Bagi Eden hal yang paling memalukan dalam hidupnya adalah mempertontonkan aset yang dimiliki di depan semua orang. Ia tak akan melakukan hal itu hanya untuk memuaskan nafsu Irene sesaat. Wanita tak tahu malu itu dengan leluasa menatap pusaka milik pria. Bahkan ia merasa biasa saja seperti pernah melihat hal wajar.
Eden merasa Irene adalah wanita gila dengan kuasanya. Seolah menjadikan para pria sebagai penjilat kekuasaan. Terlihat jelas dia tak menghargai mereka yang akan menjadi selir. Menurutnya, dia harus dibasmi secepat mungkin.
“Ada apa lagi denganmu? Kenapa kau selalu terbengong.” Derek menyentuh pundak Eden, sontak ia menoleh seketika dengan pandangan terkejut.
“Pakai bajumu!” sentak nya merasa malu. Meskipun mereka sesama pria, tapi jika memperlihatkan aset masing-masing itu merupakan hal memalukan. Dan Eden merasa berada di tengah para siluman yang sangat gila.
Eden membuang muka ke arah lain, kembali menatap pria bernama Jimmy. Tak diragukan dia seperti menantang Irene dengan keras. Lagi pula, dia salah satu siluman terwaras dari sekian siluman yang ada di ruangan ini.
“Eden...,” panggil Derek kembali.
“Kalau kau belum memakai bajumu. Aku tak mau melihatmu. Yang benar saja.” Eden melangkahkan kakinya sedikit menjauh, membuat hati Derek tercubit. Memangnya, ia kuman sampai Eden memperlakukannya dengan buruk. Sial! Pikirnya dengan kesal.
Eden tak mau berurusan dengan para pengawal yang sedang mengukur aset calon selir. Terdengar konyol, tapi itu benar-benar terjadi. Ia lebih memilih mendengar percakapan Irene dengan Jimmy.
“Aku rasa, kau siluman menarik kedua di mataku.” Irene berjalan mendekat dengan tampilan menggoda. James hendak muntah sebab aroma mawar yang tercium membuatnya pusing.
“Bisakah menjauh dariku.” James mengibaskan tangannya berulang kali.
“Hari ini, aku memaafkan mu. Tapi tidak lain kali. Jika kau tak ingin menjadi selir, lebih baik keluar dari tempatku.” Irene mengibaskan jubahnya, dan pergi dengan wajah buruk. Para pengawal yang melihat kemurkaan ratunya pun hanya menunduk dengan perasaan takut setengah mati.
“Dengar! Aku memberi kalian kesempatan sekali lagi! Jika tak ingin menjadi selir, besok kalian angkat kaki dari istanaku!” Irene mengangkat tangan di udara lurus. Petir pun menyambardengan sangat keras. Semua siluman langsung bersujud, tapi tidak dengan Eden dan James. Mereka hanya menatapnya saja.
Irene tahu bahwa James tak menghormatinya, tapi ia tak peduli karena keinginan untuk memiliki jauh lebih besar, dua siluman pria yang begitu lemah, tak terintimidasi sama sekali. Siapa tahu mereka mempunyai rahasia dibalik tubuhnya yang lemah itu.
“Kau urus sisanya. Aku harus istirahat.” Irene menghilang sambil menjilati bibirnya s*****l menatap penuh minat kepada James. Oh sial! James hanya bisa berdecih melihat tak tahu malunya ratu dari alam siluman itu.
“Untuk dua siluman yang tak berkenan, masuk ke dalam ruangan itu,” tunjuk siluman yang berstatus panglima.
Siluman bertopeng menarik kedua leher mereka dari jauh. Seperti ada magnet, keduanya tercekik dan maju tepat di depan sang siluman itu. Dia langsung mencengkram kuat leher mereka. “Kau urus sisanya. Aku harus memberi mereka pelajaran.”
Ketiganya menghilang muncul di ruangan yang sangat kecil. Mereka dihempaskan begitu saja ke lantai. “Kedepannya, kalian berdua harus hormat kepada sang ratu!” Dia menghilang begitu saja membuat James kesal. Kalau tak ada di istana nantinya, ia akan balas dendam atas semua perbuatan yang dilakukan.
Seketika, James sadar bahwa ia bersama Eden. “Apakah kau baik-baik saja?” Jelas kekhawatiran itu tampak diraut wajahnya.
“Aku baik-baik saja.” Eden berdiri dengan pelan. Sumpah bokongnya sangat sakit sekali karena menghantam lantai yang begitu keras.
