14 - The Little Church

1548 Kata
            Selena memilih untuk tidak bertanya apapun dan hanya mengangguk. Ia kemudian mulai sibuk bergerak ke sudut ruangan dan mulai mencari di lemari kaca antik. Gadis itu berhati-hati sekali membuka pintu kaca lemari itu karena takut memecahkan apapun yang ada di sana. Semua barang milik Sir Rudolph Tramonde terlihat mahal dan mungkin usianya melebihi usia Selena.             Ia membuka-buka beberapa kotak berwarna emas dan isinya membuat mata Selena hampir silau. Beberapa butir permata berkilau dan aksesoris indah ada di dalamnya. Selena sampai mengernyit saat melihat jepit rambut wanita di sana. Jepit rambut itu sangat indah dan nampaknya dilapisi emas juga. Selena memegang jepit rambut itu dan rasanya cukup berat.             Gadis itu terdiam dan mulai merasakan sesuatu yang janggal di dirinya. Suara lelaki yang memanggilnya di mimpi kembali samar-samar terdengar. Selena sampai harus memejamkan mata berusaha mendengarkan lebih jelas karena ia sangat penasaran dengan nama gadis itu.             Pundaknya tiba-tiba ditepuk oleh Ian hingga Selena tersentak dan ia membuka matanya kembali. Ian memandangnya dengan mengernyit. “Kau baik-baik saja ? Kulihat kau melamun tadi.” tegurnya. Selena mengangguk cepat dan sedikit mengutuki Ian yang membuyarkan konsentrasinya. Ia hampir saja mendengar suara itu lebih jelas dan sekarang semuanya telah menghilang.             Selena mengembalikan jepit rambut itu kembali ke asalnya dan menutup lemari kaca. Ia kembali sibuk mencari cincin itu dan menunduk untuk melihat bagian bawah lemari. Tidak ada apa-apa. Selena mengerling Ian yang sedang membongkar meja kerja di dekatnya. Gadis itu berpindah tempat ke arah ranjang Sir Rudolph Tramonde dan membongkar bantal-bantalnya. Ia kembali menunduk ke bawah ranjang raksasa itu dan tidak melihat sampah apapun ada di sana.              Gadis itu sampai sibuk menarik kursi untuk melihat bagian atas lemari dan jendela di kamar itu. Ditelitinya dengan seksama semua bagian ruangan sampai tidak menyadari Ian berdiri melipat kedua tangannya di d**a dan memperhatikan semua gerak-geriknya. Nampaknya tindakan Selena menjadi tontonan menarik bagi Ian.             Hampir waktunya makan siang dan Selena akhirnya berhenti mencari. Ia berbalik dan melihat Ian sudah tidak ada. Sepertinya Ian telah pergi tanpa mengatakan apa-apa pada Selena. Gadis itu hanya menaikkan alisnya dan keluar dari kamar utama.             Ia mengambil makan siangnya dan mulai menjadikan ruang bersantai sebagai tempat favoritnya untuk makan. Di tempat itu, Selena bisa makan sambil menonton acara komedi atau drama. Ia bersandar di sofa dengan malas setelah menghabiskan makanannya. Gadis itu hampir tertidur sebelum ia teringat Grissham nampaknya belum makan siang sama sekali.             Selena bangkit kembali dan membawakan beberapa makanan dari dapur ke kamar Grissham. Sebenarnya ia bisa saja meminta Isabelle yang melakukannya. Tapi, ia tidak suka merepotkan orang lain jika pekerjaan itu bisa dikerjakan sendiri olehnya.             Selena mengetuk pelan kamar Grissham dan membuka pintunya. Grissham sedang duduk bersandar sambil memejamkan mata. Ia membuka matanya saat Selena masuk. “Kepalamu masih pusing ?” tanya Selena meletakkan baki makan siang untuknya. “Ya... rasanya berputar-putar...” jawab Grissham pelan. Selena hanya mengangguk dan berjalan keluar dari kamar Grissham. “Selena...” panggil Grissham hingga menghentikan langkah kaki Selena. Gadis itu berbalik memandangnya. “Maaf karena aku sudah marah-marah padamu... padahal kau berniat baik padaku... setidaknya aku berterima kasih karena aku belum terlanjur melakukannya...” Grissham menatapnya dengan rasa penyesalan. Selena tertegun mendengarnya. “Baguslah kalau kau mengerti. Mungkin ini bisa jadi pelajaran bagimu untuk tidak sembarangan percaya pada lelaki yang baru saja kau kenal, Griss.” kata Selena dan ia keluar dari kamar Grissham.                                                                                       ***               Sudah seminggu mereka berada di pulau itu dan Selena terus saja memimpikan hal yang sama setiap malamnya. Tapi, mimpinya selalu berhenti di panggilan itu. Selena benar-benar penasaran siapa nama gadis yang ada di mimpinya dan siapa yang memanggilnya.             Gadis itu sudah memetakan semua jalan di hutan dan bangga dengan hasil kerjanya. Ia sekarang lebih mudah menjelajah ke hutan tanpa perlu tersesat lagi. Selena akhirnya memutuskan untuk mulai mencari ke hutan. Entah kenapa ia tidak tertarik untuk mencari di dalam rumah.             Selena menapaki jalan setapak di hutan sambil membongkar-bongkar semak dan menengadah ke pepohonan. Ia perlu berhati-hati karena beberapa kali Selena dikejutkan oleh adanya ular yang bersembunyi dalam semak.             Gadis itu berhenti di tengah jalan dan menatap bingung ke arah peta yang dibuatnya. Jalan yang ada di depannya bercabang dua sementara ia tidak menggambar cabang satu lagi di bukunya. Selena langsung menambahkan cabang baru itu dan mulai menelusuri jalannya. Dipikirnya mungkin saja ia luput mengambil jalan ini.             Hutan yang lebih gelap hingga cahaya matahari pun sulit menembus dedaunan lebat terhampar di depannya. Selena terlihat ragu untuk berjalan terus tapi rasa penasarannya begitu besar dan firasatnya mengatakan jalan itu tidak berbahaya.             Ia memutuskan untuk tetap berjalan melewati hutan itu. Nampaknya seperti terowongan yang terbuat dari pepohonan karena Selena bisa melihat ujung jalan yang lebih terang dari terowongan ini. Pepohonan mulai menjarang dan cahaya lebih terang serta beberapa ekor burung gereja beterbangan. Pemandangannya cukup indah dan sangat hangat. Tanah yang dipijaknya mulai berbatu-batu kerikil putih dan Selena bisa melihat jalan itu mulai dipagari dengan bunga-bungaan liar berwarna merah muda.             Selena merasa senang berjalan di tempat itu. Ia jadi membayangkan pernikahan dengan pemandangan seperti ini akan terasa sangat indah. Matanya tiba-tiba menangkap sesuatu dan ia berhenti di tempatnya. Ada yang bergerak di semak-semak jauh dari tempatnya. Selena memicingkan mata dan terkejut saat melihat ada seekor rusa di sana. Tidak berapa lama, rusa-rusa lain mulai bermunculan dan Selena benar-benar terpukau melihatnya. Berbeda dengan bagian jalan lain yang sudah dilaluinya, jalan ini terasa sangat bersahabat dengannya.             Selena kembali berjalan dan melihat pepohonan terakhir di ujung jalan walaupun batu-batu kerikil putih itu masih terus mengarah keluar dari hutan. Selena mempercepat langkahnya dan semakin tercengang saat berhenti di ujung jalan.             Sebuah gereja yang bangunannya terbuat dari kayu dan sangat terawat membuat Selena benar-benar terpukau. Banyak bunga-bungaan menghiasi tempat itu dan ada beberapa ekor kelinci yang melompat-lompat di dekat gereja. Selena berjalan ke arah gereja dan menaiki tangganya. Bangunan itu bersih sekali seperti ada yang menjaganya.             Selena membuka pintu gereja dan melihat banyak kursi-kursi kayu panjang di kanan dan kiri aula. Sebuah salib besar dipasang di dinding tengah aula dengan beberapa lilin di meja bawahnya. Ada beberapa vas bunga yang diisi oleh bunga segar hingga Selena yakin ada orang yang tinggal di sini.             Tiba-tiba, pintu di seberang ruangan terbuka dan seorang pria berkacamata yang nampaknya adalah pastur gereja itu terkejut melihatnya. “Selamat siang, Bapa.” senyum Selena dan pastur itu membalas senyumannya. Beliau berjalan ke arah Selena. “Selamat siang nak. Umm... maaf sebelumnya, tapi bagaimana kau bisa menemukan tempat ini ?” pastur itu terlihat heran dengan kedatangan tamu yang mungkin sangat jarang. “Saya salah satu peserta The Gamers dan saat berjalan di hutan saya menemukan gereja ini.” jawab Selena. “Oh ? Mereka tidak menutup jalannya ?” gumam pastur itu seperti sedang berbicara dengan dirinya sendiri. “Apa yang anda katakan ?” Selena berusaha mendengar apa yang baru saja digumamkan oleh pastur itu. Beliau tersentak dan tersenyum padanya. “Ah, tidak. Tidak apa-apa. Namaku Jeremy Whiston dan aku yang mengurus gereja di pulau ini. Siapa namamu ?” tanyanya ramah. “Selena Walter, Bapa.” jawab Selena. “Oh, Selena boleh kupanggil demikian ?” ia tersenyum kembali dan Selena tersenyum mengangguk. “Kau ingin berdoa, nak ?” ia menawari bangku doa pada Selena yang mengangguk kembali. Rasanya sudah lama ia tidak berdoa semenjak kedatanagannya di pulau itu.             Pastur Jeremy meninggalkannya sesaat karena Selena mulai berdoa. Gadis itu merasa sangat damai dan tenang sekali saat berada di tempat itu. Saat ia selesai berdoa, gadis itu masih duduk memandangi tempat luar biasa itu. Pastur Jeremy kembali mendatanginya dan memberikannya sekantong cookies. “Aku memanggangnya tadi pagi dan kurasa ini terlalu banyak untukku. Kalau kau mau, ambillah ini.” katanya sambil menyerahkan cookies itu yang diterima dengan senang hati oleh Selena. “Umm... bagaimana bisa ada gereja di sini, Bapa ?” tanya Selena sambil memandangi sekelilingnya.             “Gereja ini sudah lama berdiri sejak Sir Rudolph Tramonde masih hidup dan beliaulah yang membangun tempat ini. Sayangnya, jalan menuju tempat ini ditutup sejak meninggalnya Sir Rudolph Tramonde 80 tahun yang lalu.” cerita pastur Jeremy memandang ke depan dan wajahnya nampak bersahaja. “Kenapa ditutup ? Bukannya lebih baik jika semua orang bisa berdoa walaupun berada di pulau kecil ?” tanya Selena sambil mengernyit. Pastur Jeremy menghela napas panjang.             “Semenjak beliau meninggal, anaknya yang bernama Rolland Tramonde menutup jalan kemari agar tidak ada lagi orang yang akan berdoa pada Tuhan. Aku menyesali dia masuk ajaran sesat yang membuatnya begitu benci pada Tuhan... dia bahkan menjadi salah satu penganut Atheis dan berniat memusnahkan gereja ini. Hanya saja aku memohon padanya untuk tidak menghancurkan tempat ini dan menawarkan padanya untuk menutup jalan akses kemari saja jika ia tidak ingin ada orang yang kemari. Beruntungnya dia menyetujui ideku dan menutup jalannya dengan papan yang bisa kau lihat saat menuju kemari...” pastur Jeremy memandangnya penuh arti. “Papan ? Papan apa ? Aku tidak melihat ada papan saat kemari.” kernyit Selena. Pastur Jeremy menaikkan alis karena heran. “Papan yang bertuliskan 'banyak binatang buas di area ini !'. Apa papannya ditaruh di samping ?” tanyanya. Selena menggeleng, “Tidak ada papan apapun saat aku kemari. Jalannya bahkan terbuka lebar.”             Pastur Jeremy semakin heran dan ia seperti merenung memikirkan banyak hal. Selena tiba-tiba teringat akan percakapan antara Isabelle dan orang asing yang ada di kamarnya waktu itu.             “Err... Bapa, jika anda telah lama berada di pulau ini, apa anda tahu kejadian apa yang terjadi 70 tahun yang lalu di sini ?” tanyanya dengan hati-hati. Ia tidak bisa menanyai Isabelle karena wanita itu akan tahu ia mencuri dengar dan nampaknya pembicaraan itu sangat rahasia.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN