James tahu bahwa siluman beruang bukanlah sekedar siluman biasa. Nyatanya dia lebih berpengaruh tinimbang siluman lain diluar sana. Semua semakin dipermudah meskipun situasi di kerjaan sangat ketat.
Pria itu tak ambil pusing dengan segala keuntungan yang diambil oleh siluman beruang karena misi untuk menyelamatkan Louis lebih penting dari apapun. Si siluman beruang tampak melakukan transaksi dengan salah satu pengawal istana. Setelah selesai, mereka berdua masuk tanpa ada pengawal lain yang mencegah.
“Apakah kau menjual ku?” James tahu kalau siluman beruang memiliki maksud buruk.
“Kalau aku jujur, kau tak akan memukulku ‘kan?” Dia tersenyum merekah membuat James berdecih.
“Apa pun itu aku tak peduli. Yang terpenting aku masuk ke dalam istana.” Sekali lagi, yang ada di otak James adalah Louis dan Louis. Hanya nama itu yang menguasai pikirannya saat ini.
“Oke. Aku memang sudah menjual mu untuk menggantikan siluman dari desa kupu-kupu.” Siluman beruang berhenti. “Identitas mu sekarang adalah siluman kupu-kupu, meskipun aku tak yakin itu.” Dia memberikan James buku identitas. “Beruntung wajahmu mirip dengannya.”
Di dunia ini yang paling menyebalkan ketika ada seseorang yang memiliki wajah mirip dengannya. Terus terang saja, James tak suka itu. Ia seakan memiliki saudara kembar dengan ibu yang sama. Oh s**t! Itulah kata yang terlontar dari dalam pikiran bocah tersebut.
“Apakah kau senang? Karena aku brilian!” Siluman beruang terlihat congkak dengan segala kekuasaan yang dimiliki.
“Terserah, aku tidak peduli.” James pergi meninggalkan siluman beruang yang masih berdiri.
“Paviliun Bunga! Para kandidat ada di sana!” teriak siluman itu dari jauh.
James melambaikan tangan tanda mengerti. Ia terlalu malas untuk menoleh ke arah siluman beruang. Wajar saja, dirinya di jual. Iya walaupun untuk Louis, tapi tetap saja harga dirinya jatuh seketika.
Langkah kaki James terus saja bergerak menelusuri sebuah taman yang lumayan indah. Bunga-bunga bermekaran, dan beraroma harum. Dari jauh, tercium aroma menusuk dario rongga hidung pria itu.
Di sisi kanan, terdapat gazebo dengan gorden berwarna merah. Lambang rubah merah terlihat jelas di sana. James melihat para pelayan aneh berkepala hewan sedang membersihkan kebun. Dan juga terdapat penjaga berkepala hewan juga sedang berpatroli.
‘Dunia macam apa ini?’ batin James tak masuk akal. Ternyata alam siluman seperti ini, ia merasa berada di tengah kebun binatang. Well, pemikirannya dnegan Louis sama bukan?
Pria itu ingin tertawa, tapi ditahan. Salah stau dari pelayan pun menegurnya. “Apa yang sedang kau lakukan?”
James tersentak, “Aku ingin pergi ke Paviliun Bunga.”
“Ikut aku, aku akan mengantarmu. Lagi pula aku ingin memastikan sesuatu.” Siluman itu berjalan mendahului James, dan dia mengekor dari belakang sambil terus menatap sekitar.
Sampai di depan paviliun, siluman itu berhenti. “Kau masuklah sendiri, aku mau ke mencari seseorang.” Dia pergi begitu saja meninggalkan James sendirian di depan tempat itu.
Ia mendongak, menatap plakat aneh dengan berbagai gambar bunga dan love-love menyebalkan. Tak ingin tertawa, James pun akhirnya masuk ke dalam tempat asing itu.
Selama berjalan, semua siluman memandang ke arahnya dengan aneh. Namun karena James terlalu cuek, ia tak mempermasalahkan hal itu.
“Apakah kau anak baru?” tanya siluman berpakaian serba pink. James menoleh dengan ekspresi dingin.
“Jangan berbicara padaku!” sentak nya keras membuat semua siluman yang ada di ruangan keluar dari kamar masing-masing.
“Hei, aku hanya bertanya! Jangan berlagak.” Siluman itu menarik kerah James dengan kasar. Dia hendak memukul tapi dicegah oleh Derek.
“Hentikan, Leo!” teriaknya dengan keras. James dan Leo menoleh seketika.
“Sial!” Leo melepas kerah itu dengan kasar.
“Apakah kau baik-baik saja?” tanya Derek memutar-mutar badan James tiga ratus enam puluh derajat. “Ikut denganku.”
Tidak ada pilihan lain dari James untuk menerima ajakan dari Derek, siluman yang baru saja dikenalnya. Dia terlihat baik dari segi manapun, dan ia tak akan mengawatirkan hal kedepannya. Setelah sedikit menjauh, Derek menuntunnya untuk duduk di kursi.
“Kau sangat lemah, jangan mencari masalah.” Derek mengambil minuman yang tak jauh dari mereka. “Jangan melawan Leo. Dia sangat mudah membenci siluman lain.” Dia pun duduk di sampingnya tanpa keraguan. Itu membuat ia tersenyum ketika mengingat perilaku siluman yang ada di dekatnya sama persis dengan Louis.
“So, siapa namamu?” Derek tak menyangka akan ada siluman lain selain Eden yang tak memiliki hawa magis. Sungguh nasib yang kurang beruntung menjadi kaum lemah.
“Jimmy.” James sengaja menyamarkan sedikit namanya agar nantinya identitas sebagai pemburu siluman tak diketahui oleh para siluman.
Derek menatap James dnegan penuh selidik. Wajah tampan dengan rambut panjang, ditambah rahang yang tegas beserta kumis tebal. Perawakan gagah itu seperti seorang pemburu. Pikirannya pun melayang pada siluman harimau putih.
“Aku Derek. Salam kenal.” Meskipun menaruh banyak curiga, Derek tak ingin ambil pusing. Toh mereka semua disini mempunyai tujuan masing-masing.
Tiba-tiba, lonceng berbunyi sebanyak dua kali. Derek segera bangkit, tapi tidak dengan James yang masih tak tahu tanda apa itu. Melihatnya tetap duduk, Derek pun langsung menyeret tangan James.
“Kemana kita akan pergi?” James menatap punggung lebar milik Derek, yang seketika menghilang begitu juga dirinya. Ia terlihat linglung dengan kejadian barusan. Teleportasi mendadak itu membuatnya tak bisa berkata-kata.
“Apakah kau baik-baik saja?” Derek yakin kalau dia syok dengan pindah tempat secara mendadak. “Maafkan aku, kita harus bergegas ke aula. Dan cara tercepat adalah dengan ber teleportasi.
Mata James menatap sekitar, menghiaukan perkataan Derek. Bangunan yang terlihat mewah dnegan segala arsitekturnya terlihat jelas. Segala hal tentang rubah merah yang mendominasi, dan juga dekorasi berwarna merah darah.
Pandangannya kemudian beralih kepada seorang pria yang sedang menyendiri. Mata James menyipit kala melihat tingkah pria itu sama dengan Louis. Sesekali ia mengusap kedua matanya, berharap apa yang dilihat bukanlah sebuah halusinasi.
“Apa yang kau lihat? Dari tadi kau terbengong.” Derek ikut menatap ke arah pandang James. “Oh... dia Eden. Siluman rubah putih salju.”
Siluman rubah putih salju identik dengan warna mata biru safir. Mereka dikenali oleh siluman lain dengan sangat mudah. “Dia sama denganmu. Sangat lemah, tak punya kekuatan magis.”
Derek sangat kasihan kepada dua siluman tampan yang sangat lemah itu. Yang satu terlihat angkuh, satunya terlihat menyedihkan. Mereka semua tak layak menjadi selir. Tapi sekali lagi, karena pemilihan adil tentu keduanya akan berada di situasi sulit.
James terus menatap Eden yang sedang bersandar di tiang penyangga bangunan. Mata mereka pun bertemu secara tak sengaja. Keduanya menyipit, mengerutkan dahi. Eden berjalan mendekat, tapi tidak dengan James yang masih diam memaku. Dia terlihat terus menatap penuh selidik, membuatnya tak nyaman.
“Siapa dia, Der?” tanya Eden berhadapan tepat di depan James. Wajah siluman yang ada di depannya sangat familiar, tapi ia lupa dengan wajah itu. Otaknya terus berputar, dan sayang sekali tak menemukan jawaban satu pun.
“Oh.., dia Jimmy. Anggota bru.” Derek berada di antara mereka sebagai penengah karena melihat keduanya memasang wajah saling membunuh.
‘Sepertinya, aku pernah melihat wajah itu,’ batin Eden melipat kedua tangannya.
‘Tidak mungkin kalau dia Louis. Meskipun raga Louis hancur, dia tidak masuk ke dalam tubuh siluman ‘kan? Kalau benar, berarti semua adalah malapetaka.’ James takut dengan segala pemikirannya.
‘Jadi, siapa kau sebenarnya?’ batin mereka bersamaan.
Bersambung