Pricilla masuk ke rumah setelah selesai cuci kaki. Melihat ke arah ibunya yang sedang membuat adonan. “Malam, Sayang,” jawabnya sembari tersenyum menengok sekilas ke arah pintu.
Pricilla mendekat ke arah Alya untuk membantu membuat adonan. Sebab, kata Alya mereka memiliki pesanan sebanyak beberapa biji untuk acara ulang tahun. “Ma, rencananya Prissy mau mengembangkan usaha ini bareng temen-temen. Tapi, ya, nantinya hasil bagi dua. Separuhnya untuk membantu anak jalanan yang biasa kita kunjungi.” Pricilla melepas tas ransel dan jaket denimnya.
“Ya, ga pa-pa, yang penting tujuan kamu baik. Berbuat kebaikan untuk memanusiakan manusia. Mama pasti akan dukung selagi hal itu positif,” jawabnya.
Alya menyuruh Pricilla untuk segera membersihkan badannya. Pricilla pun masuk ke kamar untuk mengambil handuk dan beberapa pakaian untuk ganti. Setelah selesai mandi, Pricilla melanjutkan untuk membantu ibunya. Dia membantu ibunya untuk membuat bentuk-bentuk yang menarik. Tambah lagi, pesanan itu untuk acara yang lumayan penting.
Pricilla mencoba untuk membuat tema taman. Dari keenam biji donat itu, Pricilla menggambar permukaan dengan krim aneka warna. Melukisnya dengan pepohonan dan bunga serta di beri sebuah donat kecil berbentuk bulan di tengah-tengah. Membuat gambar burung-burung kecil di sebelah atas kanan. Begitu terlihat indah dan begitu menarik. Pricilla memberi lilin angka dan tiga biji donat biasa sebagai bonus.
“Selesai,” ucap Pricilla tepat pukul delapan malam.
Donat pesanannya itu digunakan di pukul sembilan malam, jadi dia bersama Alya memutuskan untuk segera berangkat ke rumah sang pembeli. Berjalan kaki sembari olah raga malam, merek melalui jalanan yang cukup ramai.
Mereka sampai di rumah kembali tepat pukul sembilan kurang seperempat jam. Mereka bergegas membereskan peralatan yang masih kotor. Agar besok pagi mereka tinggal menggunakan kembali tanpa membersihkan terlebih dahulu.
Sekitar pukul sembilan malam, Pricilla memutuskan untuk tidur. Tanpa membuka ponselnya terlebih dahulu. Sebab, tidur tanpa membuka ponsel sebelumnya bisa memberi dampak baik bagi tubuh. Salah satunya membuat tubuh Pricilla jauh lebih baik ketika bangun. Sebab, tidur yang semakin berkualitas, apalagi kalau tidur dalam jangka waktu yang tepat yaitu delapan jam.
Seperti pada rutinitasnya, Pricilla bangun pukul tiga pagi. Hari ini dirinya tengah memasuki hari pertama menstruasi. Jadi, dirinya tidak melaksanakan salat sepertiga malam. Dirinya langsung mencari ibunya di dapur untuk membantu membuat donat yang akan dititipkan di warung pak Rahman.
“Mama, sudah dari tadi?” tanyanya sembari menggulung rambutnya agar tidak mengganggu kala membuat donat. Setelah itu, mencuci kedua tangannya agar produk yang dibuat tetap bersih.
Setelah kurang lebih selama tiga jam berkutat dengan donat-donat pun bergegas untuk mandi. Membersihkan diri sebelum pergi menitipkan ke warung dan pergi ke rumah Anara. Selesai mandi, Pricilla sarapan dengan nasi goreng buatan Alya.
“Maaf, ya, kalau bau asam. Mama belum mandi, dari tadi berkutat sama tepung,” katanya sembari mengambil dua sendok nasi goreng ke piring Pricilla, kemudian menambahkan satu ayam ceplok ke piring.
Selesai menikmati sarapan, Pricilla bergegas berpamitan untuk pergi ke rumah Anara. Tentu, sebelum pergi ke rumah Anara, dia pergi ke warung untuk menitipkan donat. Menaiki angkutan umum yang biaya ongkos lebih ringan ke rumah Anara dari depan warung.
Setelah melewati berbagai macam jalanan, dia sampai di rumah Anara. Mengetuk pintu sembari mengucapkan salam. Salah satu adab bertamu yang harus dilakukan ketika berkunjung ke rumah orang lain.
“Sebentar,” kata Anara dari dalam rumah setelah menjawab salam.
Tidak lama kemudian, Anara telah menyuruhnya untuk masuk ke dalam. Ternyata, lagi-lagi dia datang paling awal. Tapi, tidak maslah. Daripada datang agak siang, pasti dia akan kesulitan menemukan angkutan umum. Pricilla duduk di sofa yang ada di ruang tamu.
“Ra, lo belum mandi?” tanyanya kala melihat Anara masih dengan pakaian tidurnya yang tampak mewah. Padahal, Pricilla hanya tidur menggunakan kaos oblong dan celaan pendek. Terkadang, juga terlalu nyaman dengan celana olahraga kala masih SMP yang digunakan untuk tidur. Bukan karena dia tidak punya pakaian tidur, melainkan dirinya lebih nyaman dengan kaos.
Anara terlihat tersenyum tipis dengan sedikit menutup wajahnya dengan rambut yang dibuat maju ke depan. Lalu, Anara pergi dari ruang tamu. Menapakkan kaki di tangga yang menghubungkan dengan kamarnya satu per satu. Dia bergegas untuk menikmati guyuran air di pagi hari, selain itu, dia juga merasa malu dengan Pricilla yang sudah wangi dan terlihat modis.
Kurang lebih satu jam kemudian, Anara telah selesai mandi. Dia telah kembali duduk bersama di ruang tamu. Sama-sama menunggu teman yang lainnya agar bisa memulai merintis usaha. Tujuannya agar anak-anak jalanan bisa belajar tanpa kesulitan fasilitas.
“Nah, sekarang gue udah wangi, gila sih lo! Gue aja belum mandi. Malahan baru bangun tidur.” Anara membuka pintu agar teman yang lain tinggal masuk tanpa ribet membuka pintu. Lagi pula, temannya ada anak cowok, jadi supaya bebas dari omongan tetangga.
Ya, percaya atau tidak, orang-orang di luar sana pasti banyak yang memiliki tetangga julid juga. Makanya, Anara memilih untuk membuka pintu agar mereka tidak salah mengira. Paling tidak nyaman, adalah tinggal dilingkungan yang sebagian besar tetangga suka gibah bersama. Percaya saja topik mereka banyak, bahkan melebihi kapasitas alur hidupnya sendiri. Walaupun Anara tinggal di wilayah perkotaan, tetap saja bukan di perumahan elit.
“Cantiklah, kenapa pintu lo umbar? Kaya lebaran saja, lagi buka rumah,” celetuk Pricilla sembari beranjak untuk melihat suasana di luar rumah.
“Ye, antisipasi sama kesalahpahaman tetangga,” katanya.
Tidak lama kemudian, teman-temannya mulai berdatangan. Anders telah datang, dia membawa beberapa plastik tepung cakra. Selain itu, dia juga membawa beberapa bungkus ragi bermerek fermipan.
“Wih, juragan tepung datang,” celetuk Anara sembari membantu Anders membawa dua plastik tepung cakra.
“Ini dari Emak. Katanya, kalau untuk membantu orang lain yang kesulitan, dia mau bantu. Makanya, dia bawain tepung sama ragi,” kata Anders.
Setelah pukul setengah sembilan, merek baru datang ke rumah Anara secara bersamaan. Mereka duduk di sofa sembari menonton televisi. Sembari istirahat, mereka membahas sesuatu yang bertopik ringan.
Setengah jam kemudian. Mereka masuk ke dapur untuk membuat adonan donat. Pertama kali membuat donat, mereka hanya membuat adonan dengan tepung sebanyak satu plastik. Kurang lebih, satu kilo tepung. Tentu saja, sebelum masuk ke proses produksi, mereka mencatat aktiva dan modal yang dikeluarkan berdasarkan bukti transaksi dari toko.. Tujuannya, agar memudahkan dalam perhitungan harga jual dan harga pokok penjualan, dan proses pembukuan nantinya, Walaupun baru memulai, semua pencatatan harus transparan dan tepat. Agar tidak terdapat perhitungan yang jelas di akhir.
“Gila, ternyata seru juga ya bikin adonan kaya gini,” kata Raynar.
“Iya, enak. Lo mah duduk doang,” timpal Anara yang sedang membentuk donat sesuai dengan desain dan tema yang dia angkat. Mulai memasukkan jus buah strawberry yang diblender menggunakan s**u putih, sebagai isian donat yang meleleh. Anara bersama Agnetha dan Pricilla melakukan itu sampai adonan habis.
“Iya, tapi nanti bagian penjualan, kita yang dibuat bingung,” sahut Kim tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.
Tepat pukul dua siang, semua donat telah selesai dimasak. Sesuai dengan bayang yang ada di dalam pikiran Anara. Satu donat bertema planet bumi pun telah selesai dibuat. Se-tengahnya lagi, berbentuk bulan dan bintang yang dihiasi dengan buliran kristal dan gula pasir yang dihaluskan.
Raynar memulai untuk mengambil foto dan video untuk konten promosi. Anara mengambil salah satu donat berbentuk planet bumi untuk di makan sebagai testimoni. Setelah pembuatan konten marketing selesai, mereka bergegas turun ke jalanan untuk menawarkan produk dengan pengguna jalan. Mereka membuat kemasan donat dengan mika.
Berdiri di tepi jalan dengan membawa satu dus berisi donat, dengan setia menunggu lampu merah agar bis menawarkan produk. Mereka mengucap syukur kala ada salah satu pengguna mobil berkenan untuk mencoba tester yang diberikan. Beliau pun memberikan nilai yang memuaskan. Selain itu, beliau membeli enam bungkus dengan bentuk planet bumi, bintang, dan bulan.
Bagi mereka, hal itu merupakan salah satu awal yang baik. Sebuah bisnis memang membutuhkan aksi nyata dan tidak memiliki jiwa pemalu sebagai pedagang. Mereka menepi kembali kala lampu telah kembali hijau. Davin yang telah berhasil mengambil gambar penumpang mobil tadi pun bergegas untuk meng-edit gambar agar bisa dijadikan testimoni yang akan diunggah di sosial media.
“Oh iya, ini akun marketplace ada empat orderan di wilayah Ciledug,” kata Davin yang sedang mengecek salah satu akun jualan secara online. “Ra, siapkan dua bungkus planet sama dua bungkus bintang,” sambungnya sembari mengambil kertas untuk menuliskan alamat pembeli, setelah selesai, Davin memesan tukang ojek online untuk mengantarkan pesanan ke alamat yang tertulis di paket.
Sampai akhirnya, donat yang mereka jual hari ini hanya bersisa dua bungkus berbentuk bulan. Mereka kembali ke rumah Anara sekitar pukul enam sore, Mereka membersihkan peralatan dan dapur milik Anara. Kemudian, mereka beranjak kembali ke rumah masing-masing. Pricilla pulang dengan diantar oleh Anara dan sopir pribadinya.
“Terima kasih, Ra,” kata Pricilla setelah turun dari mobil Anara.
“Pris, lancar, ‘kan?” tanya Alya sembari menggandeng lengan putrinya.
“Alhamdulillah, Ma. Oh iya, aku belum ambil uang di .... “
“Sudah Mama ambil tadi waktu mau pulang dari nganter pesanan,” jawabnya sembari membuka pintu. “Eh,” sambungnya sembari beristigfar.