Bab16. Merasa Lepas Dari Cengkeraman

1014 Kata
Betapa leganya Cindy saat ia berhasil keluar dari Moulson Corporation dan sekarang berada di pinggir jalan berusaha menyetop taksi. Segera Cindy mengulurkan tangan untuk menyetop beberapa mobil yang melintas tapi tidak ada yang berhenti. Cindy pun kembali berjalan lebih jauh sampai merasa aman lalu merogoh ponselnya sambil beberapa kali melihat ke belakang. Sialnya, ponsel itu malah mati kehabisan baterai. Cindy meringis kesal dan kembali cemas. Ia memasukkan kembali ponsel ke dalam tasnya untuk melihat lagi jika ada taksi yang bisa ia berhentikan. Sebentar-sebentar ia menoleh ke arah masuk perusahaan tersebut memastikan tidak ada yang mengikutinya. “Aduh, ke mana sih taksinya? Mana gak bisa pesan taksi online lagi!” gerutu Cindy merutuki keadaannya. Ia kembali melihat ke arah jalan dan tiba-tiba sebuah mobil berhenti di dekatnya. Cindy sempat menengok tapi membuang pandangannya lagi pada jalan berusaha mencari taksi. Jantungnya berdegup kencang mengira jika mobil itu bisa saja berasal dari Moulson. “Cindy!” Cindy terhenyak dan menoleh ke kiri ke arah mobil yang berhenti tadi. “Naomi?” Cindy menyebut lalu berbalik berjalan cepat ke arah Naomi yang keluar dari mobilnya. Segera Cindy memeluk Naomi yang ternyata sedang mengendarai taksi online dan melihatnya di pinggir jalan. “Ngapain kamu di sini?” tanya Naomi mengernyit heran. Cindy cepat menoleh ke belakang. Masih aman, pikirnya. “Ini mobil kamu? Aku numpang ya!” Cindy segera masuk sebelum Naomi mengiyakan. Naomi sedikit kebingungan meski akhirnya segera ikut masuk ke dalam taksi online yang kembali berjalan ke tujuan. “Kamu gak apa-apa?” tanya Naomi begitu Cindy duduk di kursi penumpang dengan napas tersengal. Cindy kembali melihat ke arah belakang sambil memegang dadanya. Ia berbalik lagi pada Naomi yang ikut-ikutan menoleh ke belakang lalu tersenyum tanpa menjawab. Sementara itu, Sebastian baru saja menyelesaikan meeting kecil dengan Edward dan beberapa teknisi. Ia hendak kembali ke ruangannya saat melewati ruangan Cindy. Lirikan matanya sekilas tapi langkahnya berhenti dan ia berbalik kembali ke ruangan Cindy. Sebastian masuk dan melihat tidak ada tas milik Cindy di atas meja. Terlebih posisi buku catatan di atas meja yang diletakkan Sebastian di dekat tas tangan Cindy, sudah bergeser. Itu artinya, Cindy sudah pergi. Dengan berlari, Sebastian masuk ke ruangannya lalu mengecek ruang rahasia. Ia menggeram marah melihat Cindy ternyata kabur dari pekerjaan yang ia tinggalkan begitu saja di atas meja. “b******k! Kamu mau coba kabur, heh!” Sebastian menggeram kesal dengan wajah marah. Sebastian langsung menyambar ponsel dari saku celananya dan menghubungi Lefrant Emir, sang pengacara. “Jemput Melvin. Dia sudah berani bawa Cindy kabur!” perintah Sebastian tanpa basa basi. “Apa? Nona Cindy kabur? tapi bukannya ....” “Jangan banyak protes, Lef. Lakukan yang aku suruh!” Sebastian memutuskan sambungan telepon dan keluar dari ruangannya. Jika perlu, ia akan menghabisi Melvin sekarang juga. Dari ruangannya, Sebastian berjalan lagi keluar dan mampir ke ruangan Edward, wakilnya. Edward sampai terkesiap melihat Sebastian tiba-tiba datang. “Cari Cindy di seluruh bangunan. Periksa CCTV dan laporkan padaku. Aku akan keluar bersama Lefrant!” perintah Sebastian pada Edward lalu berbalik pergi dan masuk ke dalam liftnya. “Baik, Pak.” Edward langsung bergerak seraya mendengus kesal. Belum satu minggu, sekretaris itu sudah membuat banyak orang kesusahan di perusahaan itu. Seolah Sebastian tidak bisa memecat atau mencari pengganti Cindy. Edward hanya belum sepenuhnya mengetahui hubungan Cindy dan Sebastian yang sesungguhnya. Di dalam taksi online, Cindy terus menggenggam tangan Naomi. Naomi sempat cemas terutama melihat Cindy yang agak pucat. Napas Cindy sudah jauh lebih baik. Tetapi ia tidak bisa menepis terlihat pucat dan ketakutan. “Kamu kenapa? Kok kamu kayak orang sedang dikejar-kejar sih?” tanya Naomi dengan suara lebih kecil. Cindy melepaskan napas tersengal cemas beberapa kali lalu menoleh ke belakang terus memastikan jika tidak ada mobil Sebastian yang mengikutinya. “Aku ... nanti saja ya aku cerita kalau kita sudah sampai ke rumah kamu.” Cindy menjawab dan langsung menodong. Kening Naomi makin mengernyit. “Kok? Memangnya kamu mau ke kost an ku?” Cindy langsung mengangguk. “Boleh, kan? Aku minta tolong.” Naomi langsung mengangguk lalu tersenyum. Lagi pula ia sudah lama tidak bertemu Cindy setelah sahabatnya menikah. Sedangkan dahulu, Naomi sempat menumpang tinggal di rumah Cindy kala menyelesaikan kuliah. “Tentu saja boleh. Aku memang mau pulang.” Naomi menjawab masih tersenyum. ia merasa jika kali ini Cindy-lah yang membutuhkan bantuannya. Sudah saat membalas budi baik Cindy yang mau berbagi tempat tinggal dengannya dulu. Mobil itu membawa Cindy dan Naomi ke sebuah gang. Ia berhenti di ujung gang karena tak bisa masuk. Naomi berterima kasih pada sopir yang mengantarkannya dan keluar bersama Cindy. Naomi menggandeng tangan Cindy membawanya masuk ke dalam gang sempit menuju rumah tempatnya tinggal. Cindy sedikit terperangah dan keheranan. Gang itu sungguh sempit dan sedikit semrawut dengan beberapa anak-anak berlarian atau motor yang berusaha melintas meski separuh dikayuh dengan kaki. Cindy belum pernah pergi ke rumah Naomi sama sekali. Tetapi, Naomi tidak malu dan tetap mengajak Cindy. “Kamu tinggal di sini?” tanya Cindy dengan keheranan. Naomi tersenyum lalu mengangguk. “Selama aku kerja di media, aku tinggal di sini.” Naomi menjawab dan masih menggandeng tangan Cindy masuk ke salah satu rumah petak kecil. Naomi ikut menyapa beberapa ibu-ibu yang menjadi tetangganya sebelum masuk ke rumah. “Masuk, Cin. Maaf ya, rumahku kecil. Hanya ada kamar, kamar mandi dan dapur kecil.” Naomi berujar sembari tersenyum memperlihatkan tempat tinggalnya. Cindy ikut tersenyum dan melihat ke sekeliling. Meskipun kecil, Cindy merasakan kenyamanan di rumah Naomi. Naomi menghidupkan pendingin ruangan di kamarnya kala Cindy masuk dan duduk di salah satu kursi beanbag di sudut kamar. “Kamu mau minum apa? Biar aku ambilin,” tawar Naomi dengan ramah. “Air putih saja, Nao. Aku haus.” “Sebentar ya.” Cindy pun mengangguk pada Naomi yang bergegas ke dapur mengambilkan air untuknya. Cindy menghela napas panjang lalu menyandarkan punggungnya di beanbag tersebut. Ia lega karena bisa lolos dari Sebastian tapi tak berani pulang karena Melvin. Naomi datang tak lama kemudian membawakan gelas berisi air untuk Cindy. Cindy menerimanya dengan baik dan meminumnya sampai setengah gelas. Naomi jadi ikut tersenyum tipis melihat Cindy. Ia penasaran dengan apa yang sesungguhnya terjadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN