Satu minggu telah berlalu. Kini, Pricilla tengah duduk di sebuah ruangan bersama ibunya. Mereka memenuhi panggilan dari pihak sekolah yang akan menjelaskan akan suatu hal. Jujur saja, ada perasaan tidak nyaman di dalam hati Pricilla. Dia takut jika harus mendapatkan hukuman yang lebih berat lagi. Mengingat, namanya yang sudah buruk di mata guru-guru.
Pricilla menunggu guru yang sedang sibuk mencari berkas di rak arsip. Kearsipan sangat dibutuhkan di sebuah instansi atau lembaga. Bahkan, ilmu kearsipan pun dibutuhkan dalam keseharian seseorang yang menyukai kerapian. Seperti halnya Pricilla yang menggunakan ilmu itu untuk menata buku-buku n****+ di rumah. Walaupun, jumlah buku yang sedikit, tapi dia selalu menatanya dengan rapi. Tujuannya, agar memudahkan dalam menyortir atau mengelola jumlah buku yang dipunya. Tidak lama kemudian, guru itu telah duduk di salah satu sofa yang ada dengan membawa satu berkas bermap merah.
Kedatangan guru itu membuat Pricilla semakin takut. Dia kalut dengan kondisi saat ini. Bahkan, beberapa kali ibunya menatap Pricilla mencari penjelasan. Padahal, Pricilla sendiri tidak tahu tujuan dipanggil di ruang BK. Tak bisa dipungkiri, guru itu semakin menambah ketakutan Pricilla karena tidak kunjung menjelaskan maksud dan tujuannya.
“Baik, sebelumnya saya berterima kasih atas kehadiran Ibu di sini. Terima kasih susah meluangkan waktunya untuk menemui saya di ruangan ini. Sebelumnya mohon maaf, jika saya akan menyampaikan sesuatu yang tidak mengenakkan. Pertama, anak Ibu yang berulang kali membuat kegaduhan sudah meresahkan sekolah. Sebenarnya, bagaimana tingkah anak Ibu pada saat di rumah?” tanya guru itu.
“Buat apa Ibu guru menanyakan hal itu? Jika tingkah anak saya di sekolah dan di rumah tidak sama, artinya ada sesuatu yang salah. Anak saya di rumah dengan sikap baiknya, dia cukup baik menjadi anak saya, sebab saya sendiri berusaha untuk berbuat baik kepadanya. Kenakalan remaja bukannya hal wajar? Mungkin, sesuatu yang anak saya lakukan terlihat buruk, tapi apa Ibu tahu tujuan anak saya melakukan hal itu?”
“Saya merasa sekolah tidak ada kesalahan. Guru dan karyawan pun tidak ada membedakan murid yang satu dengan yang lainnya. Kami berusaha adil tanpa memandang bulu. Tapi, kenapa dengan anak Ibu yang selalu berbuat ulah. Waktu itu saya mendapatkan laporan bahwa anak Ibu dan teman-temannya sedang berada di sebuah jalan membagikan bayak makanan, buku-buku, dan mentraktir anak-anak jalanan. Biaya untuk itu semua berasal dari mana?” jawab guru BK yang sedang duduk dengan posisi yang sopan, namun perkataan yang sedikit menjatuhkan.
“Seharusnya Ibu bangga memiliki anak didik yang punya kepekaan terhadap lingkungan. Sebelum menuduh yang tidak-tidak, alangkah bijaknya jika Ibu menanyakan terlebih dahulu kepada yang bersangkutan. Saya yakin anak saya tidak melakukan hal-hal bodoh lagi.”
Pricilla menarik napas dalam. Dia melirik ke arah ibunya yang sedang membelanya. Pricilla tidak menyangka jika wanita itu akan membanggakannya di depan orang lain. Padahal, masih banyak kesalahan yang dia perbuat. “Maaf, uang yang saya dan teman-teman gunakan murni uang sendiri. Memang, dulu kami melakukan hal itu dari hasil seperti yang diketahui. Tapi, untuk kegiatan yang kemarin kami menggunakan uang sendiri. Kami beberapa kali berjualan makanan. Hasil dari itu ditabung dan baru kemarin digunakan untuk anak-anak jalanan yang membutuhkan.”
Guru BK itu terdiam. Mungkin, dia merasa tidak nyaman atas perkataannya. Benar, sesuatu masalah yang terjadi pasti ada penyebabnya. Sama halnya dengan hari ini, di mana adanya kesalahpahaman dan menelan mentah laporan yang masuk. Padahal, sebagai guru sudah seharusnya melakukan telaah terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan.
“Bu, Pricil, saya minta maaf.”
“Tidak apa, Bu. Saya tahu hal ini hanya sebuah kesalahpahaman. Apa masih ada yang perlu dibicarakan lagi?”
Guru itu memberikan map merah ke Pricilla. Gadis yang menggunakan seragam sekolah itu pun membuka map dengan rasa takut. Dia takut akan mengecewakan ibunya atas kelakuannya selama menjadi pelajar. Tapi, dia dikejutkan dengan isi lembaran pertama. Tak diduga, dia berteriak keras sampai membuat ibunya harus menabok lengan Pricilla agar tersadar.
“Eh, apa sih?” lirih Pricilla kemudian menunduk.
Dia memberikan map itu kepada ibunya. Dia merasa bangga atas pencapaian kali ini. Dia mendapatkan penawaran beasiswa dari salah satu universitas yang ada di kota. Tidak lama kemudian, dia pamit untuk kembali ke rumah. Sebab, tidak lama kemudian dia mendengar bel pulang.
Tiada henti untuk mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan. Beasiswa untuk masuk kuliah merupakan salah satu rezeki terbesar Pricilla yang wajib disyukuri. Mungkin, hal itu salah satu hasil dari perbuatannya yang memuliakan anak jalanan. Tidak ada suatu kebaikan yang sia-sia.
Beberapa saat kemudian, Pricilla masuk ke kamar. Mengganti pakaian, kemudian bersiap untuk ikut membuat kue pesanan dari langganan ibunya. Sebagai rasa syukur, Pricilla juga ingin membuat kue untuk dibagikan ke tetangga sekitar. Dia ingin orang-orang bisa merasakan rasa bahagia dan bangga yang sedang dirasakan. Berbagi kebahagiaan salah satu hal baik yang harus dilakukannya saat ini.
Sekitar pukul setengah tiga siang, dia membuat kue bersama ibunya selama dua jam. Mereka menyelesaikan pesanan tepat waktu. Sekitar pukul setengah tujuh malam, mereka mengantarkan kue ke pelanggan dengan bantuan taksi online.
“Ma, apa dibagikan ke orang-orang sekitar sini saja?” tanya Pricilla melihat kotak roti yang ada di tangannya.
Dia membuat sekitar dua puluh kotak kue dengan ukuran kecil. Meski begitu, masih bisa untuk dinikmati oleh orang lain. Sebab, berbagi tidak harus dengan jumlah yang banyak. Terpenting adalah keikhlasan. Mereka berjalan di tepi jalan raya untuk membagikan kue. Selama kurang lebih lima belas menit. Kemudian, mereka mencari taksi untuk pulang ke rumah.
Sebuah kebahagiaan tersendiri bagi mereka yang berhasil membuat orang lain tersenyum. Mereka sampai di rumah sekitar pukul setengah sembilan malam. Pricilla bergegas masuk ke kamarnya untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Ada beberapa tugas sekolah yang tertunda karena drama membuat kue.
Mengandalkan ketangkasannya dalam berhitung, dia sudah menyelesaikan tugas matematika selama dua puluh menit saja. Padahal, jumlah soal ada kurang lebih lima puluh. Benar-benar anak di atas rata-rata kecerdasannya. Dulu, ibunya memakan apa pada saat mengandung Pricilla?
“Prisil, besok antar pergi belanja. Soalnya semua bahan dapur sudah menipis.”
Tidak lama kemudian, wanita itu keluar dari kamar Pricilla. Benar-benar padat, singkat, dan jelas. Pricilla menarik selimut untuk menghangatkan tubuh di malam yang dingin itu. Dia memejamkan mata menjemput mimpi indahnya. Dia berharap bisa masuk ke universitas yang menjadi impiannya. Bahkan, dia sudah mendapatkan lampu hijau untuk masuk ke sana. Tidak berhenti dia mengucapkan terima kasih kepada Tuhan. Sekitar pukul setengah sebelas, dia sudah tertidur dengan pulas.