Aluna menatap bangunan didepannya sembari meneguk ludahnya kasar, yang ia ingat bangunan besar ini tidak begitu seram, berbeda dengan yang ia lihat sekarang. langkahnya bergerak dengan pelan, membuka pagar yang tidak terkunci. betapa banyak hantu yang berdiam disini.
hihihihi
Tubuh Aluna mulai bergetar, matanya menatap William yang juga ikut disampingnya.
Hihihihi
Tawa itu semakin keras dan mulai bersahutan ketika Aluna memasuki pekarangan bangunan. Aluna ingin menangis sekarang, bulu kuduknya berdiri semua. Ia benar-benar merinding sekarang. Ia tidak tahan dengan suara mereka, andai saja tadi ia menerima tawaran Alvar untuk mengantarnya, pasti ia tidak akan setakut ini.
Apalagi aura bangunan ini juga begitu menyesakkan baginya, semua perasaan tiba-tiba mengumpul menjadi satu
"Aluna, apa kita tidak bisa pergi dari sini?" Cicit William takut
Aluna menggelengkan kepalanya, tanggung jika mereka kembali pulang sekarang tanpa sempat mendapatkan yang ia inginkan.
"Tenang, William. Setelah selesai, kita langsung pulang. Dan jangan coba-coba untuk meninggalkanku." Peringat Aluna
Tok tok tok tok
Pintu itu ia ketuk berkali-kali. Namun, tak kunjung terbuka. Aluna berdecak kesal, sesekali matanya menatap para hantu yang terkunci di halaman bangunan yang tidak bisa disebut rumah ini.
"Hihihihi, langsung masuk saja. Akan sangat lama jika menunggu pintu dibuka hihihihihi." Ucap salah satu kuntilanak
Aluna tersenyum ngeri, wajah kuntilanak itu benar-benar aneh dan sulit dideskripsikan. Struktur wajahnya tidak karuan, sangat tidak rapi dan begitu acak-acakan.
Jika benar-benar ingin di deskripsikan, bagian wajahnya itu tidak pada tempatnya. Hidung yang seharusnya berada di tengah, ini malah berada di kening, kedua matanya juga berada di dagu dan pipi. Seperti itu kira-kira Aluna dapat mendeskripsikannya
"Kau takut pada kami, gadis?" Tanya salah satu hantu dengan badannya yang besar itu, Genderuwo
"Hihihihi siapa temanmu ini? Dia sangat tampan." Tanya salah satu kuntilanak
"Hai tampan." Sahut kuntilanak lain
Aluna meringis, memilih segera membuka pintu bangunan itu dan memasukinya. Aroma sesajen menyeruak di hidungnya, sembari perlahan ia menuju ke arah wanita yang tengah duduk dengan posisi lotus itu
"Aku sudah menunggu kedatanganmu, Aluna." Ucap wanita itu menatap Aluna
"Itu berarti, anda telah mengetahui tujuan saya datang ke sini." Balasnya tenang
wanita itu tersenyum menatap Aluna penuh arti
"Tujuan sosok itu hanya ingin Aldrich dijauhi oleh semua perempuan." Tuturnya tenang
"Tapi mengapa? Maksudku, dari cerita yang aku dapatkan pak Aldrich tidak pernah menyakiti perempuan, karena hubungan mereka lebih dulu gagal tanpa sebab." Tanya Aluna bingung
"Kau tidak bertanya cara untuk melepaskan sosok itu dari kehidupan Aldrich?" Tanya balik wanita itu
Aluna mengerutkan keningnya, dia memang tidak ada niatan untuk membantu Aldrich. Dia kesini hanya penasaran mengapa sosok itu selalu bersama Aldrich, tidak lebih. Ah ya, dan ia juga penasaran mengenai suara tawa yang selalu ia dengar setiap malam
Bahkan kini, sosok yang tidak ia ketahui rupanya itu mulai berani menganggu kakaknya juga. Bukankah itu berarti, gangguan sosok itu tidak lagi ringan?
"Tidak, saya hanya penasaran mengapa sosok itu terlihat sangat protektif pada pak Aldrich." Jawab Aluna
Wanita itu menganggukkan kepalanya. "Baiklah, karena kamu sudah tau jawaban dari rasa penasaranmu itu. Kau boleh pergi sekarang." Ucap wanita itu
Aluna mengerutkan keningnya. Wanita itu menatap ekspresi Aluna dengan menikmati. "Aku menunggu kedatanganmu bukan untuk memberitahu mengenai tujuan sosok itu Aluna, tapi aku menunggumu untuk memberitahukan cara agar sosok itu dapat lepas dari Aldrich." Jelas wanita itu
"Anda tidak berpikir untuk menyuruh saya membantu melepaskan sosok itu dari pak Aldrich kan?" Tebak Aluna
Wanita itu tersenyum menganggukkan Kepalanya
"Sosok itu tahu kelebihanmu Aluna, dan dia menganggapmu sebagai musuhnya. Jadi, sama saja meskipun kamu menjauhi Aldrich, dia tetap akan menganggapmu sebagai rintangan dalam tujuannya. Dalam hal ini, bukankah lebih baik kalian selalu bersama? Dengan ini kalian bisa bekerja sama." Balas wanita itu
"Maaf, Bu Helen. Apa tidak ada cara lain? Saya hanya ingin menjauh dari sosok itu." Tanya Aluna
Helen menatap Aluna lama, lalu menganggukkan kepalanya. "Ada, hanya saja untuk saat ini lebih baik kalian bersama. Karena bisa saja sosok itu menginginkan nyawa kalian berdua." Jawab Helen
Aluna menghela nafas. "Tapi bagaimana sosok itu datang? Apakah ada yang mengirimnya? Atau sosok itu murni menyukai pak Aldrich?" Tanya Aluna penasara
Helen tersenyum tipis. "Nanti kamu akan tahu sendiri mengapa sosok itu berada dalam kehidupan Aldrich."
"Aluna!" Teriak William tiba-tiba
Aluna mengerjab, menatap sekeliling dan tidak menemukan William. Aluna segera berdiri dan berlari keluar diikuti dengan Helen
Matanya menatap ngeri pada William yang tengah digoda beberapa kuntilanak. Wajah genit kuntilanak itu memang tidak dapat Aluna deskripsikan. Yang pasti wajah mereka sangat tidak cocok dan aneh
"Aluna, tolong aku." Pinta William memelas
Aluna mengusap tengkuknya pelan, ia juga tidak berani jika menghadapi begitu banyak kuntilanak genit seperti itu
"Kamu sangat tampan."
"Bagaimana kalau kita pacaran?"
"Dia harus menjadi pacarku."
"Tidak, aku yang memintanya lebih dulu."
"Tinggal disini saja bersama kami."
"Wajah kamu begitu mulus."
"Tinggallah bersama kami."
"Bagaimana kalau kau menikah denganku? Anak kita pasti sangat lucu."
"Aduh, sayangku keringatan."
"Tidak! Aku tidak mau!" Tolak keras William sembari menatap jijik pada tangannya yang digenggam kuntilanak
"Pergi kalian! Menjauh dariku." Usir William
Helen terkekeh kecil, menatap kasihan pada William. Sedangkan Aluna tertawa geli, melihat kuntilanak itu memperebutkan William benar-benar menghiburnya. Dan apa tadi? Pacaran? Menikah? Hantu sekarang ternyata benar-benar update dengan kata-kata gaul
"Lepaskan dia." Perintah Helen tegas
Beberapa kuntilanak itu menatap takut pada Helen, lalu segera melepaskan genggaman mereka. William lega, dan segera mendekati Aluna
"Baiklah Bu, terima kasih. Saya permisi dulu." Pamit Aluna sopan
Helen menganggukkan kepalanya. "Aku menunggu kedatanganmu yang selanjutnya, Aluna." Tuturnya sembari melambaikan tangannya menatap Aluna yang semakin jauh
Sembari berjalan, Aluna menatap William yang hanya diam. "Kamu tidak apa-apa William?" Tanya Aluna menatap kasihan William
William mendengus. "Mereka menjijikkan." Gerutunya kesal
Padahal ia tadi sudah enak mengikuti langkah Aluna, tapi tiba-tiba ada kuntilanak yang menariknya pada gerombolan kuntilanak yang lain. Benar-benar pengalaman paling mengerikan di hidup William. Rasanya ia kapok untuk kembali ke sana. Bahkan wajah wajah genit itu masih terbayang di pikirannya
"Ah ya, bagaimana tadi? Apa katanya?" Tanya William setelah mengingat tujuan Aluna datang
"Ya, begitu, sosok itu menganggapku sebagai rintangan dalam tujuannya dan aku harus selalu bersama dengan pak Aldrich." Jawab Aluna malas
Apa ini berarti ia harus memperbolehkan Aldrich tinggal di rumahnya? Lagi pula ia kasihan dengan Kevin yang pasti selalu ketakutan karena tinggal serumah dengan Aldrich. William tiba-tiba tersenyum jahil
"Yah, dengan begitu Aluna dapat dekat dengan pria lain selain ketiga kakaknya." Gumamnya pelan