Aluna menuruni tangga sambil sesekali menguap, dirinya masih mengantuk sebab tadi malam ia kesulitan untuk tidur karena selalu teringat dengan sosok menyeramkan itu
"Masak apa?" Tanyanya sembari menumpu kepalanya dengan kedua tangannya di atas meja makan
Alvar menoleh. "Cuma nasi goreng. Oh, ya, nanti siang kita makan di luar, Al." Ucapnya
Aluna menganggukkan kepalanya, ia pun kembali berjalan menuju depan rumahnya. Dapat ia lihat sosok kuntilanak yang juga tengah menatapnya, seolah tahu bahwa Aluna memang akan menemuinya
"Cari William?" Tanya kuntilanak itu
Aluna menganggukkan kepalanya. "Dari tadi malam di tidak muncul, apa dia marah karena aku menolak ucapannya?" Ucapnya sedih
Kuntilanak itu terkikik pelan, kakinya ia goyangkan sembari menyisir rambutnya dengan tenang. "aku juga marah padamu, Aluna." Rajuknya yang membuat Aluna merinding
Aluna menatap ke atas dengan sedih. "Apa salahnya? Aku hanya tidak ingin kak Alvar sedih." Tutur Aluna
Kuntilanak itu hanya terkikik pelan melihat wajah sedih Aluna. "William tidak marah, ia hanya kesal. Lagipula dia selalu menjagamu bahkan di pesta itu, ia hanya tidak menampakkan dirinya saja. Jadi, tidak perlu sedih Aluna." Terang Kuntilanak itu lalu menghilang
Aluna tersenyum mendengarnya. William, sosok itu adalah teman setia Aluna. Dengan berlari kecil Aluna kembali masuk ke dalam rumah setelah mendengar teriakan kakaknya
William menatap Aluna dari jauh sembari tersenyum tipis
***
"Itu mereka."
Tunjuk Alvar sembari menarik tangan Aluna ke arah kedua sahabatnya. Aluna tersenyum menyapa mereka.
"Kalian juga disini?" Sapanya
Kevin dan David menganggukkan kepalanya, lalu mempersilahkan untuk duduk pada mereka berdua. Aluna menatap sekeliling dengan tersenyum, sudah lama ia tidak makan di restoran ini dan dekorasi di tempat ini masih tidak berubah
Namun senyumannya langsung hilang kala melihat sekelebat bayangan wanita baya yang sepertinya ia kenal. Apa itu ibu? Pikirnya
"Aluna, hei, tidak mendengar kakak hmm?" Ucap Alvar mengalihkan tatapan Aluna
"Apa? Kakak tadi bilang apa?" Tanya Aluna tidak enak
Alvar menghela nafasnya, dia takut sekarang. Aluna masih terus melirik wanita baya itu hingga berjalan mendekati mereka, melihat rupa wanita itu, Aluna lantas tersenyum
Dengan cekatan, ia menggenggam tangan wanita itu kala melewatinya begitu saja. hal ini membuat Alvar yang sedari tadi mencoba menghilangkan konsentrasi Aluna pun menghembuskan nafas pelan, ia sekarang menyesal mengapa ia membawa adiknya ke sini dan wanita itu juga kenapa berada disini
Wanita itu adalah ibu mereka, Aluna pun mencoba menyalimi ibunya namun tangannya malah dihempaskan dengan kasar, membuat Alvar dan kedua sahabatnya berdiri tidak terima, sedangkan Aluna hanya tersenyum kecut melihatnya. Padahal ini adalah pertemuan pertama mereka setelah 5 tahun lamanya namun malah ini yang ia dapat
"Ibu tidak mengingatku?" Tanya Aluna pelan
Wanita itu menatap sinis Aluna, sembari membersihkan tangannya yang baru saja disentuh Aluna dengan sapu tangan
"Memangnya siapa kau? Hingga aku harus mengingatmu?" Balasnya tajam
Aluna mencoba tersenyum. "Aku Aluna, anak ibu." Tuturnya sopan
Wanita itu malah tersenyum mengejek. "Saya tidak pernah punya anak, meskipun saya punya anak. Yang mereka lakukan hanya mempermalukan keluarga saya saja, jadi untuk apa saya punya anak." Tukas wanita itu
Alvar mengepalkan tangannya. "Cukup, berhenti ibu." Tekannya
"Kau memanggilku ibu? Bukankah kau sudah tahu kalau kalian berdua telah saya keluarkan dari nama keluarga saya? Apa aku harus mengingatkannya, Alvar? Aluna?" Ejek wanita itu dengan suara lantang
"Dan kau Aluna, apa kau tidak kasihan dengan kakakmu? Dengan adanya kau di hidupnya---"
"Berhenti, anda bisa menghina saya, tapi tidak perlu menghina adik saya. Karena anda tidak berhak untuk itu." Potong Alvar dengan marah
Ia bahkan tak segan untuk menunjuk wajah ibunya. Beberapa pengunjung yang berada didekat mereka pun dapat mendengarnya. Sedang Aluna mengerjabkan matanya bingung, apa tadi? Dikeluarkan dari nama keluarga? Ah, ia ingat. Jadi karena ini selama setahun dia tidak bisa kuliah karena tidak memiliki kartu keluarga dan itu berarti sekarang ia tidak memiliki keluarga selain Alvar?
