Sekitar pukul sembilan pagi, Pricilla pergi ke kantin. Menanyakan perkembangan donat yang ia jual pada ibu pemilik kantin. Beruntung, ibu itu baik hati dan bisa diajak untuk kompromi. Menurut pemilik kantin, produk yang dijual oleh Pricilla memang baik dan memenuhi standar usaha.
“Coba saja kamu daftarkan beberapa berkas, seperti surat izin usaha, pasti jauh lebih menjamin untuk orang membeli donat. Karena sudah teruji dan terbukti keamanannya.” Ibu kantin membuat pesanan Pricilla. Pricilla memesan teh hangat empek-empek yang disediakan dalam menu makanan di kantin miliknya.
“Iya, sih. Tapi, semua itu butuh modal yang banyak. Saya juga baru memulai, Bu. Doakan saja, ya.” Pricilla menerima mangkok dari ibu kantin yang sedang berburu-buru untuk menyiapkan pesanan yang lain.
Beberapa menit kemudian, teman-teman Pricilla telah masuk ke kantin. Mereka duduk dalam satu meja yang sama. Sembari makan, mereka membicarakan sesuatu yang penting. Mulai dari masalah kode yang tidak kunjung selesai, sampai rencana bisnis untuk membantu anak-anak jalanan yang membutuhkan pendidikan.
Selain itu, merek juga asyik bercanda dan tawa. Salah satu cara mereka untuk mengalihkan pada pikiran-pikiran yang membebankan.
“Kim, lo bikin surat izin usaha, ya,” celetuk Raynar.
“Mana bisa. Gue enggak ada biaya. Surat-surat perizinan itu nanti saja. Kalau memang sudah berkembang menuju maju. Untuk awalan, kita buat saja dulu branding.” Kim membuang bungkus permen sembarangan.
“Dasar, itu di sana ada tempat sampah. Ambil terus buang di sana,” kata Pricilla sembari mengangkat gelas untuk meminum teh. “Gue mau cerita,” sambung Pricilla setelah selesai minum.
“Kim ambil sampahnya,” kata Anara sembari melihat mata Kim dengan tajam. Bagaimanapun, sebagai manusia kita tidak boleh berbuat semena-mena pada siapa pun, termasuk kepada alam dan lingkungan sekitar. Sebab, jika lingkungan aman, terjaga, dan nyaman, kita juga yang bakal merasakan kenikmatannya. Membuang sampah pada tempatnya merupakan hal kecil yang akan membantu bumi tetap sehat.
“pris, lo mau cerita apa?” tanya Anders sembari menyesap air dari dalam buah jeruk.
“Gue semalam mimpi. Mimpinya begitu menakutkan. Masa, tiba-tiba gue mimpi Mama kecelakaan. Sudah gitu, Mama meninggal. Semoga saja tidak akan ada hal buruk yang terjadi,” ceritanya.
“Tapi, katanya kalau mimpi kaya gitu, pertanda akan ada berita duka. Ya, gue sih bantu doa,” timpal Agnetha.
“Lo bantu doa biar ada yang meninggal gitu?’ tanya Davin.
“Ya, enggak. Gue bantu doa yang baik.”
Tidak lama kemudian, suara bel masuk ke kelas telah berbunyi. Mereka beranjak kembali ke kelas dengan langkah kaki perlahan. Mereka memang manusia-manusia santai dan enggan untuk terburu-buru dalam hal apa pun. Walaupun begitu, mereka tetap akan memikirkan apa yang sedang di hadapi.
“Nanti bahas lagi soal usaha sama kode di warung Pak Rahman.” Anders memilih untuk melangkah menjauh ke arah kanan. Arah jalan yang menghubungkan dengan toilet terdekat dari tangga.
Waktu berjalan begitu cepat. Bel pulang telah berbunyi. Lebih tepatnya, sekitar pukul setengah tiga siang. Hari ini mereka tidak pelajaran tambahan guna persiapan ujian nasional.
Mereka bergegas untuk ke warung yang memang dijadikan sebagai tempat nongkrong. Setelah sampai, merek duduk di bangku panjang sembari memesan makanan dan minuman.
“Kalian duduknya lesehan di sana saja, ya. Kalau di sini nanti ganggu pembeli lainnya,” kata pak Rahman.
Merek bergegas pergi ke area yang ditunjuk oleh pemilik warung. Duduk lesehan sembari menikmati segarnya udara yang dihasilkan oleh pohon mangga dan rambutan di samping warung. Tambah lagi lingkungan yang asri pun menyejukkan mata. Walaupun, bukan restoran atau rumah makan mewah, setidaknya ada tempat untuk mencuci mata dengan pemandangan yang terlihat hijau.
“Ini pesanan kalian,” katanya dengan lembut.
“Terima kasih, Pak,” sahut Davin sembari mengeluarkan laptop dari dalam tas ranselnya.
Davin membuka mesin pencari untuk mencari tahu tentang prosedur mendirikan sebuah usaha. Dari beberapa referensi, Davin menyimpulkan sendiri.
“Gue bakal jelasin apa yang gue tangkap dari beberapa sumber. Jadi, kalau menurut artikel yang gue baca, surat atau berkas usaha itu ada banyak. Klau kita mau mengurus semuanya sekarang, menurut gue malah enggak efektif. Jadi, karena bisnis kita masih pada tahap nol, lebih baik kita mulai terlebih dahulu. Ibaratkan, seorang resellerr yang memilih untuk menjual kembali suatu barang. Nah, kita mulai dulu dengan sistem titip ke warung-warung. Bisa juga kita bikin sampel produk untuk promosi. Kita juga bisa pakai sistem pesan dulu baru kita buatkan produk, tapi itu juga kita harus punya sampel produk,” jelasnya. Davin memandangi anggota geng satu persatu.
“Nah, kita bisa coba cara itu. Mungkin, maksud dari Davin seperti ini, kita membuat donat dengan berbagai bentuk yang menarik. Kemudian, kita ambil foto untuk promosi dan menggunakannya untuk sistem pre-order secara online.” Pricilla membuka ponselnya. Mencari referensi bentuk-bentuk unik.
“Bisa, sih. Lalu untuk modal awal kira-kira berapa?” tanya Agnetha.
“Ya, coba saja kamu hitung,” jawab Davin dengan ketus.”
“Gini daripada bingung untuk menghitung berapa modal awal. Akhirnya malah menduga-duga dan akhirnya tidak sama dengan apa yang ada di lapangan, lebih baik kita bikin kesepakatan.” Ander memberi saran. “Jadi, setiap anak patungan sebesar lima puluh ribu. Jadi, modal awal dari kita itu tiga ratus lima puluh ribu rupiah,” sambungnya.
“Setuju, jadi nanti setelah beli bahan-bahan dengan uang itu, kita bisa membuat produk. Lalu, dengan begitu kita bisa menghitung harga pokok penjualan dan harga jual.” Pricilla memberikan pendapatnya yang sesuai dengan pemikiran Anders. “Nah, untuk bisnis aku, biar aku, jalankan sendiri. Supaya tidak tercampur dengan bisnis bareng-bareng,” sambungnya.
“Lebih baik, dijadikan satu saja, sebab, kita kan pakai merek kamu. Jadi, sekalian saja kita jalankan bareng-bareng. Dikembangkan bareng, nah, hasilnya kita bagi dua sama rata.”
Ander memberi saran. Ternyata, semua anggota setuju dengan saran itu. Sebab, mereka juga memahami kesulitan ekonomi di keluarga Pricilla. Beruntung jika kalian memiliki sahabat yang bisa menerima kurang dan lebih seseorang. Jaga pertemanan itu, jangan sampai persahabatan itu berakhir sebagai musuh.
“Tapi, gue enggak mau, kalau nantinya bakal ada sengketa atau masalah karena hal ini,” jawab Pricilla.
“Kaya sama siapa saja, sih. Kita ini kan temen,” jawab Anara sembari tersenyum. “Kita ini mau seng, mau susah karena hukuman juga bareng. Apalagi, cuman masalah bisnis yang sifatnya itu duniawi, gak bakalan kita ungkit.”
“Sudahlah, kita kan di bisnis ini buat bantu anak-anak jalanan itu. Kalau suatu saat menguntungkan buat kita, ya kita lanjutkan dengan cara damai juga,” kata Anders. “Tha, besok lo bagian promosi ya,” celetuknya agar mengganggu Agnetha yang ibbuk dengan sosial medianya.
“Pris, lo udah dapet bentuk unik lainnya?” tanya Davin.
“Belum, tapi kalau bentuk itu kebanyakan ya pada donat biasanya. Hanya saja, topping yang dibuat unik. Nanti aku coba buat enovasi,” jawabnya, ”atau malah ada yang punya konsep?”
“Gue ada,” kata Anara sembari berjalan untuk meminta teh tambahan.
Anara kembali dengan membawa segelas es teh. Duduk di tempat semula sembari meminum teh menggunakan sedotan. Kemudian, mengambil kertas dan ponselnya.
“Begini, gue coba bikin desain donat yang berbeda. Aku ambil tema tata surya,” kata Anara.
Anara mulai menggambar planet mars di sebuah kertas. Sedangkan, ponselnya digunakan sebagai pencari referensi gambar planet dan benda-benda langit. Tangannya yang memang lihai dalam bidang lukis pun mulai berkreasi. Beberapa menit kemudian, Anara berhasil menggambarkan planet bumi. Kemudian, Anara juga menggambar sebuah gambar bintang. Di dalam gambar itu pun turut diberi petunjuk untuk wana.
“Nah, untuk bintang, aku memilih untuk warna biru. Kemudian ada butiran-butiran kristal, karena untuk benda langit seperti bintang itu terlihat mewah. Ya, sama kaya Pricilla yang memakai bentuk bulan. Nah, untuk planet bumi dan planet lainnya, nanti, kita bisa pakai bentuk bulat, tapi kita kasih isian varian kaya cokelat gitu, tapi kita pakai apa, itu loh namanya, untuk bagian luar, kita kasih cokelat sebagai latar, kemudian digambar menggunakan cairan matcha,” katanya menjelaskan.
Tidak terasa, waktu telah menuju petang. Mentari telah muai berangsur tenggelam. Mereka memilih untuk membereskan barang-barang. Kemudian, sepakat untuk keesokan harinya mulai mencoba mempraktikkan di rumah Anara.
Mereka beranjak kembali ke rumah masing-masing. Mungkin, di mata orang lain, mereka hanya sekelompok pelajar yang nakal dan suka membuat onar. Tapi, mereka adalah anak-anak pintar yang memiliki jiwa yang bisa berkreativitas. Itu sebabnya, jangan pernah melihat orang lain dari satu sisi yang terlihat, karena kita tidak tahu apa yang ada di balik itu semua.
Pricilla pulang dengan membawa wadah donat yang pagi tadi digunakan untuk menitipkan. Tentu saja, dia membawa dua buah. Bersyukur, dagangannya selalu habis di setiap harinya. Padahal, dia tidak mengira sebelumnya, dengan sebuah enovasi yang muncul, donat buatannya bisa laku keras, walaupun hanya di titipkan si sebuah warung. Bahkan, kata pak Rahman, donat buatan Pricilla selalu dicari oleh orang-orang.
“Mam, selamat malam, maaf, baru pulang,” kata Pricilla.