Gilbert meraung kesakitan di tengah hening nya ruangan. Tak hanya di pukul dengan gada besar, bahkan ia dicambuk beberapa kali. Pakaian yang dikenakan pun sudah tak berbentuk sama sekali. Meskipun tubuhnya tak kuasa menahan beratnya penyiksaan, tapi hatinya selalu teguh.
Katakanlah bahwa dia sangat keras kepala. Para pengawal yang menyiksanya juga tak kalah heran. Kalau siluman pada umumnya akan menyerah begitu saja setelah melalui proses penyiksaan yang begitu menyakitkan.
Akan tetapi tidak dengan Gilbert yang masih memasang wajah senyumnya. Padahal dia sudah sangat sekarat, mau bicara pun tak bisa, apalagi bergerak.
“Kita sudahi saja. Dia terlalu keras kepala. Aku muak menyiksanya.” Jika bukan karena perintah dari Alan, mereka tak akan mau membuang waktu hanya untuk menyiksa Gilbert.
“Kenapa kau tak jujur saja? Kau membuat hidupmu sulit.” Pengawal berkepala babi itu memegang rahang Gilbert dengan kuat. “Jika kau bicara, maka kami akan melepaskan mu.”
Gilbert bukan siluman bodoh yang percaya dengan perkataan mereka. Besar kemungkinan jika ia jujur, pasti Irene akan membunuhnya. Untuk mengulur waktu, diam adalah pilihan terbaik.
“Nikmati harimu, besok kami datang lagi.” Mereka pergi setelah menyiksa Gilbert. Bekas dari siksaan itu masih sangat basah. Ia hanya meringis kesakitan , berusaha untuk mendongak, tapi gagal.
Tiba-tiba, pintu ruangan di buka kembali oleh seseorang. Karena terlalu lemah, Gilbert hanya diam saja, mengabaikan yang mendekat ke arahnya.
“Gilbert,” panggil suara yang familiar.
Gilbert ingin tertawa karena halusinasi untuk sekian kalinya. Ditengah rasa sakit yang dirasakan, suara Eden terus saja terngiang. Mungkinkah karena semua yang dilakukan demi siluman kecil itu?
“Gilbert....!” Kali ini, suara itu terdengar jelas, dan semakin dekat. Merasa ada yang aneh, Gilbert berusaha mendongak ke atas. Benar saja, ada wajah yang begitu familiar, dan ia yakin bahwa dia adalah Eden.
Meski pandangan Gilbert mengabur, ia tahu persis bahwa siluman yang ada di hadapannya adalah Eden. Tak mau berpikir panjang, dia melangkahkan kaki dengan cepat untuk memeluknya.
“Aku akan membawamu pergi dari sini.” Rantai yang melilit tangan dan kaki Gilbert hendak dilepas oleh Eden, tapi James mencegahnya.
“Jika kau melakukannya sekarang, Irene akan curiga.”
Gilbert mendengar suara asing, dan berusaha mencari keberadaannya meski pandangan mata itu buram. Wajah asing terlihat jelas di sana, bukan manusia juga bukan siluman, tapi lebih ke bau siluman.
Melihat Gilbert yang terus memandangi James, Eden berbisik padanya. “Jangan khawatir, dia James. Seorang manusia pemburu siluman, datang membantuku.”
Bola mata Gilbert melotot sempurna, “B-berbahaya,” katanya lirih.
“Dia sudah memakai ramuan penghilang aroma.” Eden memberikan air kepada Gilbert. “Kita pergi dari sini.”
Gilbert menggeleng lemah, “Seharusnya kau tak ada di sini, Ed. Tempat ini sangat berbahaya.” Bukan ini yang diinginkannya, datang ke tempat musuh sama saja masuk kandang singa.
“Aku harus mencari cermin kuno itu, Gil.”
“Apa?” teriak Gilbert tak percaya. Pria itu langsung terbatuk darah seketika, James langsung bertindak dengan mengelap sudut bibirnya yang berdarah.
“Tenang kan dirimu.” Eden tahu, apa yang dilakukan sangat berbahaya. Tapi, keinginan untuk kembali menjadi manusia sangatlah besar.
Gilbert hanya tak meyangka kalau Mike akan memberitahu rahasia yang sudah disimpan ratusan tahun lalu. Andai saja ia tak ketahuan, pasti Mike juga tak akan tahu. Apa sebenarnya yang diinginkan anak pertamanya, sampai berani menyuruh Eden masuk ke istana?
Telinga Eden bergerak-gerak, perasaan cemas pun mulai singgah dihatinya. James mengerutkan kening mendengar derap langkah beberapa orang tak jauh dari mereka.
“Kita harus pergi dari sini, Ed. Ada banyak pengawal yang datang.” James meraih pergelangan tangan Eden begitu saja, padahal dia belum siap bilang sesuatu pada Gilbert.
“Pergilah... aku baik-baik saja,” kata Gilbert dengan wajah lemahnya. Terus terang Eden berat meninggalkan pria tua itu sendirian, tapi karena posisinya terancam ia pun mengikuti alur James begitu saja. ‘
Mereka lari, menjauh dari tempat itu. Bersembunyi di lorong gelap gulita untuk menghindari para pengawal istana. Tidak hanya pengawal khusus, ada beberapa prajurit yang sedang berlari menuju ke ruang penyiksaan Gilbert.
James pun terus menyeret Eden tanpa berhenti ketika para prajurit itu menjauh. Sepertinya,. Ada yang mencium aroma pergerakan mereka. Dari jauh, keduanya melihat siluman bertopeng yang sedang terbang di udara.
“s**t!” umpat James dengan keras. Eden menatap Alan dengan pandangan aneh karena menghirup aroma Irene.
“Dia berhubungan badan dengan Irene.”
Perkataan Eden sukses membuat James menganga lebar. “Dari mana kau tahu?”
“Bau Irene menempel padanya.” Indera penciuman Eden perlahan meningkat, meskipun samar-samar.
“Lebih baik pergi, sebelum dia menyadari keberadaan kita.” Mereka berdua bergegas pergi dengan mengendap-endap, setelah keduanya pindah tempat barulah Alan menoleh karena merasakan pergerakan.
“Pasti ada siluman lain.” Alan turun menuju ke bekas tempat Eden dan James bersembunyi. Sayang sekali, sebanyak ia mencium bau di tempat itu, tak ada yang mencurigakan. “Sial! Aku pasti akan mendapatkan mu.” Ia menghilang begitu saja, pergi ke kamar Irene. Terlihat bekas percintaan mereka yang masih baru.
“Kenapa kau kembali begitu cepat?” Irene meraih gaunnya untuk dipakai, bangkit dari ranjang berjalan mendekati Alan. Senyum lembut menggoda itu terlihat sangat seksi dan juga menggairahkan. Tangan wanita itu meraba d**a bidangnya, menguji hasrat yang baru saja di keluarkan.
Alan mengeram tertahan, mengepalkan tangan dengan kuat. Pesona Irene memang luar biasa. Jika bukan karena tergoda, ia pasti bisa menolak dengan mudah. Sayang sekali, kepintarannya dalam memainkan hasrat sangat piawai.
“Apakah kau ingin mengulang percintaan kita?” Irene masih belum puas dengan pusaka emas milik Alan. Wanita itu ingin lebih, dan juga merasakan sensasi yang hot. Sayang sekali, pria setampan Alan hanya diperbudak saja.
Irene memiringkan senyumnya, dan terus meraba tubuh Alan mulai dari leher hingga sampai ke area terlarang. Mata pria itu mulai terpejam, merasakan sensasi demi sensasi yang membuat darahnya mendidih.
Siapa yang bisa menolak pesona Irene? Hanya siluman bodoh yang tak mau memiliki tubuh indahnya. Sayangnya, Alan tak mencintai wanita itu, karena hatinya sudah berlabuh pada siluman rubah merah yang lain. Dasar pria b******k! Kata itu yang cocok untuknya.
Tak ingin menunda hasrat yang sudah di pucuk ranting, Alan langsung mendorong tubuh Irene ke atas ranjang, menciumnya dengan penuh gairah mendalam. Inilah surga, surga dunia di alam siluman. Perpaduan suara indah mereka terus menggema di ruangan. Semua barang-barang mati menjadi bukti percintaan yang kian memanas itu.
“Malam ini, buatlah aku menjadi milikmu seutuhnya.” Irene menjilati bibirnya sendiri untuk terus membakar gelora hasrat Alan yang sudah tak bisa dibendung lagi.
Tanpa menunggu waktu, mereka terus saja bermain-main di atas ranjang, diiringi suara seksi dan gerakan yang sangat e****s.
Bersambung