Wanita itu tertawa mengejek, matanya melihat Aluna yang hanya menundukkan kepalanya. "Jika saja kau benar-benar hilang saat itu." Ucapnya
David berdecak. "Berhenti tante, tidak perlu lagi menghina mereka. Ada baiknya tante segera pergi dari sini, sebelum saya memanggil satpam untuk mengusir tante." Ancamnya
Kevin menganggukkan kepalanya, jika saja ia tidak ingat sedang berada di tempat seperti ini. Ia pasti akan menghina balik wanita didepannya ini, tidak peduli meskipun dia adalah ibu dari sahabatnya sendiri
Setelah kepergian wanita itu, Aluna menangis dalam diam dengan kepala menunduk, memikirkan betapa kasihan hidupnya. Ketiga pria yang berada dihadapan Aluna pun menatap Aluna tidak tega, seandainya mereka tidak ke restoran ini, pasti tidak akan terjadi hal seperti ini.
"Aluna, maafin kakak. Lagi-lagi kakak buat kamu sedih." Tutur Alvar pelan
Ia tidak tega melihat adiknya seperti ini. Aluna menatap sang kakak. "Kalau kita dikeluarkan dari keluarga, lalu bagaimana bisa aku masuk kuliah?" Tanyanya
Bukankah sewaktu pendaftaran, ia juga harus mengumpulkan kartu keluarga sebagai perlengkapan data diri? Lalu jika dia tidak memilikinya?
Alvar menggaruk tengkuknya pelan. "Kita masuk ke keluarga David, ayahnya nggak sengaja dengar tentang masalah ini dan dia menawarkan agar untuk sementara, kita dimasukkan ke keluarganya. Karna saat itu kamu sudah satu tahun nggak bisa kuliah, akhirnya kakak menerima tawarannya, padahal kakak pikir mau buat kartu keluarga untuk kita, tapi ternyata nggak bisa karena kakak masih terlalu muda sehingga tidak bisa dijadikan kepala keluarga." Jelasnya
"Kamu nggak marah kan?" Tanyanya
Aluna menggelengkan kepalanya. "Kakak pasti bingung kan saat itu? apalagi harus nanggung masalah ini sendiri. Kenapa kakak nggak bilang aja ke aku?" Tanyanya merasa tidak enak sekaligus menyesal
"Kenapa? Kamu nggak suka masuk ke keluarga kakak?" Tanya balik David dengan nada tidak sukanya
Alvar menjitak kepala David. "Kalau kakak bilang kamu, nanti kamu pasti sedih. Lagian kakak juga bisa nyelesaiin kok." Bela Alvar
Aluna hanya diam sembari meminum jusnya, merasa ada yang menatapnya, ia pun menoleh dan melihat seorang pria yang ternyata juga tengah menatapnya. Aluna tertegun, pria itu dan sosok itu di sana.
Sebuah ketakutan muncul dalam dirinya. Namun, tak berselang lama karna ia melihat rupa sosok itu sepenuhnya tertutupi rambut sehingga membuatnya tidak terlalu takut
"Kakak." Panggil Aluna
Ketiga pria didepannya menatapnya
"Ada direktur kalian." Tuturnya sembari menggerakkan matanya ke arah samping
Alvar menggaruk tengkuknya pelan, pasti direktur mereka melihat kejadian tadi. Kevin menyenggol lengan Alvar
"Tidak diajak gabung kesini?" Tanyanya pelan
Alvar menganggukkan kepalanya, ia pun lantas mendatangi direkturnya sebagai bentuk formalitas dan menawarinya agar bergabung dengan mereka dan direktur itu setuju
"Tidak apa kan saya ikut bergabung dengan kalian?" Tanya direktur itu dengan sopan
David dan Kevin menganggukkan kepalanya sembari tersenyum, direktur itu pun lantas mengambil kursi tambahan dan duduk disana. Aluna mengerutkan dahinya kala melihat sosok yang selalu bersama dengan direktur itu berubah, wajahnya terlihat sangat cantik di mata Aluna. Bahkan sosok itu tersenyum padanya
Seolah tersihir, Aluna berdiri dan mengambil satu kursi lagi yang membuat keempat pria itu menatapnya bingung.
"Maaf, masih ada satu perempuan lagi disini، dan dia datang bersama direktur." Tukasnya menghilangkan rasa bingung mereka
Alvar menatap Aluna cemas, tidak biasanya adiknya sebaik itu pada sosok tak terlihat, sedangkan direktur itu menatap Aluna bingung
Merasakan adanya kecanggungan serta mengingat sesuatu, Alvar pun memutus keheningan. "Ah ya, ini adik saya Aluna. Saat di pesta belum sempat berkenalan." Ucapnya
Aluna tersenyum tipis. "Dan Aluna, ini Aldrich teman serta direktur di tempat perusahaan kakak kerja." Tambah Alvar
"Jauhi pria itu Aluna, dia dapat mengancam nyawamu." Ucapan tiba-tiba itu membuat Aluna terbatuk
Dilihatnya William yang tiba-tiba muncul disampingnya setelah sejak kemarin menghilang. William pun lantas menundukkan kepalanya kala tak sengaja menatap sosok perempuan yang bersama Aldrich. Aluna pun lantas ikut melihat sosok perempuan tadi yang sekarang wajahnya berubah seperti saat pertama ia melihatnya, Aluna bahkan melihat raut marah sosok perempuan itu ketika melihat William
"Maaf, Aluna. Aku harus pergi, aku tunggu di rumah." Pamitnya dan langsung menghilang
Meninggalkan Aluna yang mulai merasa ketakutan, karma hawa dari sosok didepannya. "Aluna tidak apa-apa?" Tanya Kevin yang duduk di samping Aluna dengan pelan agar tidak terlalu didengar
"Tidak apa-apa kak." Gumamnya namun Kevin masih dapat mendengarnya jelas
Aluna pun memilih menggumamkan doa-doa untuk menenangkan hatinya, jika bisa hantu itu juga harus ikut menghilang mendengar doanya