Tujuh Belas

935 Kata
Lelaki bertopeng bangkit. Tangannya terluka cukup parah oleh serpihan kaca. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri.  Tak ada siapa pun yang ia lihat. Namun, satu persatu anak buahnya ambruk secara misterius. Mereka tewas seketika dengan tubuh hangus. Jujur ia merasa agak takut. Mungkinkah ini kekuatan Sang Godness. Jika memang ia sehebat itu. Apa yang harus dilakukannya sekarang. Seluruh anak buahnya sudah tewas. Tinggal ia berdua bersama adiknya yang ketakutan dan bersembunyi di balik punggungnya. "Kak, sudah kukatakan isu itu benar. Ayo kita segera pergi," ucap adiknya dengan suara gemetar. "Sssst diam Haci. Kau membuatku kehilangan konsentrasi. " Ia menengok ke seluruh ruangan. Asap sudah bersih sehingga penglihatannya sudah tidak terganggu lagi. "Beraninya kalian mengusikku." Suara Adam menggema memenuhi rumah. Haci semakin menggigil di balik punggung kakaknya. Ia merasa suara itu berasal dari atasnya. Dan benar. Di sana seorang pemuda yang hanya mengenakan celana pendek dan kaus oblong tengah melayang di udara dengan santainya. Hanya vampire jaman dulu yang bisa melakukan itu. "Kak, lihat di atas. Di-dia ada di sana," bisik Haci di telinga kakaknya Ciha. Ia langsung mendongak dan membenarkan perkataan adiknya. Pemuda itu turun. Ia sangat tampan, berkarisma, kulitnya putih bercahaya dan memukau. Entah bahasa apa lagi yang tepat untuk mendeskripsikan mahluk vampire yang kini melayang turun ke arahnya. "Berlutut!" Perintahnya. Tubuh Haci maupun Ciha langsung berlutut. Seberapa kuat Ciha berusaha bangkit dan melawan, tubuhnya sama sekali tidak merespon.  Ia kehilangan kendali atas tubuhnya sendiri. Sememtara Adam duduk santai di atas sofa sambil memperhatikan keduanya. "Mengapa kalian berani menggangguku?" tanya Adam dengan sorot mata tajam. Ditatap seperti itu Haci dan Ciha merasa ketakutan. Keberanian yang sebelumnya mereka miliki telah hilang entah kemana. "Ka... Kami hanya disuruh," sahut Haci. Ciha merutuk dalam hati jangan sampai adiknya itu mengatakan semuanya. "Hmmm. Begitu. Oleh siapa?" tanya Adam. Keduanya membisu. Haci tidak akan mengatakannya karena ia memang tidak tahu. Sedangkan Ciha melawan mulutnya sendiri agar tidak bersuara. Adam menjentikkan jarinya. Seketika itu pula topeng di wajah Ciha retak dan hancur. Wajahnya kini terlihat. "Kau, katakanlah." Tunjuknya pada Ciha. Seberapa keras Ciha menahan mulutnya untuk bersuara, namun usahanya itu akhirnya gagal. "Kami diperintah Raja Vampir dari Barat." ucap mulut Ciha. "Siapa?" tanya Adam lagi. "Raja Philip. Dulu saat kekaisaran Cezar masih Berjaya dia adalah bawahan ayahmu tuan." Adam menghela napas. Ia terdiam cukup lama. "Kalau kalian masih ingin hidup. Katakan pada mereka jika isu apapun yang beredar tidak benar. Vampir yang kalian cari tidak ada. Apa kalian mengerti?" Haci dan Ciha mengangguk. "Cepat pergi dari sini. Sebelum moodku berubah. " Mendadak Haci dan Ciha bisa menggerakkan tubuhnya. Kesempatan itu tidak mereka sia-siakan untuk segera meninggalkan tempat itu. Sepeninggal keduannya Adam memegang kepalanya, ia merasa pening. Sungguh, ia belum terbiasa menggunakan kekuatan yang ia miliki. Ia perlu waktu menerima semuanya. Namun ia merasa haus kini.  Di dekatinya Jay. Direngkuhnya tubuh besarnya dan membawanya ke kamar. Jay terlelap di pangkuannya. Adam meniupnya sampai tersadar. Hal pertama yang Jay lihat adalah wajah Adam. Dan ia juga menyadari posisi mereka yang seperti pengantin baru. Ala bridal Style. Duduk di tepi ranjang dengan Jay berada di pangkuan Adam. "Apa yang kau lakukan. Apa kau ini sudah tidak waras. Aku ini masih normal. Aku tidak suka sesama jenis," Racau Jay sekenanya. Ia bangkit dengan memberontak. Berusaha lepas dari pegangan Adam.  Adam hanya berdecak malas, pegangannya terlepas. "Jay, bisakah kau diam," Pinta Adam. Namun Jay tetap meracau. Adam mulai kehilangan kesabaran antara lelah, pusing dan haus melebur menjadi satu. Ia menggerakkan jemarinya hingga tubuh Jay mendekat dan berlutut di depannya. Adam duduk di pinggiran kasur. "Dam. Mau apa kau. Sudah kubilang aku masih waras. Bibirku ini masih perawan." Racau Jay semakin menjadi. Apalagi ketika Adam menangkup wajahnya dengan kedua tangannya yang lembut. Kemudian wajah Adam mendekat. "Dam. Aku tahu kau menawan. Aku juga selalu tertarik padamu. Aku jujur. Tapi aku masih ingin menikah dan punya keturunan. Kalau kau sedang bernafsu akan aku carikan wanita cantik," ucapan Jay semakin menjadi dan tak karuan. Adam menghentikan gerakannya tepat beberapa senti di depan hidung Jay. Pemuda itu menahan nafas. Apalagi saat memandang kedua mata biru Adam yang melenakan. Mata biru itu seolah menghipnotisnya untuk pasrah. Apapun yang dilakukan Adam ia akan menerimanya. Ia siap. Siapa yang sanggup menolak pesona makhluk dihadapannya ini. Hati siapapun akan meleleh. Ia tidak peduli lagi. Jay memejamkan mata. Sayangnya ia tidak menyadari jika Adam telah mengeluarkan taringnya. Dan saat taring itu menancap di lehernya barulah ia mengerti jika Adam tengah kehausan. Bukan sedang merayunya. Jay malu sendiri dengan ucapannya barusan. Bagaimana ia bisa berpikir jika Adam penyuka sesama jenis. Tapi kenapa ia harus malu. Salah Adam sendiri kenapa ia terlahir dengan menarik seperti itu. Siapa yang bisa menolak kharismanya. Jay saja rela dihisap darahnya sampai habis. "Ah." Jay melenguh saat ia merasakan sakit. Adam menyadari itu. Oleh karena itu ia berhenti sebentar dan memberikan ludah di bekas taringnya. Kemudian ia menggigit lagi menghisap darah Jay agak rakus. Kekuatan yang ia gunakan sebelumnya membuatnya lumayan haus. Ia tidak perlu hawatir Jay akan merasakan sakit karena ludahnya berfungsi seperti h****n. Jay sudah tak merasakan sakit lagi. Namun justru merasakan sebaliknya. Andaikan Adam menghisap darahnya sampai habis Jay tidak akan merasa keberatan sekali. Bahkan ia tidak akan sadar sampai mati. Namun Adam tidak akan melakukan itu. Setelah dirasa cukup ia menghentikan aktifitasnya. Kemudian menidurkan Jay yang masih larut dalam sensasi pengaruh ludahnya yang seperti sabu. Yang berfungsi baik membuat mangsanya tak berdaya dan terperanggkap dalam angan dan halusinasi kenikmatan. Adam sendiri memilih berendam di kamar mandi. Air hangat dan aroma yang menguar dari lilin yang dibakarnya rasanya begitu nyaman untuk saat ini. Sambil berendam ia akan memikirkan semuanya dan mengambil keputusan apa yang harus ia lakukan.      
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN