Seisi kelas terdiam menghadap ke arah pintu. Kata-kata yang keluar dari kulut siswi itu membuat penasaran dan rasa bingung yang memuncak. Anders dan anggota geng luoji berjalan mendekat. Meminta penjelasan yang lebih jelas dan rinci. Tapi, keduanya tidak bisa menjawab hanya menunjuk ke arah jalan yang menghubungkan ke halaman depan. Sontak saja, hal itu m3mbuat Anders keluar dari kelas. Kemudian, diikuti oleh anak geng louji dan teman sekelas.
Ketika menginjakkan kaki tepat di depan kelas XI IPS 2, mereka terkejut dengan sepanjang jalan penuh dengan siswa-siswi yang berdiri untuk mencari tahu dari rasa penasaran. Ternyata, kelas geng luoji telah tertinggal berita karena asyik dengan jam kosong.
Ketujuh anak geng luoji pun mencoba untuk mencari celah agar bisa melihat apa yang sedang terjadi di sana, sampai-sampai membuat geger satu sekolah. Anders, melihat dua orang lawan jenis di depan sana sedang diberi hukuman. Entah, mereka berasal dari kelas berapa.
“Ada apa?” tanya Anders kepada salah satu siswi yang berdiri di samping kanan.
“Aku juga tidak tahu, Kak. Tapi, katanya ketahuan pacaran di ruang kelas yang lagi kosong.” Siswi itu kembali menatap ke depan.
“Pacaran? Kan, wajar. Anak remaja pacaran itu wajar atau ...?” Anders kembali mengajak siswi di samping kanannya itu untuk membahas perihal itu.
“Katanya sih sudah isi, Kak. Artinya, enggak hanya di hari itu.”
“Aelah, makanya jangan sibuk ngurusin kita. Tuh akibatnya ada yang kebobolan sampai telat diselidikinya. Toh, kita itu enggak b***t. Cuman meminta sedikit harta anak-anak kaya yang ada di sekolah ini,” rancau Davin yang berdiri di samping kiri Anders sembari merangkul pundak Anders.
Kepala sekolah itu tampak lelah dan penat menghadapi situasi saat ini. Situasi baru yang pertama kali baru terjadi. Bertahun-tahun sekolah membangun nama baik sekolah dan mengukir prestasi, seketika runtuh dengan kenakalan siswa dan siswinya. Bu Santi yang menjabat sebagai guru BK pun melangkah mendekat ke arah kepala sekolah berdiri.
“Baik, karena seluruh siswa telah hadir di lapangan ini tanpa ada undangan. Lebih baik, sekarang ambil barisan yang rapi seperti ketika upacara.”
Bu Santi melambaikan tangan agar seluruh siswa berbaris dengan rapi di lapangan. Tidak ingin menambah beban, mereka bergegas lari ke tengah lapangan untuk mengambil barisan. Barisan seperti ketika upacara Hari Senin diselenggarakan. Bedanya, tidak ada petugas-petugas khusus yang berbaris di depan sana.
“Terima kasih anak-anakku. Supaya berita ini tidak simpang siur. Saya tidak bermaksud untuk membuka aib sekolah sendiri. Saya, meminta kepada Ananda semua untuk menutup mulut atas adanya kejadian ini. Biarkan semua yang terjadi, bisa dijadikan sebagai pembelajaran untuk kami. Anak-anak, benar kami sebagai orang tua kalian di sekolah telah lalai. Salah dua dari anak kami melakukan kesalahan yang fatal. Untuk kasus ini, biarkan kami mengurusnya bersama wali murid yang bersangkutan. Di sini, saya kira telah jelas, kalian kembali ke kelas masing-masing dan belajar.” Bu Santi mengusap air keringat bercampur air mata yang telah runtuh ke wajahnya.
Seluruh siswa memilih untuk kembali ke kelas. Tapi, ada beberapa yang memilih untuk mencari titik ternyaman di sekolah. Seperti, gazebo atau taman-taman kecil yang ada di tengah sekolah.
Geng luoji memilih untuk masuk ke kelas. Duduk di belakang dengan lesehan. Di temani ponsel masing-masing. Tiba-tiba, ada suara dari speaker yang ada di kelas. Dari sana, terdengar suara dari Bu Santi yang meminta seluruh siswa dan siswi kembali ke lapangan.
“Ribet! Tadi, disuruh kembali ke kelas. Giliran baru mau santai, dijemur lagi di lapangan,” ucap Kim sembari berdiri dan memasukkan ponsel di saku celananya.
Mereka buru-buru ke lapangan lagi. Baris di tempat yang sama dengan tadi. Tidak lama kemudian, ada kepala sekolah telah siap untuk menuju tengah lapangan. Tapi, ternyata di dahului oleh Bu Santi yang akan menyampaikan sesuatu.
“Selamat siang semuanya. Mohon maaf, saya sela sebentar. Maaf, karena saya menyuruh kalian untuk kembali ke lapangan. Padahal, Ibu yakin kalian ada yang sedang seru-serunya berkelana dengan mimpi, ponsel, atau rumpi. Tapi, di sini akan ada banyak hal yang perlu kami sampaikan dan luruskan.” Bu Santi mengambil sebuah kertas yang telah dilipat rapi dari saku bajunya. “Anak-anak, masalah yang baru terjadi di sekolah ini, kami telah mengambil kesepakatan. Kemudian, saya harap di kemudian hari tidak ada kejadian yang sama. Semoga, dari adanya hal ini kita bisa mengambil hikmah. Kalian ... anak-anak cerdas yang terpilih untuk sekolah di SMA Go Publik. Ibu yakin kalian memiliki masa depan yang baik dan cerah, walaupun kalian nakal dan sering membuat ulah. Percayalah, kami hanya ingin yang terbaik untuk kalian. Jangan pernah menghancurkan masa depan kalian sendiri. Hal-hal yang seperti itu akan ada masanya sendiri. Di sini, saya hanya ingin merangkul kalian, anak-anakku. Mari kita saling menjaga satu sama lain. Saling terbuka dan saling mengerti, agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Terakhir dari saya, terus maju ke depan demi masa depan.”
Bu Santi meninggalkan tengah lapangan setelah menutup penyampaiannya. Setelah itu, kepala sekolah yang masih berdiri di tepi lapangan pun beranjak ke tengah lapangan. Dengan langkah yang terlihat lesu dan tanpa rasa semangat.
“Terima kasih untuk Bu Santi yang telah menyampaikan beberapa nasihat untuk kami. Di sini, saya meminta maaf kepada anak-anakku sekalian. Maafkan kami Bapak dan Ibu guru yang telah lalai terhadap kalian. Sampai terjadi kasus di mana kalian harus kehilangan salah dua teman karena adanya sesuatu yang tidak kami duga. Mungkin, benar adanya pepatah diam-diam menghanyutkan. Hal itu terjadi dan terungkap hari ini. Tidak pernah terlintas di kepala saya akan terjadi peristiwa ini. Mulai minggu depan akan ada peraturan tata tertib baru yang harus kalian patuhi. Semoga dengan ini bisa memantau kalian lebih baik lagi. Terima kasih sekian dari saya,” katanya yang ditutup dengan salam.
Geng luoji terdiam di tempat. Bibirnya saja yang diam, tapi kaki dan tangan tetap usil. Sebuah sambutan yang paling tidak di sukai kebanyakan pelajar. Alasannya cukup klise, panas atau sambutan yang terlalu panjang dan membosankan.
“Hari ini, kalian pulang lebih awal. Jangan mampir dan tengok kanan tengok kiri, langsung pulang ke rumah.” Bu Santi mengucap dari teras ruang di depan sana. “Kalau ditanya kenapa pulang lebih awal, jawab saja guru sedang ada rapat dadakan.”
Tidak lama, barisan di bubarkan. Seluruh siswa bersorak bahagia bisa merasakan pulang lebih awal. Mereka berhamburan keluar dari gerbang sekolah.
“Akhirnya, gue akan merasakan tidur siang lagi setelah sekian purnama,” kata Agnetha sembari merentangkan kedua tangannya. Tas gendong yang telah siap di tubuhnya untuk dibawa kembali ke rumah.
Geng luoji yang hari ini tidak memiliki agenda pun memilih berpisah. Mereka kembali ke rumah masing-masing. Tapi, Pricilla masih harus ke kantin sekolah mengambil kotak donat dan uang hasil dagangan. Walaupun, sekolah belum berjalan sampai setengah hari, donat-donat itu telah habis tidak tersisa.
“Terima kasih, Bu.” Pricilla menerima uang dan kotak wadah donat miliknya.
“Berterima kasihlah kepada .... “
“Pricilla, segera pulang atau mau ikut saya ke ruang BK?” kata Bu Santi yang tiba-tiba ada di belakangnya.