Bab 42

1398 Kata
Seperti yang telah terencana sebelumnya, Irene menyuruh siluman salju untuk memberi sedikit kesulitan pada kandidat selir yang akan melaksanakan ujian babak pertama di tengah perjalanan menuju Laut Hitam, tempat naga bersarang. Namun seperti yang ditakdirkan, bahwa garis nasib makhluk tak bisa ditentukan oleh makhluknya. Rencana Irene harus berantakan, sebab siluman salju sengaja menutup penglihatannya melalui cermin ajaib miliknya. Cermin ajaib yang dimaksud bukan cermin kuno yang dicari oleh Eden, melainkan sebuah cermin milik Irene sendiri. Tampak jelas bahwa wanita itu masih mengeluarkan aura hitam permusuhan. Ruangan yang sangat berantakan, beberapa pecahan guci berharga, dan juga para prajurit yang menjadi sasaran empuk. Ada dua kategori bawahan Irene, pertama mereka yang berstatus prajurit memiliki kasta rendah, kebanyakan dari mereka hanya digunakan sebagai pion. Kedua adalah pengawal, pengawal dengan panglima sebagai pemimpin merupakan siluman kepercayaan wanita itu. Para pengawal biasanya melakukan tugas penting. Tidak hanya itu, mereka dipercaya menjalankan keamanan istana. Irene terengah-engah setelah pertempuran hebat dengan benda-benda mati miliknya. Sekeras ia berteriak, siluman salju itu tak pernah mendengar panggilannya. Bukan tak mendengar, melainkan sengaja menutup pendengaran agar tidak terganggu aktivitasnya bersama dengan James. Dan di sinilah Eden meruntuki kebodohannya sediri. Pria itu lupa kalau ada siluman salju yang pernah ditolongnya. Ini semua karena ingatan Eden dan Louis yang bercampur menjadi satu, sehingga bagian-bagian yang tak penting di lewati begitu saja. “Jadi, dimana Louis,, Jam?” Masih setia menanyakan keberadaan Louis, Bela memandang wajahnya dnegan lembut dan teduh. James tersenyum-mengacak sedikit rambutnya. Tingkahnya yang tak penting itu mencoba mencari alasan dengan berkode-kode bersama Eden. Ayolah..., ia terjepit diantara kedinginan yang ada di depannya. Jadi, yang hanya di otaknya adalah mencari solusi kepada yang bersangkutan. Tangan Eden menyilang, menandakan kalau James harus berbohong alias tak memberitahu jawaban yang sesungguhnya. Jika Bela tahu, mati sudah dia. Pekerjaan untuk mencari cermin pasti akan terhambat. “Aku tak tahu,” jawab James dengan cepat sambil menutup kedua matanya. Bela yang semula menatap James kembali beralih pandang pada Eden yang berpura-pura menatap pohon. Keduanya terlihat mencurigakan di depan mata Bela. Tak hanya itu, setelah di amati, tingkah laku siluman lemah itu persis dengan Louis. “Tak mungkin!” serunya tak percaya-menggelengkan kepala secepat mungkin. Mana ada siluman dengan jiwa manusia. Di dalam sejarah, itu tak ada sama sekali. Siapa juga yang rela menjadi siluman kalau dulunya adalah manusia. “Ada apa?” James tak mengerti jalan pikiran Bela, makanya ia bertanya. Tawa Bela pecah seketika, “Aku rasa, aku gila! Dia tak mungkin Louis kan?” Skacmat. Mereka berdua langsung menutup mulutnya rapat. Rahang Eden jatuh seketika, dan James mengumpat di dalam hati. Seberapa jauh keduanya menyembunyikan sesuatu, pasti Bela akan tahu. Bukan hanya wanita itu, siluman lain yang merupakan kawan mereka juga pasti tahu. ‘Salahkan Louis karena tingkah lakunya tak berubah sama sekali!’ teriak James frustasi. “Kenapa diam? Jangan bilang kalau dia adalah...” Perkataan Bela menggantung karena mendengar langkah kaki siluman lain. Ia pun memasang wajah waspada, lalu melayang di udara. Dengan sekali hempasan, James dan Eden terlempar ke semak-semak. “Apa yang kau lakukan?” James kesal setengah mati. Bela tak menjawab karena fokus mengamati sekitar. Bola api berukuran sedang mengarah padanya. Wanita itu berputar lembut, salto menghindari beberapa bola api. Eden dan James mengamati pertempuran mereka. Tak lama kemudian, ketiga siluman yang di singkirkan oleh Bela datang sambil menunjukkan kekuatan masing-masing. “Sungguh merepotkan. Padahal aku hanya ingin berdua dengannya.” Bela menarik kerah James sehingga melayang menuju ke arahnya. “Lepaskan dia!” Derek kembali melempar bola api, tapi ditangkis dengan mudah oleh Bela. “Dia utuh, tak luka sama sekali. Kalian lihat..., apa ada goresan di tubuhnya!” Tangan lembut Bela membelai wajah James dengan lihai. “Sumpah! Aku ingin menguliti mu!” geramnya dengan kesal. “Sial! Bekerja sama lah, setelah ini aku harus kembali. Jika tidak! Mereka akan curiga,” bisik Bela terus menatap ketiga siluman yang beridiri tak jauh dari mereka. "Kau berhutang penjelasan padaku. Jam. Dan aku menagihnya nanti." Sialan, itulah kata yang keluar di dalam pikiran James. Bela selalu saja ikut campur dengan urusannya. "Tidak sekarang," jawabnya malas. Eden yang mengamati dari jauh sudah tak tahan lagi dengan permainan Bela. Pria itu memutuskan untuk keluar dengan berlari menarik tangan Bela begitu cepat, lalu dilempar saja sampai terjerembab di tumpukan salju. “Oh s**t! Aku akan membunuhmu!” Goncangan di tanah terasa jelas setelah ucapan Bela menggema di udara. Eden berdiri dengan kedua kakinya, dan tak bergerak sama sekali meskipun goncangan itu dapat membuat tubuh siluman lain terayun-ayun, bahkan mereka langsung jongkok. “Jangan bermain-main! Lebih baik kembali!” Eden terlihat mulai serius. Mata biru safir itu menyala. James perlahan mendekat meskipun terasa sulit. Mata grey milik Bela pun bersinar terang. Bayangan Louis di tubuh Eden terlihat jelas dimatanya. Sontak salju yang menyelimuti hutan langsung mencair. ‘Apa-apaan ini! Kenapa James tak bilang dari awal kalau dia adalah Louis? Sialan!’ Wajah yang semula dingin menjadi lembut. Perlahan tapi pasti, wujud Bela berubah seketika. Gaun yang semula serba putih menjadi warna kuning cerah. Begitu pula rambutnya berubah menjadi coklat terang. Orion yang merasa bahwa siluman salju mulai melemah pun melayangkan busur ke arahnya. Sontak James yang tahu langsung bertindak ceat. “Apa yang kalau lakukan?” tanyanya sambil berteriak memegang panah dengan tangan kosong “Kau mau membunuhnya!” desisnya dengan tajam. Bela terkejut melihat panah itu di tangkap dengan cepat oleh James. Eden berjalan mendekat, “Lebih baik jangan buat keributan.” Bela tahu, kalau Louis adalah manusia yang sangat bijak. Tidak hanya itu, impian menikah yang sudah diidamkan akan terwujud. Lihat saja, Louis yang sekarang menjadi siluman rubah putih salju. Salju dan salju, bukankah itu cocok? “A-aku,” cicit Bela dengan malu. "Pergilah...., sebelum mereka memburu mu.” “Tapi,” tolak Bela dengan cepat. “Aku merindukanmu.” “Apa kau tak dengar?” James sangat kesal. “Pergi!” Tiba-tiba Orion dan Ren sudah berada di kedua sisi Bela dengan cepat, mereka melakukan p*********n secara bersamaan. Bela bukan siluman bodoh yang tak mengerti pertempuran. Ia mundur ke belakang beberapa langkah. “Ingin mati, hah!” Bela hendak berubah kembali menjadi siluman salju karena di picu oleh Orion dan Ren. “Hentikan!” sela Derek. Ia merasa bahwa Bela tak ingin menyakiti siapapun. “Katakan yang sebenarnya!” perkataan itu di tunjukkan kepada Bel. “Aku hanya ujian yang dikirim ratu untuk menyulitkan kalian. Dan aku tak ada niat untuk membunuh.” Bela menyelimuti dirinya di dengan salju. Lama kelamaan, salju itu berbentuk bulat membungkus seluruh tubuhnya. “Pergilah ke utara, agar cepat sampai ke Laut Hitam. Ini bayaran karena aku bahagia!” Suara milik Bela menggema di udara, bersama hilangnya bola salju yang tertiup angin. Orion dan Ren memandang Eden dan James dengan sangat tajam. Keduanya yakin, kalau siluman lemah itu ada hubungannya dengan siluman salju. Dan yang di tatap hanya membuang muka, bersiul acuh begitu saja. Keduanya benar-benar mengesalkan bukan? “Lebih baik kita pergi dari sini.” Derek menoleh ke arah siluman yang tak dikenal namanya. “Kenapa menatapku?” Dia turun dari pohon. “Mau memanggilku, tapi tak tahu namaku.” Datang lagi satu yang mengesalkan, dan itu membuat Orion sebal. “Enyah lah...!” teriaknya dengan keras. Tawa siluman itu pecah, “Kau kesal karena tak bisa mengusir siluman itu, atau kau iri dengan dia,” tunjuknya kepada Eden. Orang yang di tunjuk hanya diam saja, pura-pura tak tahu. “Tutup mulutmu!” Ren ikut menimpali. “Diam!” Sekarang giliran Derek yang kesal melihat pertengkaran yang tiada habisnya. Tak lama setelah mereka diam, kelima siluman lain pun datang. “Akhirnya dia pergi juga,” kata salah satu dari mereka. “Lebih baik kita lanjutkan perjalanan.” Mereka berlima berjalan duluan, di susul oleh James dan Eden. Sementara Orion dan Ren masih berdiam diri. Melihat mereka berdua yang tak beranjak dari tempatnya, Derek mengambil nafas panjang, lalu meninggalkan mereka. Setelah Derek benar-benar pergi, Ren bersuara, “Kita harus membunuhnya, tapi tidak secara langsung.” Orion mengangguk, “Apa yang kau katakan benar? Aku membencinya.” Keduanya saling tatap satu sama lain, tersenyum penuh kelicikan. Irene yang melihat itu tertawa dengan keras. Kelicikan Orion dan Ren akan membawanya pada sebuah permainan yang menarik. “Kalian boleh mencoba membunuhnya, tapi jika kalian bisa.” Tawanya pun menggelegar di udara mengisi seluruh ruangan yang tadinya hening. Para prajurit yang mendengarnya merasakan ketakutan yang luar biasa, dan hanya bisa menahan di setiap detik dari tawanya itu. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN