Bab 31

1172 Kata
Apa jadinya jika kita berada dalam ruang gelap gulita yang tak ada penerangan sama sekali? Tentu bingung, takut, dan cemas dengan segala sesuatu. Semua yang terlihat hanya kekosongan belaka. James melayang di udara, dengan mata terbuka tapi tak bisa melihat apapun. Seolah lubang hitam itu terus saja menyeretnya masuk menjauh tanpa dasar. Jiwa pria itu tertelan dengan segala pemikiran kosongnya. Mental yang disiapkan seolah hilang begitu saja. Suara-suara yang terus saja jelas, menjadi samar-sama. Semua indera yang dimiliki pun mati rasa. Tiba-tiba, ada sebuah cahaya yang tak jauh dari James. Dengan sekuat tenaga, ia mencoba meraih cahaya itu. Perlahan tapi pasti, cahaya tersebut menelan tubuhnya hingga mata itu terbuka dengan sangat lebar. Nafasnya pun memburu dengan cepat, seolah selesai lari maraton. Saat laju nafasnya sudah membaik, James memusatkan pemikirannya. Dilihat langit yang biru dengan cuaca sangat cerah. Ia merasakan sakit luar biasa di seluruh tubuhnya, mencoba untuk bangkit, tapi sayang tubuhnya terlalu lemas. Tangan James meraba sesuatu yang lembek. Dengan susah payah, pria itu meliriknya. “Oh s**t!” geramnya dengan nada lemah. Baru saja sampai di dunia baru yang tak dikenal ia sudah kena sial. Hewan mana yang membuang kotoran di sembarang tempat. James menahan amarahnya dengan mengambil nafas perlahan. “Tenang..., ini hanya kotoran hewan.” James menatap langit kembali. Tampak burung-burung berterbangan. Dunia siluman ternyata sama dengan dunia manusia pada umumnya. Semua terlihat normal. Pepohonan yang hijau, langit yang biru, dan juga pemandangan yang indah. Ketika menikmati fenomena alam, seekor beruang berdiri tepat di atas kepalanya. “Sial!” Menurutnya kejadian yang dilalui adalah kemalangan yang tiada akhir. Dan lihat, air liur itu terus saja menetes tanpa peringatan. Sumpah, James sangat jijik dengan kondisinya saat ini. “Bisakah kau tak meneteskan air liurmu di wajahku?” Dengan tangan gemetar, James mengusap wajahnya pelan. Sang beruang pun mundur selangkah, “Maafkan aku, aku kira kau mati.” Dia berubah menjadi seorang pria yang tampan. James jadi ingat kalau kejadian barusan akan dilihat di masa depan. “Kau tampak terkejut.” Perubahan tubuh siluman menjadi manusia adalah hal lumrah, dan kenapa siluman yang sedang berbaring seperti melihat hal baru? Setelah di amati, siluman beruang mengendus tubuh James berulang kali. “Aneh, tak berbau. Tapi ada hawa siluman. Kau lemah.” Siluman beruang membantu James untuk duduk. “Hahaha..., aku memang siluman lemah,” dusta nya sambil menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal. “Benarkah...!” Siluman itu sedikit curiga dengan gelagat aneh James. “Siluman lemah tak seharusnya berada di dalam ibu kota. Mana identitas mu?” James bengong ketika ditanya mengenai identitasnya. ‘Apakah aku harus menjadi aktor dadakan?’ batinnya kebingungan. “Identitas!” seru James dengan kikuk. “Aku tak memilikinya, karena aku tak tahu siapa diriku. Yang aku tahu namaku James.” Siluman beruang menatap James dengan pandangan sulit diartikan. Bola matanya melotot saat melihat pelipis dia benjol. Ia mengira kalau James benar-benar amnesia. “Ikut denganku. Aku akan mengobati mu.” Siluman beruang membantu James berdiri, dan memapahnya berjalan menjauh dari bukit menuju ke rumah sederhana. Saat melintasi gang, ada banyak mata siluman memandang James, tapi mereka tetap acuh. “Itu rumahku!” tunjuk siluman beruang dengan cepat. Mata James tak fokus karena masih memandangi dunia awam yang baru di pijaki. Sepertinya, ia akan terjebak nanti sampai Louis benar-benar kembali. Kerajaan Rubah Merah Semalam, Eden hanya menatap kepergian Irene dan siluman bertopeng dari jauh. Pria itu tak berani mendekat, dan memilih mengamati sekitar saja. Langkah kaki itu terhenti pada sebuah pintu berwarna merah tua. Sayangnya ketika dua siluman itu masuk, pintu tersebut menghilang seketika. Eden menghela nafas kasar ketika mengingat kejadian tadi malam. Rencananya harus gagal lantaran tak tahu kemana pintu itu pergi. Ia hanya kembali ke aula dengan tangan kosong. Dan sekarang, ia berbaring di rerumputan belakang kerajaan, bersama para kandidat selir lainnya yang sedang unjuk kebolehan. Melihat Eden yang tak bersemangat, salah satu dari mereka menghampirinya untuk duduk tepat di samping kanan. “Kenapa kau tak ikut bergabung?” Eden menoleh, “Karena aku tak tertarik.” “Kau sangat dingin, padahal aku ingin mengenalmu.” Eden pun bangkit untuk duduk. “Eden.” “Derek, siluman kelabang.” Derek tersenyum melihat Eden yang acuh. “Aku penasaran denganmu.” “Kenapa?” tanya Eden dingin. “Karena kau tak memiliki ilmu magis sedikit pun.” Derek tahu bahwa ilmu magis di dunia siluman sangat berarti. Mereka yang lemah tak akan bisa bertahan hidup di tengah kekuasaan kekuatan. “Tidak ada yang tak mungkin.” Eden lemah, api ia punya cara sendiri untuk hidup lebih baik. Lagi pula, kematiannya tak akan menghampiri dengan cepat. Keduanya pun berdiam diri, menatap lurus ke depan. Tampak seorang pria dengan aura mengintimidasi yang besar. Pakaian serba hitam yang dimilki mampu memberi racun pada udara sehingga pernafasannya para siluman lainnya tercekik. “Dia Orion. Siluman terkuat di antara kandidat selir.” Derek terus menatapnya dengan pandangan yang sulit di artikan. Eden ma h tak peduli, dan ia memilih menatap ke arah lain. Sayangnya, perdamaian yang terjadi saat ini harus pecah karena ada serangan mendadak dari siluman lain, dan serangan itu mengarah pada Eden. “Awas!” Derek membawa Eden menjauh beberapa langkah. Duarrr’Bunyi dentuman keras itu menggoyangkan tanah. Para siluman lain menatap ke sumber suara. Jubah hitam Orion yang berkibar itu turun di tanah. Mata kebencian kepada Eden terlihat jelas di sana. “Apa yang kau lakukan, Orion? Jangan memicu konflik.” Derek berusaha melindungi Eden. “Apakah kau baik-baik saja?” tanyanya dijawab anggukan oleh Eden. “Hanya ingin menguji kekuatannya, karena dia tak layak berada di sini.” “Apa hakmu mengintimidasi ku?” Eden berdiri tepat di samping Orion dengan angkuh dan sombong. “Kau!” geram Orion tertahan. Ia hendak mengeluarkan kekuatannya lagi, tapi diserang dari belakang oleh seseorang. “Sesama kandidat, dilarang menyerang kecuali kompetisi.” Siluman bertopeng terbang-menatap lurus ke arah Eden dengan pandangan penuh selidik. Dia terlihat familiar, dan juga terlihat lemah secara bersamaan. Siluman seperti dia, tak akan bertahan lama, tapi kenapa ada aura yang begitu mendominasi? Siapakah siluman lemah itu? Orion yang terkena serangan mendadak itu sangat kesal, tapi ia bisa berbuat apa jika berhadapan dengan pengawal setia sang ratu. “Aku hanya mengujinya saja.” Ia berusaha meredam amarahnya. “Jika kau melanggarnya lagi, kau akan di black list!” suara siluman bertopeng menggema di udara. “Ini semua peringatan untuk kalian!” Mereka semua mengangguk yang artinya paham dengan peraturan itu. “Dan kau!” siluman bertopeng itu terbang-berhenti tepat di depan Eden. “Jangan mengandalkan siluman lain dari wajah tampan mu itu.” ia menghilang begitu saja membuatnya kesal setengah mati. “Apa yang salah dengan wajahku?” tanya Eden menggebu-gebu. “Itu karena kau tampan. Coba saja kalau warna rambutmu putih, pasti kau akan menjadi yang terpilih meskipun lemah.” Derek menutup mulutnya dengan cepat. “Apa maksudmu?” Eden harus menggali informasi mengenai rambut putih yang dimiliki. “Aku salah bicara. Lupakan. Aku pergi ke kamar mandi dulu.” Derek lari secepat kilat untuk menghindari Eden yang masih berdiri dengan berjuta pertanyaan. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN