Akhirnya tim medis datang. Aku memberi tahu mereka bahwa Arkana di atas. Mereka berbondong membawa tandu menaiki tangga menuju kamar Arkana.
Salah satu dari mereka segera memeriksa kondisi vital Arkana. Mereka bertanya tentang detail gejala lanjutan yang dialami Arkana. Mama menjelaskan pada mereka selengkapnya.
Seseorang yang memeriksa Arkana nampak terkejut. Entah kenapa.
"Seharusnya jangan biarkan dia tertidur," ucapnya dengan nada tenang. Namun kentara menyiratkan sebuah dugaan yang berusaha ditutupi.
Seluruh tubuhku rasanya berdesir aneh. Aku takut. Tadi aku yang membiarkan Arkana tertidur.
"Memangnya kenapa kalau dia tertidur?" Mulutku gatal untuk segera bertanya. Berharap orang itu berkenan memberi tahu yang sejujurnya tanpa ditutup - tutupi.
"Saya belum bisa mengatakan karena ini masih berupa dugaan. Kita pastikan saja di rumah sakit," jawabnya.
"Tentu saja akan kita pastikan di rumah sakit. Tapi saya ingin tahu dugaan Anda. Ayo katakan!"
Orang itu menghela napas. "Anda tidak akan senang mendengar dugaan saya."
"Nggak masalah, saya akan tetap dengar meskipun tak suka."
"Tidak, Pak ... saya ...."
"Tenang, lah. Saya nggak akan menyalahkan kamu. Ayo cepat katakan!"
"Sesuai dugaan dokter Lugas tempo hari, Arkana memiliki masalah di otaknya. Ketika keadaannya memburuk, ia akan merasakan kantuk luar biasa. Di saat seperti itu, sebisa mungkin dia harus tetap sadar. Jika sampai tertidur ... mungkin dia tidak akan ...."
Orang itu berhenti bicara menatap ekspresiku. Syukur lah ia bisa membaca situasi dengan baik. Mengerti bahwa aku benar - benar tak siap mendengar ucapannya.
"Sudah saya bilang, Anda tidak akan senang mendengar dugaan saya. Tapi kita berdoa saja, semoga diagnosa dokter Lugas salah. Sehingga Arkana masih bisa diselamatkan."
Aku masih terdiam, tercengang. Mama pun menatapku dalam diam. Ibuku itu tak lagi bisa menangis. Sebab terlalu lama dan dalam kesedihannya. Hingga air mata pun tak mampu lagi mengalir untuk mengungkapkan jeritan hatinya.
Tim medis telah memindahkan Arkana ke tandu. Segala infus, masker oksigen, dan kawan - kawannya telah menempel di tubuh pucat putraku.
Mereka mendorong Arkana keluar kamar. Mama turut serta bersama mereka. Sedangkan aku, seperti rencana awal, akan bersiap - siap dulu, membawa barang - barang, sebelum nanti menyusul mereka.
Tapi sepertinya aku tak akan bisa bergegas. Lihat lah, sekarang saja kedua kakiku melemas. Hingga menopang tubuhku pun tak mampu.
Aku terjatuh ke lantai. Udara di sekitarku seakan menghilang hingga dadaku sesak. Likuid bening menetes dari kedua mataku begitu saja.
Ya Tuhan ... tak kusangka penjelasan tim medis akan membuatku sehancur ini.
Tak cukup aku membahayakan hidup putraku dengan menunda pengobatannya. Tapi juga ....
Aku adalah orang yang membiarkan Arkana tertidur saat rasa kantuk menyerangnya. Aku lah orangnya. Aku!
Apakah aku secara tak sengaja juga telah membunuh putraku sendiri?
~~~~~ Single Father - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~
Lugas menatapku tajam. Namun kali ini aku sama sekali tak berniat mengimbanginya. Aku hanya diam, membiarkannya menangani putraku di dalam salah satu sekat UGD ini.
Teringat hari itu. Kala Arkana terbaring di UGD yang sama. Ketika aku dan Lugas pertama kali bertemu. Saat dokter muda itu mengatakan diagnosanya tentang keadaan putraku, namun aku tak mendengarkannya.
Penyesalan itu menghujam dadaku begitu keras. Teramat sangat keras.
Selesai memeriksa Arkana, Lugas menghampiriku. Tatapannya tak setajam tadi. Namun suaranya begitu dingin membuka pembicaraan denganku.
"Arkana akan segera dipindahkan untuk dilakukan pemeriksaan lengkap," lapornya.
Aku mengangguk. "Tolong lakukan yang terbaik untuk menyelamatkan putraku!"
Sorot tajam Lugas kembali. "Saya harap semua belum terlambat. Semoga Tuhan membantu saya menyelamatkan putra Anda."
Aku menunduk. Aku ... seseorang yang keras kepala sekaligus egois. Aku mengakuinya. Dan sering kesulitan mengendalikan kedua sifatku itu.
Di sini, aku menekan, berusaha mengendalikan ego dan keras kepalaku.
"Maafkan saya telah begitu egois dan keras kepala, tidak percaya dengan diagnosa Anda tempo hari. Saya memohon dengan sangat untuk melakukan yang terbaik untuk Arkana. Saya mohon dengan sangat, tolong selamatkan dia."
Tatapan Lugas melunak. Ia nampak tak percaya dengan apa yang baru saja kukatakan. Dengan permohonan maafku, dan juga permohonan keduaku untuk melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan Arkana. Dengan segenap kerendahan hati, hasil penekanan ego dan kekeraskepalaanku.
Lugas nampak salah tingkah beberapa saat. Antara ingin tetap mempertahankan rasa kesalnya padaku. Namun juga telah luluh dengan permohonanku.
"Waktu itu saya sulit mempercayai diagnosa Anda," lanjutku. "Karena Arkana tak pernah menunjukkan gejala apa pun. Dan tiba - tiba Anda memberi diagnosa seperti itu, hanya karena ia terjatuh. Saya benar - benar tidak terima waktu itu. Maafkan saya."
Lugas menarik napas dalam. "Anda seharusnya tahu bahwa saya tidak akan melakukan diagnosa tanpa dasar, bukan?"
"Maafkan saya." Aku masih menunduk.
"Kasus seperti Arkana bukan yang pertama kali. Ada banyak pasien tanpa gejala. Penyakit baru diketahui saat kondisi sudah parah. Satu - satunya gejala yang dialami Arkana adalah kehilangan keseimbangan perlahan. Baru ia rasakan di hari ia terjatuh di sekolah."
"Iya, Dok. Sekarang saya sudah mengerti. Sekali lagi, tolong lakukan yang terbaik. Tolong jangan abaikan Arkana hanya karena Anda masih kesal pada ayahnya yang buruk ini."
"Sekali pun saya masih kesal pada Anda, tapi sebagai seorang dokter saya sudah disumpah untuk mengabdi seumur hidup untuk menyelamatkan pasien. Tidak mungkin saya mengorbankan keselamatan pasien hanya karena urusan pribadi."
"Terima kasih, Dok. Terima kasih."
"Tapi saya harap, Anda benar - benar tulus meminta maaf. Jangan - jangan Anda meminta maaf hanya karena takut Arkana saya abaikan."
Mulai kuangkat kepalaku. Kulihat Lugas tertawa. Ia sedang menggodaku rupanya. Syukur lah, ia benar - benar sudah memaafkanku.
"Iya, saya minta maaf karena takut Anda tidak serius menangani Arkana," balasku.
Lugas kembali tertawa. "Tenang lah, Pak. Saya akan berupaya semaksimal mungkin. Seperti yang saya katakan tadi, semoga semuanya belum terlambat. Seandainya saja ... benar - benar sudah terlambat. Saya akan tetap mengupayakan yang terbaik."
"Terima kasih, Dok. Terima kasih. Anda nampak masih muda, tapi Anda memiliki hati yang luas. Tak seperti saya yang selalu emosional dan labil. Sampai - sampai saya mengabaikan kondisi putra saya sendiri."
Lugas menangkap betapa besarnya rasa bersalahku. "Sekiranya saya bisa memaklumi bagaimana Anda yakin bahwa Arkana baik - baik saja. Karena Anda seorang Ayah. Mana ada Ayah yang terima putranya tiba - tiba didiagnosa sakit parah. Padahal sebelumnya baik - baik saja. Jadi tolong jangan terlarut dalam rasa bersalah. Lebih baik Anda fokus berdoa meminta kesembuhan Arkana." Lugas berusaha menenangkanku rupanya
Kupaksakan sebuah senyuman. Entah mengapa usahanya menenangkanku justru membuatku semakin merasa buruk. "Tentu saja, Dok. Saya akan berdoa tanpa henti untuk putra saya."
"Baik lah kalau begitu, Pak. Saya harus pamit untuk menangani pasien lain terlebih dahulu. Nanti saat hasil pemeriksaan Arkana sudah keluar, akan segera saya pelajari. Dan akan saya upayakan menemukan solusi."
"Sekali lagi terima kasih. Apalagi sampai berulang kali.".
"Ini sudah menjadi tanggung jawab saya sebagai seorang dokter. Jadi Anda tak perlu berterima kasih. Saya pamit dulu."
"Iya, Dok."
Sepeninggal dokter Lugas, aku pun melenggang keluar dari UGD. Menemui Mama untuk menjelaskan keadaan Arkana saat ini.
Ganjalan rasa bersalah di hatiku masih begitu besar. Seandainya ... seandainya sesuatu terjadi pada Arkana ... apa aku bisa memaafkan diriku sendiri?
~~~~~ Single Father - Sheilanda Khoirunnisa ~~~~~
Masya Allah Tabarakallah.
Halo semuanya. Ketemu lagi di cerita saya. Kali ini judulnya Murmuring. Mau tahu kenapa dikasih judul Murmuring? Ikutin terus ceritanya, ya.
Oh iya, selain cerita ini saya punya cerita lain -- yang semuanya sudah komplit -- di akun Dreame / Innovel saya ini.
Mereka adalah:
1. LUA Lounge [ Komplit ]
2. Behind That Face [ Komplit ]
3. Nami And The Gangsters ( Sequel LUA Lounge ) [ Komplit ]
4. The Gone Twin [ Komplit ]
5. My Sick Partner [ Komplit ]
6. Tokyo Banana [ Komplit ]
7. Melahirkan Anak Setan [ Komplit ]
8. Youtuber Sekarat, Author Gila [ Komplit ]
9. Asmara Samara [ Komplit ]
10. Murmuring [ On - Going ]
11. Genderuwo Ganteng [ On - Going ]
12. Theatre Musical: Roll Egg [ On - Going ]
13. In Memoriam My Dear Husband [ On - Going ]
14. Billionaire Brothers Love Me [ On - Going ]
Jangan lupa pencet love tanda hati warna ungu.
Cukup 1 kali aja ya pencetnya.
Terima kasih. Selamat membaca.
-- T B C --