Bab 15. Berusaha Pergi

1002 Kata
“Kamu mau ke mana?” Sebastian menegur Cindy yang berusaha membuka pintu kamar. “Saya harus pulang, Pak. Sudah jam berapa sekarang?” Cindy balik bertanya. “Sudah malam. Ayo tidur!” Sebastian menarik tangan Cindy yang tidak mengenakan infus kembali ke tempat tidur. Cindy agak sedikit terkesiap sekaligus merasakan perih di tangannya. “Pak, uh!” Sebastian tidak berhenti sama sekali. Ia memaksa Cindy duduk di pinggir ranjang lalu memeriksa sekilas infusnya yang tertarik. “Aku sudah bilang kan, kalau besok kamu gak sembuh. Kamu akan menerima hukuman dariku.” Cindy mengernyit kebingungan. Ia dipaksa oleh Sebastian untuk tidur kembali meski masih mengenakan pakaian yang sama. Padahal Cindy ingin pulang. “Pak, saya harus pulang!” “Buat apa? Apa kamu gak bisa tidur di sini saja? Kamu mau membantah perintahku lagi!” Sebastian makin menghardik Cindy yang masih pusing. Ia tidak ingin berdebat apa lagi Sebastian semakin memaksanya tanpa alasan yang jelas. “Pak, ini sudah malam. Saya harus segera pulang. besok saya akan datang lagi ....” “Apa kamu pikir aku akan melepaskan kamu begitu saja? Kamu bahkan belum menyelesaikan pekerjaan hari ini!” tukas Sebastian dengan sikap angkuh. Cindy menghela napas panjang dan berat. Jika ia dipaksa untuk melakukan pekerjaan atau Sebastian memperlakukannya dengan buruk seperti beberapa hari lalu maka Cindy tidak akan tahan. “Lagi pula untuk apa kamu pulang? Apa kamu kira suami kamu itu peduli?” sambung Sebastian masih dengan kalimatnya yang menyakitkan. “Dia sudah menjual kamu untukku, jadi seharusnya kamu melayaniku bukan dia.” Cindy tidak mau menjawab. Kepalanya mulai sakit dan ia tidak punya tenaga untuk melawan Sebastian. Akhirnya Sebastian yang kesal memaksa Cindy untuk meminum obatnya sebelum ia tidur. Meski aneh dan terkesan memaksa, Cindy menurut saja. Ia takut jika bosnya yang gila itu gelap mata dan malah kembali memperkosanya. Sebastian juga ikut tidur di ranjang yang sama. Ranjang itu sesungguhnya untuk satu orang meski bisa ditempati dua orang. Akan tetapi, posisi jadi sempit dan Sebastian serta Cindy harus berdekatan. “Sini, aku mau peluk!” pinta Sebastian dengan sikap yang masih cenderung kasar. Cindy mencoba menolak dan langsung diberikan delikan oleh Sebastian. “Kamu mau menurut atau layani aku sekarang?” ancamnya membungkam Cindy, Cindy terpaksa diam dan pasrah saja. Ia malah dipeluk Sebastian dari depan dengan infus yang masih terpasang. Cindy terpaksa sedikit menggantungkan tangannya dengan memegang lengan Sebastian agar darahnya tidak naik. Awalnya Cindy tidak mau memejamkan mata. Namun rupanya, obat yang sudah diminumnya membuatnya semakin mengantuk dan akhirnya tertidur. Sedangkan Sebastian bangun tak lama kemudian lalu tersenyum. Ia melirik pada kantung infus dan memastikan jika Cindy tetap mendapatkan cairan sepanjang malam. Selama Cindy tertidur didekapnya, Sebastian mengusap kepala Cindy beberapa kali dengan lembut sebelum kemudian ikut memejamkan mata. Keadaan Cindy semakin baik keesokan harinya. Dokter juga datang memeriksa. Persis semalaman Cindy belum pulang. Dokter masih memberikannya cairan infus dan ia harus beristirahat di ruang rahasia itu tanpa bisa keluar. Hanya Sebastian yang keluar dan dia sempat berganti pakaian. Semua kebutuhan Cindy diberikan oleh Sebastian dan Cindy tidak mau membantah. Sejauh Sebastian tidak mengasarinya, ia sudah cukup bersyukur. Di hari ketiga, Cindy kembali meminta agar diizinkan pulang. Ia berusaha keluar dari ruangan tersebut dan tak lama kemudian Sebastian datang. “Pak, saya sudah sembuh. Bolehkah saya pulang?” ujar Cindy meminta pada Sebastian. Sebastian bermuka datar saat menghadapi Cindy. Sedangkan Cindy penuh harapan jika Sebastian akan mengizinkannya pergi. “Memangnya kenapa kalau di sini?” tukas Sebastian sinis. Bola mata Cindy sedikit memutar. Ia menelan ludah lalu tersenyum tipis. “Ini bukan rumah saya, Pak. Saya harus segera pulang. Sudah tiga hari saya gak pulang.” Cindy beralasan dengan suara masih rendah dan memohon. Sebastian langsung berkacak pinggang. “Apa kamu pikir kamu bisa seenaknya pergi sebelum menyelesaikan pekerjaan?” pungkas Sebastian seenaknya. Ia terus menahan Cindy meski ia tahu jika wanita itu belum keluar dari ruang rahasia selama tiga hari. “Pak, saya ....” “Selesaikan dulu pekerjaan kamu. Kamu kan sudah sembuh?” potong Sebastian pada Cindy yang sedikit meringis. Ia merasa makin tak nyaman terutama karena dirinya sudah tidak berganti pakaian selama tiga hari. “Saya ... saya janji saya akan kembali.” Cindy sedikit merengek tak sadar dengan apa yang dilakukannya. Rengekan kecil itu berhasil membuat desir halus di sekitar tengkuk Sebastian yang mengeraskan rahangnya. Apa lagi ekspresi Cindy yang begitu menggemaskan membuat Sebastian jadi gemas sampai menggigit bibir bawahnya. “Kamu akan melanggar janji karena kamu sudah pernah melakukannya. Jadi aku gak akan pernah lagi kasih kamu kesempatan!” tunjuk Sebastian mengancungkan satu jari telunjuknya. Ia menahan keras agar tidak luluh pada Cindy. “Tolong, Pak. Saya gak akan kabur.” Cindy masih berusaha memohon. Sebastian tetap menggelengkan kepalanya. “Sini kamu!” ia malah menarik tangan Cindy keluar ruangan. Sebastian terus menarik Cindy ke ruangannya untuk memperlihatkan pekerjaannya yang menumpuk di atas meja. “Lihat itu!” tunjuknya menghardik Cindy. Cindy diam dan menundukkan kepalanya. “Sebelum seluruh pekerjaan itu selesai, jangan harap kamu bisa pulang!” Cindy masih menundukkan kepalanya dan tidak membantah. Ia sudah beristirahat selama tiga hari sekaligus tidak mandi selama hari itu. Memang ada kamar mandi di dalam ruang rahasia itu tapi Cindy hanya sekedar membersihkan sedikit wajahnya atau buang air dan bukan mengganti pakaian. “Sekarang bawa seluruh dokumen itu dan kerjakan di kamar kamu di dalam. Cepat!” perintahnya sangat tidak percaya pada Cindy. Cindy hanya pasrah dan kembali menurut. Ia mengambil seluruh dokumen dan membawanya kembali ke kamar rahasia. Sebastian membiarkan Cindy bekerja dengan nyaman di kamar tersebut sementara dirinya ada di ruangan CEO di sebelah. Jika Cindy keluar, Sebastian pasti tahu karena ruangan itu ada di dalam di ruangannya. Namun keberuntungan menghampiri Cindy. Dua jam setelah Cindy mengerjakan tugasnya, ia bangun untuk mengintip. Ternyata Sebastian tidak ada di meja kerjanya. Ini adalah kesempatan Cindy untuk kabur. Tanpa pikir panjang, Cindy pun keluar dari pintu masuk ruang CEO dan berjalan cepat ke ruangannya. Ia buru-buru mengambil tas dan separuh berlari masuk ke lift sambil celingukan dengan wajah ketakutan akan tertangkap oleh Sebastian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN