Kenapa aku merasa kalau semuanya terlihat sunyi?” James menoleh ke kanan dan ke kiri, tak ada pengawal yang berjaga, dan juga semuanya hening.
Tiba-tiba, pria itu menyeret Eden menjauh dari tempat itu. “Apa yang kau lakukan?” desis Eden dengan kesal.
“Diam lah,” bisik James sangat pelan. Benar saja, ada beberapa pengawal mendekati tembok itu dengan membawa gada yang sangat besar. Apakah mereka gila? Buat apa gada sebesar itu?
Sebelum pintu itu menghilang kembali, Eden menyeret lengan James dnegan cepat untuk masuk ke dalam ruangan itu. sebuah lorong gelap dengan bau tak sedap, ditambah udara yang lembab. James hendak muntah, tapi di tahan.
“Baunya benar-benar busuk.”
“Jangan bersuara.”
Mereka berjalan mengikuti para pengawal itu dengan perlahan hingga sampai di sebuah ruangan yang begitu ketat penjagaannya. Ketika hendak mendekat, James menginjak sesuatu hingga menimbulkan bunyi.
“Siapa di sana?” teriak salah satu pengawal. Eden langsung menyeret James bersembunyi di dalam ruangan lain.
“Aku yakin ada sesuatu di sini. Pasti ada penyusup. Cari dia!” beberapa pengawal pun bergegas mencari mereka. James mengeluarkan mantra penyembunyian diri untuk ditempel di dinding.
“Kerja bagus, Jam.”
Mereka berdua pun bersandar santai di dinding sambil mengawasi sekitar. Tak lama kemudian, para pengawal masuk ke ruangan tempat mereka bersembunyi.
“Aneh, tak ada seorang pun.” Sang pengawal sempat curiga dengan sekitarnya, tapi mereka tak menemukan sesuatu meskipun di cari seluruh ruangan.
“Mungkin pendengaran mu sudah rusak. Sebaiknya kita segera menyiksa Gilbert atau Tuan Alan akan marah.”
Mendengar nama Gilbert, raut wajah Eden langsung menggelap. Ternyata, mereka menyiksanya dengan brutal, dan tak mengenal ampun. Raut wajah yang berubah itu terus terlihat oleh James.
Dimatanya, Eden banyak berubah. Jika di masa lalu dia penuh pertimbangan, maka di masa sekarang terlihat gegabah. Apalagi, dia menjadi siluman. Para siluman memiliki sifat yang tak pernah berpikir panjang.
Ketika Eden hendak melangkahkan kakinya, James langsung menarik tangannya kembali diiringi dengan gelengan kepala. Pria itu lantas memejamkan mata untuk menetralkan amarahnya.
“Kenapa bengong? Lebih baik kita segera kembali.” Salah satu pengawal menyeret pengawal lain yang sedang berdiri menatap dinding tempat Eden dan James bersembunyi. Setelah mereka benar-benar pergi, James melepas mantra itu, lalu menyimpannya kembali.
“Huh, hampir saja.” Ia lega karena tidak ketahuan. Matanya pun melirik ke Eden yang masih memiliki wajah gelap. “Jangan terlalu gegabah, Ed. Pikirkan sebelum bertindak.”
Memang tak mudah mengontrol hawa nafsu siluman, dan Eden berusaha dengan baik untuk mengendalikan diri, tapi tetap saja pikiran jernih yang dimiliki menolak dengan cepat.
Tiba-tiba suara teriakan yang dikenal oleh Eden terdengar jelas. James sedikit kaget dnegan suara teriakan yang menyakitkan itu. Bahkan ia sampai menutup kedua telinganya rapat-rapat.
“f**k! Mereka benar-benar gila!” teriak James dnegan keras. Ia tak mengerti bahwa teriakan itu miliki kenalan Eden, dan dengan santai mengumpat di depannya. Wajah Eden yang semula sudah menggelap, tambah menggelap lagi. Amarah yang ditahan pun tak terbendung, dan hendak meluber.
Wajah Eden pun mulai berubah-menunjukkan sisi siluman rubah. Bulu-bulu mulai tumbuh, dan suara geraman pun terdengar di telinga James. Kuku jarinya mulai memanjang, dan juga giginya semakin runcing.
James tahu bahwa Eden mulai lepas kendali. Untuk itu ia bersiap mengeluarkan rantai pengikat miliknya untuk menekan kekuatan milik sahabatnya.
“Ed, jika kau berubah sekarang. Aku akan mengikatmu dengan rantai milikku.”
Grrrrr
“Aku tak peduli.” Eden lari dengan cepat, tapi kakinya terlilit rantai milik James. Pria itu terpaksa melakukan kekerasan padanya. “Jika kau seperti ini, rencana yang sudah kita susun akan sia-sia. Temui dia setelah proses penyiksaan.”
James menarik rantai sekuat tenaga meskipun Eden meronta dengan upaya yang keras. sungguh menyakitkan ketika rantai yang dipenuhi oleh api mantra mengenai dirinya. perasaan panas terbakar sampai ke tulang belulang. Air mata Eden menetes, jadi inikah rasa sakit para siluman yang dibasmi nya dulu? Sungguh, ia merasakan penderitaan yang sama.
James memeluk Eden dnegan cepat, “Maafkan aku, Ed. Kendalikan dirimu.” Jujur saja, ia tak memiliki cara lain lagi. Yang di otaknya untuk mengendalikan siluman hanya bisa menggunakan rantai miliknya. “Semua akan baik-baik saja.”
Tak dapat dipungkiri, perubahan mendadak bagi Louis yang sekarang menjadi Eden telah membawa dampak besar, bayangkan saja jika itu terjadi pada James, ia pasti tak akan sanggup berjalan di atas duri yang terus mengenai telapak kakinya hingga berdarah.
Bersambung