“Maafkan aku, kau jadi ikut terkurung.”
“Lupakan, sepertinya kita sejalan.”
Eden pun membenahi duduknya meskipun masih merasakan sakit luar biasa, tapi ia tak ingin bersikap lemah di depan siluman lain. Ma biru safir itu pun menatap ke arah bulan yang bersinar, dan pria yang di sampingnya terus mengawasi tanpa henti.
“Apakah kau menyukai bulan?”
“Benar, karena itu sangat indah.”
Dahi James berkerut, dan mulai curiga dengan Eden. Masak iya dia adalah Louis. Louis tak mungkin bertutur kata lembut. Jelas-jelas dia orang lain.
“So, Ed. Kata Derek kau adalah siluman rubah putih.”
Mata beralih pandang ke pria itu. “Aku tak akan menyembunyikannya, karena kita berada di perahu yang sama.”
Sekarang pikiran James seratus persen mengarah pada Louis. Lihat, mata Eden memasang wajah garang siap melahab mangsa di depannya.
“Slow..., aku hanya bertanya saja.” Ia mengangkat kedua tangannya tanda perdamaian.
“Jadi, apa tujuanmu kemari? Sepertinya kau tak ada niatan menjadi selir.”
“Jika aku jujur, apakah kau akan membantuku. Kau saja terlihat lemah tak berdaya,” ejeknya dengan terang-terangan.
James tertawa renyah. “Kau mengingatkanku pada seseorang.” Ia masih tertawa tanpa memperdulikan Eden yang diam seribu bahasa.
“Siapa kau sebenarnya/” tanya Eden sambil beridiri tegak.
James mengedik kan bahunya acuh, tak ingin mengambil tindakan sembrono untuk membuktikan bahwa Eden benar-benar Louis. Besar kemungkinan dia lupa ingatan sampai tak mengingat bentu wajah tampannya. Terlalu narsis, James gila.
“Aku akan mengamatimu dulu. Setelah aku benar-benar yakin, aku akan memberitahumu.”
Setelah Eden mendengar kalimat James, dia pun menjauh darinya. Bagi James tak masalah dengan siluman rubah itu. Asalkan ia bisa mengawasi gerak-gerik untuk membuktikan bahwa dia benar-benar Louis.
Keheningan pun terjadi diantara mereka. Aura-aura permusuhan dari Eden terpancar jelas. James benar-benar yakin bahwa dia adalah Louis. Terlihat bahwa cara dia marah, dan juga terus mengumpat tak jelas.
“Sikapmu sangat aneh.” Ingin mencoba menggoda, James menatap penuh minat membuat Eden bergidik ngeri.
“Jangan menatapku!” Eden sangat kesal jika seorang pria menatap penuh dengan s*****l, seperti hendak menerkam. Katakanlah bahwa ia homofobik
Sekali lagi, tawa James pecah melihat tingkah Eden. Semakin dia terlihat jijik, maka dnegan semangat ia akan terus menggoda. Lihatlah, sekarang james berjalan mendekati, dan itu membuat Eden memasang wajah waspada.
Siluman rubah dnegan warna mata biru safir sangatlah langka. Mereka konon merupakan penghubung antara nirwana, tapi semenjak beberapa ratus tahun lalu siluman itu hilang bagaikan ditelan bumi.
James penasaran dengan Eden yang memiliki kemiripan dengan Louis. Mungkin semua yang terjadi dengannya karena cermin itu? seketika, ia mengingat cermin milik wanita berambut pirang menyebalkan itu, Catherine.
Karena James terus menatapnya penuh minat, Eden bersiap dengan kuda-kuda yang dimilki. Ia masih ingat ketika kecil ada seorang pria yang hendak melecehkannya. Satu-satunya cara yang diketahui dari James adalah dengan menendang sesuatu yang berharga.
Ludah Eden terus ditelan dengan susah payah. Apakah benar jika ia harus menendang itu? sepertinya nanti sakit? Masa bodoh! Pikirnya mulai bingung.
“Jika kau mendekat, aku akan menghajar mu.”
James tersentak dari lamunannya. Batapa bodohnya ia karena lupa bahwa yang dihadapi sekarang adalah Eden. Bahkan ia lupa tentang goda menggoda yang telah dilakukannya.
“Apakah kau yakin?” Ia mengangkat alisnya sambil tersenyum miring.
“Sial!”teriak Eden dnegan keras melempar kursi ke arah James yang belum siap mendapatkan hantaman dari benda keras itu.
Bersambung