Suara kicauan burung saling bersahutan menandakan bahwa pagi telah tiba. Eden membuka matanya lebar-lebar karena masih mengantuk. Jujur saja ia tak bisa tidur sama sekali setelah pembicaraan panjangnya dengan Mike.
Semalam setelah bertemu Gilbert di ruang penyiksaan, Eden menggunakan bambu yang berisi laba-laba seribu kaki untuk berkomunikasi. Hasil akhirnya, Mike sendiri yang akan membantu Gilbert keluar dari ruangan itu. Dan dia juga meminta Eden untuk tak mencampuri urusannya agar lebih fokus pada cermin kuno yang di maksud.
“Bangun!”
Eden menggoyangkan tubuh James yang masih terlentang. “Apakah kau tak ingin bangun? Kalua begitu, biarlah kau disini selamanya.”
Mata James langsung terbuka dengan sempurna, “Jangan meninggalkanku sendirian.” Pria itu ikut bangkit mengekor Eden dari belakang.
Ketika Eden membuka pintu kamarnya, sinar matahari itu menerpa wajahnya. Bunyi lonceng terdengar jelas di telinga mereka berdua.
“Kita seperti hewan. Di panggil dengan menggunakan lonceng.”
“Turuti saja, untuk keamanan diri.”
Mereka berdua pun bergegas menuju ke halaman istana. Sampai di sana, tak banyak kandidat selir yang berkumpul. Eden mencari sisa kandidat, dan dilihat bawa mereka sedang berada di sisi kanan.
“Kenapa mereka tak berkumpul menjadi satu?” James menatap dua kumpulan itu bergantian. “Sial! Ratu itu ternyata pemilih.”
Eden memutar bola matanya jengah, “Jika aku tak terpilih, aku masih punya rencana cadangan lain.” Ia sudah memiliki dua rencana sebelum bertindak. “Lebih baik kita bergegas ke sana.”
James mengangguk patuh, dan mereka berdua berjalan beriringan. Irene yang melihat kedatangan Eden tersenyum sangat lembut. Riasan wajah yang semula kuat berubah menjadi tipis. Bibir yang semula berwarna merah, diganti dengan warna pink yang terlihat natural.
Kesannya sebagai ratu bengis dan kejam mendadak hilang seketika. Jangan kira Eden akan luluh, jawabannya tidak. Hati yang dimiliki sekarang tak bergetar dengan wajah Irene-bagaikan boneka.
“Rupanya, kalian sudah datang. Berkumpul lah dengan mereka,” tunjuk Irene pada sembilan pria, delapan dari mereka memandang Eden dengan sengit. Ayolah... mata yang menunjukkan ketidak sukaan terlihat jelas olehnya. Ia akan bertindak diluar batas untuk menyulut api amarah mereka.
Eden berjalan mendekati Irene, meraih tangan lentik itu dengan lembut. Awalnya Irene kaget, tapi ketika Eden mengelus sayang rasa kagetnya mendadak lenyap. Beberapa detik kemudian, kecupan hangat perlahan itu dirasakan olehnya.
“Terimakasih, sudah memilihku meskipun aku melanggar aturan.”
Irene diam membeku, merasa jiwanya melayang sampai nirwana. Tak dapat dipungkiri kalau hatinya bergetar, layaknya alam siluman yang tergoncang.
James melongo dnegan tindakan impulsif dari Eden. Pandangan matanya pun beralih pada calon selir yang terpilih. Wajah mereka terlihat sangat menakutkan, dengan segala aura-aura yang di miliki. ‘Mereka siluman dengan level tinggi.’
Karena tak ingin menciptakan permusuhan, James menyeret lengan Eden untuk menjauh dari Irene yang masih berada di dunia imajinasinya.
“Dasar! Cari kesempatan!” ejek Ren dengan kesal.
Orion melipat kedua tangannya. “Kau tak diterima disini, sebaiknya kembali.”
Eden hanya diam tak menanggapi mereka berdua, berbeda dengan James yang sudah angkat bicara.
“Mau bertengkar! Ayo bertanding! Aku jamin kau kalah.”
“Kau!” tunjuk Orion dengan geram.
“Jangan meladeni anjing gila, Rion.” Ren menarik lengan Orion untuk menjauh.
“Pergi sana! Aku tak ingin melihat wajahmu!”
Eden memijat kepalanya yang pening, “Kenapa kau tak bisa diam, Jam?”
“Dia yang memulai lebih dulu. Dia menantang ku.” James melipat tangannya sebatas d**a dan terus menatap ke arah mereka berdua.
“Sudah-sudah, ini bukan waktunya bertengkar,” sela Derek mencoba menengahi mereka. Matanya pun berpindah ke arah siluman bertopeng yang terus menatap Eden. ‘Ada yang aneh,’ batinnya mengerutkan kening.
Merasa Derek sedang terbengong sejenak, Eden ikut menatap arah pandangan. Iya, bisa di lihat bahwa siluman bertopeng memasang wajah tak enak dipandang. Ia merasa di curigai, tapi berpura-pura acuh saja.
“Kedepannya kita harus berhati-hati, Jam. Sepertinya dia mulai curiga.”
James mengangguk patuh, tiba-tiba Ren bicara dengan begitu keras.
“Aku tak setuju jika mereka berdua di loloskan begitu saja!” Suara itu sontak memberi perhatian kepada semua siluman. Mereka saling berbisik satu sama lain, mencemooh Eden dan James yang melewati sesi pengukuran kemarin. Oh menyebalkan, itulah isi otak Eden. Bagaimanapun mengukur benda pusaka kesayangan adalah hal menjijikan. Dengan membandingkan panjangnya dengan penjang milik orang lain. Pemikiran kotor itu membuatnya kesal.
Irene yang semula terbengong, mendadak sadar seketika karena suara Ren. Dia siluman berpakaian serba pink tak setuju dengan semua peraturannya. Memang sepertinya ia pilih kasih. Tapi mau bagaimana lagi, keinginannya untuk memiliki tubuh Eden membuatnya buta.
“Sebaiknya, kau bersikap adil,” bisik Alan sambil mendekat.
Irene belum mengangguk, masih menatap Eden yang sedang memandangnya. Jika ia meminta Alan untuk melakukan hal itu, apakah dia akan marah? Bisa dilihat kemarin bahwa Eden sangat jijik dengan proses pengukuran tersebut.
Wanita itu bukanlah tipe yang mengendor, tapi Entah kenapa jika berhubungan dengan Eden, jiwa dan raganya melemah. Ia pun memutuskan untuk berjalan mendekati mereka dengan anggun, layaknya seorang ratu. Pandangan para siluman lain tak teralihkan sama sekali.
“Aku yang akan memeriksanya sendiri.” Irene terbang, diikuti dnegan selendangnya yang berkibar. Mereka semua terpana, tapi tidak dengan Eden dan James.
James sedang menarik-narik lengan baju Eden untuk berhati-hati dengan Irene. “Tenang saja, kita bisa melewati dnegan mudah, ikuti alurnya.”
Sumpah, Eden terlaku tenang, tapi tidak dnegan James yang was-was. Sementara Irene semakin mendekati keduanya, menyentuh pundak Eden dengan lembut. Mereka berdua menghilang begitu saja membuat James kebingungan.
“Sial!” umpatnya merasa kecolongan. Derek terus menatapnya dengan pandangan bingung. Sejak kapan keduanya dekat? Bukankah mereka bersitegang dari kemarin?
Untuk Eden yang dibawa Irene berteleportasi ke dalam ruangan yang megah. Pria itu bisa menebak bahwa ruangan tersebut adalah kamar Irene. Bau bekas percintaan masih tercium di indera penciumannya. Ia merasa ingin muntah, tapi ditahan. Mereka berdua benar-benar pasangan birahi yang melewati malam panjang, pikirnya.
Melihat Eden bengong, Irene menyentuh pundaknya. “Apa yang kau pikirkan, Ed?” wanita itu terus saja menandingi tubuh dibalik pakaian yang dikenakan. Ketika memegang bahunya, jelas otot sempurna terbentuk di sana. ‘
Dengan kondisi yang lemah, bagaimana Eden mendapatkan bentuk tubuh yang sempurna. Apakah dia sepesial? Irene mencoba menerka kembali, tapi tetap saja tak menemukan jawabannya. Ia tak peduli dengan status Eden, yang jelas wanita itu menginginkannya.
“Aku akan melihat, seberapa perkasa dirimu.”
Ini trik dimana Irene bermain api untuk mendapatkan pria. Jangan salah, Eden memiliki baju besi di tubuhnya yang terbuat dari emas berlapis baja. Tangan wanita itu mulai meraba ke sana kemari, dan pria yang diraba hanya diam saja tak bereaksi apapun.
“Apakah kau malu? Kenapa kau hanya diam saja?” Ketika tangan itu mulai turun, dengan cepat Eden mencegahnya.
“Aku lebih tertarik jika kita sudah menyandang status resmi.” Eden tersenyum palsu menatap manik merah itu dengan lembut. Sebenarnya, pria itu ingin muntah, karena lancang berkata demikian. Huh, yang penting ia selamat dulu dari rubah penggoda satu ini.
Wajah Irene langsung berseri merekah seperti bunga bermekaran. Ada sesuatu yang aneh bersarang di dalam tubuhnya. Seperti sengatan listrik yang membuat terkejut. Wanita itu pun lantas membiarkan Eden melalui pemeriksaan dnegan mudah. “Kita kembali.” Ia menyentuh tangannya kemudian menghilang kembali ke halaman istana.
James yang melihat kedatangan mereka langsung mendekat. “Apakah kau baik-bauk saja?”
“Dia utuh. Kau bisa tenang.” Irene pergi tanpa memandang ke arah Eden. Pria itu pun hanya mengangkat bawa meski James minta penjelasan.
Alan yang sedang mengamati pun angkat bicara.” Ratu sendiri sudah memastikan. Jika Eden kembali, itu artinya dia lolos.”
Tak ada yang bersuara, termasuk Ren yang tengah kesal. Orion menenangkan dirinya untuk tetap tenang. “Aku tak suka Eden, dia pasti memanipulasi ratu.”
“Ratu tak mudah di manipulasi, Ren. Jaga bicaramu!” sentak Orion dnegan nada tinggi. Ren hanya membuang muka dengan wajah kesal.
“Seperti yang kalian lihat, sisa dari yang tak berhasil bisa pergi dan kembali ke klan masing-masing.”
Setelah mendengar instruksi, para kandidat yang gagal pun pergi begitu saja. Mereka tak ingin menunggu waktu untuk membuang waktu terlalu lama.
“Ada tiga babak, dalam pemilihan selir.” Alan mulai bicara. “Aku adalah siluman kepercayaan Ratu Irene.”
Ketujuh siluman mulai memasang wajah serius untuk mendengar semua instruksi yang akan dibicarakan oleh Alan.
“Tiga babak. Kalian hanya menyelesaikan tiga babak agar lolos menjadi selir.” Alan mengangkat tangannya, tiba-tiba munculah sepuluh gulungan berwarna emas yang terbang ke arah mereka.
“Setelah kalian membaca gulungan itu, kalian boleh pergi melakukan tugas yang dimaksud.” Alan menghilang begitu saja sebelum sepuluh siluman mendapatkan gulungan di tangannya.
“Apakah harus seserius ini?” James mulai ragu dengan gulungan yang mengambang di udara itu.
“Ck, aku sudah bilang. Ikuti alurnya.”
Gulungan itu pun menghampiri mereka satu-persatu. Eden langsung membukanya tanpa keraguan. Pria itu hanya menganga lebar tak percaya dengan isi gulungan tersebut. “Dia ingin membunuh kita perlahan-lahan,” bisik nya kepada James yang juga ikut membaca isinya.
Bersambung