Malam mulai larut, Aluna pun telah berkali-kali menguap di samping Alvar. Namun, ia masih ingin menemani sang kakak menonton televisi
"Udah Aluna, ke kamar terus tidur. Mata kamu itu udah merah." Lelah Alvar
Aluna menggelengkan kepalanya. "Mau nemenin kakak disini." Kekeuhnya
Alvar berdecak, memilih membiarkan adiknya tidur di sofa dengan pahanya sebagai bantalan kepala Aluna.
"Oh ya, mengenai sosok perempuan itu, apa kamu mengetahui sesuatu, Aluna?" Tanya Alvar
Aluna yang sudah mulai tertidur pun kembali membuka matanya. "Hah? Tadi kakak bilang apa?" Tanya balik Aluna
Alvar mendesah. "Mengenai sosok perempuan yang bersama Aldrich, apa kamu mengetahui sesuatu?"
Aluna menggelengkan kepalanya. "Sayangnya, aku tidak tau apa-apa mengenai sosok itu." Jawabnya sembari mencoba mengingat sesuatu
"Kakak tau, waktu di restoran tadi, sosok itu berubah. Wajahnya terlihat sangat cantik, tapi ketika William datang memperingatiku, wajahnya berubah menjadi semula. Sangat hancur." Tutur Aluna
Alvar merinding mendengar cerita itu, tangannya pun lantas bergerak mengusap kepala Aluna dengan lembut hingga membuat Aluna mulai tertidur. Pasti berat memiliki kelebihan seperti Aluna, dengan pelan ia pun menggendong Aluna untuk ia pindahkan ke kamar. Namun, baru beberapa langkah ia langsung berhenti ketika mendengar ketukan pintu yang cukup keras
Aluna pun ikut terusik dan membuka matanya, "ada apa kak?" Tanyanya dengan suara serak
"Bentar ya, kamu berdiri bisa kan? Ada tamu kayaknya didepan." Jawab Alvar dan memiringkan gendongannya agar Aluna dapat berdiri
Mereka berdua pun akhirnya berjalan menuju pintu dan membukanya. "Maaf, mengganggu waktunya malam-malam." Sapa pria itu dengan wajah tidak enak
Terlihat Aldrich yang tengah berdiri dengan membawa sebuah tas ditangannya. Melihat itu, Alvar pun langsung membuka pintunya lebih lebar. "Tidak apa, silahkan masuk." Balasnya sopan
"Ada yang bisa saya bantu, Aldrich? Ah, tidak apa kan saya memanggilmu dengan nama?" Tanya Alvar
Aldrich tersenyum. "Tidak apa, lagi pula kita teman, Alvar. Oh, ya, apa boleh aku menginap disini? Hanya untuk beberapa hari saja." Pintanya
Aluna langsung menggelengkan kepalanya. "Maaf, tapi saya tidak memperbolehkan pak Al---"
"Diem dulu, Aluna." Potong Alvar cepat sembari membekap mulut Aluna
Alvar tersenyum tidak enak. "Sepertinya adik saya kurang nyaman jika kamu disini. Kalau mau, kamu bisa tidur di tempat David atau Kevin. Kebetulan mereka tinggal sendirian." Ucapnya mencoba berunding
Aldrich tersenyum mengerti sembari menganggukkan kepalanya. "Tidak apa, paling tidak saya tidak tidur di rumah." Balasnya
Alvar menganggukkan kepalanya, meskipun ada rasa penasaran mengapa Aldrich ingin menginap, namun ia memilih tidak ikut campur dalam urusan direkturnya ini. Alvar pun lantas bangkit dari duduknya setelah melihat jam yang telah menunjukkan larut malam
"Kamu mau saya antar sekarang?" Tawarnya
"Boleh." Jawab Aldrich ikut berdiri
Alvar pun mengambil kunci mobil miliknya, melihat Aluna yang sedari tadi diam menunduk membuatnya berdecak. Dipukulnya pelan pundak Aluna. "Kakak mau ke rumah Kevin, kamu mau ikut apa tidur?" Tanyanya
Aluna menggelengkan kepalanya, lantas berdiri meninggalkan mereka menuju kamarnya. Alvar pun mengantarkan Aldrich dan meninggalkan Aluna di rumah sendiri. Namun, siapa yang tahu jika kehidupan Aluna semakin tidak tenang dengan kedatangan Aldrich di hidupnya
Sembari mengikuti laju mobil Alvar, Aldrich selalu mengingat ucapan Aluna bahwa ada perempuan disampingnya. Namun, masalahnya ia tidak pernah benar-benar berdekatan dengan perempuan, lalu bagaimana Aluna bisa berkata seperti itu?
Beberapa menit kemudian, mereka berdua pun tiba di depan rumah Kevin, setelah Alvar tadi memberinya pesan tentang Aldrich. Kevin menyambut mereka dengan senyuman tipis, matanya melihat kedua orang itu dengan bingung. "Aluna kemana, tidak ikut?" Tanyanya
Alvar menggelengkan kepalanya. "Dia tidur." Jawabnya
Kevin pun menganggukkan kepalanya dan mempersilahkan mereka berdua masuk. "Oh, ya. Pak Aldrich bisa tidur di ruang tamu, tidak apa kan?" Tanyanya
"Tidak apa, terima kasih sebelumnya dan maaf merepotkanmu Kevin, dan panggil saya nama saja." Ucap Aldrich tidak enak
Kevin menganggukkan kepalanya mengerti
Alvar pun langsung berpamitan pulang, takut adiknya di rumah sendiri. Aldrich memasuki kamarnya dan menatap dekorasi kamar dalam diam, sejak pertemuan pertamanya dengan Aluna, ia merasakan banyak kejadian aneh di rumahnya. Seperti barang yang berpindah sendiri, suara tawa atau bahkan bayangan hitam. Dan sejak itu, ia selalu terpikir dengan ucapan Aluna tempo hari
Apakah benar ada sosok wanita disampingnya? Tapi bagaimana bisa? Dan siapa perempuan itu? Setelah memindahkan pakaiannya ke dalam lemari, dengan rasa penasaran yang tinggi ia pun menemui Kevin yang masih terbangun dan tengah mengerjakan sesuatu di laptopnya
"Kevin, apa boleh aku bertanya sesuatu?"
Kevin menatap Aldrich sembari menganggukkan kepalanya. "Silahkan, Aldrich." Balasnya
"Aluna, bagaimana dia bisa tahu tentang perempuan yang bersamaku?" Tanyanya membuat Kevin tersedak air liurnya sendiri
Sial! Padahal ia sudah mulai melupakan tentang hal itu, tapi kini ia kembali mengingatnya dan tentu saja ia takut. Nanti malam pasti ia tidak akan tidur, apalagi sumber ketakutannya berada dalam satu rumah dengannya
Kevin mulai merinding, apa sosok itu ikut ke rumahnya bersama Aldrich? Apa sosok itu akan menganggunya? Berbagai macam ketakutan muncul dalam pikiran Kevin, membuat Aldrich bingung melihat keterdiaman Kevin
"Kevin? Hei?" Ucapnya sembari melambaikan tangannya didepan wajah Kevin
Kevin menatap Aldrich dengan mencoba tenang. "Ah, itu. Karna dia bisa melihat, anda juga akan tahu nanti." Jawabnya ambigu
Aldrich mengerutkan keningnya, bisa melihat? Dia juga bisa melihat tapi kenapa tidak dapat melihat yang dimaksud Aluna?
Kevin pun lantas merapikan barangnya. "Aldrich, saya tidur dulu." Pamitnya cepat
Meninggalkan Aldrich yang masih memikirkan ucapan Kevin yang tidak dipahaminya
***
Sudah seminggu sejak Aluna mendapat peringatan dari William, dan sejak itu pula ia selalu mendengar tawa menyeramkan disetiap tidurnya. Takut juga kesal dirasakan Aluna, hal ini membuatnya harus rela berdesakan dikamar Alvar hanya agar dapat merasakan nikmatnya tidur.
"Suaranya tidak ada lagi kan, Aluna?" Sapa William dengan mata menoleh ke kanan dan kiri
Aluna mendengus, sangat kesal pada William yang selalu meninggalkannya sendiri ketika suara tawa itu terdengar. Jika ia bisa, ia ingin mengunci tubuh William agar tidak seenaknya menghilang.
"Untuk apa bertanya? Nanti juga kamu pasti hilang kalau mendengar suaranya." Balasnya kesal
William terkekeh pelan, suara itu memiliki aura menyesakkan baginya. Jika terlalu lama disana, ia pasti akan mulai masuk ke dunia yang paling tidak diinginkan
"Aluna, kakak mau tidur. Kamu tidur disini apa enggak?" Tanya Alvar dengan berteriak
Aluna lantas segera mengambil selimutnya dan berlari kecil menuju kamar Alvar, meskipun suara itu belum terdengar. Namun, ada baiknya ia berjaga-jaga. Untung saja Alvar tidak ikut ketakutan ketika ia mengatakan bahwa suara tawa yang sialnya hanya dia yang mendengar mulai terdengar
Alvar berdecak, mendengar derap kaki Aluna membuatnya tidak nyaman. Seolah ada yang menunggunya?
"Jangan lari-lari, Aluna." Marah Alvar
Tidakkah adiknya ini tahu jika sudah malam?
"Siapa yang lari?" Tanya Aluna bingung setelah tiba dipintu kamar
"Nggak usah nakutin kakak, langkah kaki kamu kedengaran sampai sini." Jawab Alvar jengkel
Aluna mengerutkan dahinya, dia memang lari tapi itu hanya lari kecil. Tidak mungkin suaranya sampai terdengar ke kamar Alvar, apa mungkin? Wajah Aluna memucat
Sama hal nya Alvar yang mulai merinding, melihat wajah bingung Aluna tentu membuatnya paham satu hal, yakni itu bukan perilaku Aluna melainkan?
"Aluna, jangan coba menakuti kakak." Peringat Alvar
Aluna menggaruk tengkuknya pelan, Alvar menyipitkan matanya. "Baiklah, meskipun itu bukan kamu. Anggap saja kalau suara tadi itu dari kamu. Mengerti?" Jelas Alvar
Aluna menganggukkan kepalanya, jangan sampai Alvar ikut takut karena suara itu. Jika iya, maka tidak ada penumpu kekuatan bagi Aluna
Hihihihi
Hihihihi
Aluna bergerak mengunci pintu kamar Alvar, lalu memejamkan matanya. Mencoba meredakan ketakutannya sendiri, suara itu mulai terdengar. Alvar pun hanya menatap sang adik dengan diam, entah mengapa aura malam ini terasa sangat berbeda
Hihihihi
Hihihihi
Alvar yang mulai menyiapkan tempat tidurnya menghentikan gerakannya, telinganya tidak salah dengar kan? ada suara tertawa di rumah ini
Hihihihi
"Aluna--"
"Kakak mendengarnya juga?" Potong Aluna cepat
Alvar menatap Aluna dengan wajah pucat, dia takut. Dia tidak pernah mendengar suara ghaib seperti ini, tangannya bahkan bergetar
"Kakak tenang okey? Kakak boca doa dulu." Tenang Aluna sembari memberikan minum pada Alvar
Aluna menghela nafas, sosok itu bahkan telah berani menganggu keluarganya. Jika awal-awal ia mendengar suara itu, mungkin ia mengira itu suara kuntilanak didepan rumahnya. Namun, merasakan aura berbeda dari suaranya tentu membuatnya sadar jika itu bukan suara kuntilanak depan rumahnya, apalagi setelah mendengar jawaban dari kuntilanak itu membuatnya sadar
Ada sosok yang mencoba mengusik ketenangannya