My Destiny | 8

2131 Kata
Setelah puas berkeliling pusat perbelanjaan dan bermain sebentar, Calvin mengajak Rara mengisi perut ke sebuah restoran Jepang. Mereka makan sambil sesekali mengobrol dan tertawa, sampai pada akhirnya Calvin membuat Rara bungkam. Terdiam seribu bahasa, tidak tahu harus memberikan respons bagaimana. Takut menyakiti dan menyinggung perasaannya. Lelaki itu mengungkapkan perasaannya pada Rara, meminta untuk menjadi kekasih hatinya. Ini ungkapan serius dari hatinya, Calvin memang sudah jatuh cinta kepada Rara. Dia tidak akan mensia-siakan kesempatan, selagi Rara belum jaid milik orang lain. Entah jawabannya akan menerima atau ditolak, urusan belakangan--yang penting Calvin sudah mengungkapkan, agar di kemudian hari tidak ada penyesalan baginya. Rara tahu hatinya milik siapa dan akan tetap berlabuh pada siapa. Namun ... mencoba menerima Calvin tidak salahnya bukan? Rara ingin terbebas dari Alex, menyudahi rasa yang selalu membuat dadanya sesak tak tertahankan. Alex sudah bahagia bersama Syeila, lalu apa yang masih Rara harapkan ke depannya. Alex akan bersamanya, begitu? Hanya dalam mimpi! "Ya, aku mau." Hanya kalimat singkat yang mampu merubah segalanya dalam sekejap mata. Kini, Rara tahu hati siapa yang lebih utama dia jaga ke depannya. Belajar mencintai orang lain hingga terbiasa, itulah yang sangat Rara harapkan dari hubungannya kali ini. Calvin bukan lelaki jahat yang akan membahayakannya, dia hanya meminta bantuan pada lelaki itu untuk melupakan Alex, kemudian menjalin rasa yang jauh lebih membahagiakan. Calvin adalah lelaki pertama yang memecahkan rekor menjadi kekasih Rara. Sebelumnya tak ada lelaki manapun yang berhasil menaklukkan. Oh mungkin lebih tepatnya, Rara yang sulit berpaling dari Alex. Dulu sampai sekarang, sangat sulit membuka hati untuk orang baru sebab Rara tahu hal itu akan berujung percuma. Dia akan menyakiti orang lain, sementara hatinya tak mau berhenti berharap pada sosok Alex yang terlampau nyata hanya menganggap dirinya seorang adik. Miris bukan kisah percintaannya? Senyum Calvin mengembang. Dia memasangkan gelang pada tangan Rara, setelah itu mengecupnya amat senang. Sangat cantik dengan model sederhana namun tetap memancarkan keindahan luar biasa. "Terima kasih sudah memberikan kepercayaan untukku menjadi seseorang yang spesial di hati kamu." Calvin membawa Rara ke dalam pelukannya. "Terima kasih sudah menerima meski tahu aku bukan lelaki yang baik sebelumnya." Rara mengangguk. "Semoga kamu selalu bahagia bersamaku, ya?" "Pasti. Aku sangat bahagia memiliki kamu." Calvin mengusap rambut bagian belakang, turun ke punggung dengan senyuman masih mengembang sempurna. "Aku akan belajar lagi gimana caranya buat kamu bahagia." "Okelah. Aku tunggu ya." Rara menepuk-nepuk punggung Calvin. Senyum dengan helaan napas panjang terdengar dari Rara, entah apa yang sedang dia rasakan saat ini. Yang pasti semua rasa kini telah menjadi satu kesatuan, dia harus membiasakannya. Semua akan baik-baik saja, pasti! *** Sesampainya di apartemen Rara, Calvin tak sama sekali melepaskan genggaman tangannya. Di dalam lift saja dia beberapa kali mengecup dan mengusap. Memperlakukan Rara dengan begitu baik, sampai sang empunya kehabisan kata-kata. Calvin memperlakukan Rara seperti seseorang yang sangat berharga, tidak ternilai. Bukan kah Rara beruntung mendapatkannya? Harusnya menyakiti Calvin tidak ada dalam kamus percintaa Rara, dia harus menjaga perasaan lelaki yang mau memperjuangkannya--bukan Alex yang hanya bisa membuat tangis dan hebat menciptakan pesakitan. "Sudah malam, aku langsung pulang aja. Nggak baik kelihatannya kalau mampir." Calvin mengusap puncak kepala Rara, senyumnya begitu tenang. "Besok ke kampus aku jemput." Rara mengangguk. "Oke. Kamu hati-hati di jalan, ya. Jangan ngebut bawa mobilnya." Calvin mengangguk. Sebelum pulang dia kembali membawa Rara ke dalam dekapannya, mengecup singkat pelipis Rara. "Sekali lagi, terima kasih." "Iya, sama-sama. Aku juga senang bisa bersama kamu." Rasanya ingin sekali Calvin berteriak saking senangnya. Bayangkan saja, Rara menjadi kekasihnya. Ini nyata, bukan sekadar di mimpi. Tidak menyangka jalan hubungannya semulus ini, Calvin tadi sudah takut jika akan ditolak. Tidak rela berpisah, tetapi Calvin harus segera pulang. Setelah menjadikan Rara kekasihnya, rasa itu semakin menggebu-gebu saja, ingin sekali langsung menikahi Rara agar tak ada siapa pun yang mampu memisahkan mereka. Rara tidak masuk ke dalam sebelum Calvin benar-benar menghilang dari pandangan matanya. Helaan napas panjang dia berikan, kemudian berusaha tersenyum. Dia harus selalu senang, Calvin akan menjadi teman dan kekasih yang sangat baik serta pengertian. Sementara Alex, semoga secepatnya memudar rasa untuk pria itu. Rasa masuk ke dalam, keadaan ruangan sangat sepi seperti kuburan. Lampu ruangan bagian depan juga sudah dimatikan. Apa Syeila sudah pulang? Rara melihat ke arah rak sepatu. Masih ada sepatu Syeila di sana. Lantas, kenapa ruangan sudah begitu sepi? Perlahan, Rara melangkah ke arah ruang keluarga. Telivisi tidak menyala, tidak terdapat siapa pun di sana. Tidak ingin ambil pusing, Rara ke dapur mengambil air minum. Namun ketika ingin menuju ke kamarnya, Rara mendengar suara aneh dari dalam kamar Alex. Dengan hati bergerimis, Rara berusaha tersenyum. Dia memegangi dadanya yang tiba-tiba berdegub kencang. Rara sudah dewasa, bukan lagi anak kecil yang tak mengerti apa yang sedang mereka lakukan di dalam sana. Desah dan erangan mengisi ruangan, sudah sangat jelas menggambarkan sedang melakukan kegiatan apa. Kenapa harus di apartemennya? Ini tempatnya, kenapa harus dikotori dengan hal ini? Apa tidak ada tempat lain? Sungguh, ini sangat menjijikan sekali! Dengan lemas, Rara kembali melanjutkan langkahan menuju lantai atas, tempat di mana kamarnya berada. Air matanya mungkin sudah mengering, Rara bahkan tak bisa menangis lagi. Dua kali sudah, meski kali ini tak menyaksikannya secara langsung. Apa dunia memang sekejam ini? Setidak adil ini? Dia yang mencintai Alex, namun sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk meraih hatinya. Tidak sama sekali ada kesempatan menjadi seseorang yang berarti, lebih dari sosok adik kecil. Kenapa? Rara mengunci pintu, tubuhnya langsung merosot ke bawah. Rasanya seperti tak memiliki tulang, desahan itu kembali berputar di kepala. Tidak ada yang tersisa untuk Rara, dia kalah dan benar-benar kalah. Alex bukan untuknya, relakam dia. Calvin, ada lelaki itu yang mencintai Rara sangat banyak. Rara harus belajar membalas rasa yang dia sendiri tak yakini bisa tumbuh di dalam hatinya. Sekeras apa pun hatinya, Rara harus bisa mengusahakan agar tidak selalu terarah pada Alex. Ingat saja, Alex selalu menciptakan rasa sakit. Berbeda dengan Calvin. Harusnya mudah bukan untuk Rara melupakan Alex? Pria itu jahat, tentu saja yang paling jelas ialah milik orang lain. Rara melangkah ke arah tempat tidur, menghempaskan tubuhnya di sana dengan kasar. Rara harus segera tidur, besok dia bangun harus sudah dalam keadaan baik-baik saja. Rara tidak lemah, sudah biasa dia tersakiti begini. Sudah kebal! *** Saat pagi tiba, Rara sudah siap dengan pakaian ke kampus hari ini. Wajahnya jauh lebih fresh, senyum tak berhenti dia ciptakan agar semua terlihat baik-baik saja. Di dapur, Rara melihat Bibi Ann dan Syeila sedang memasak untuk sarapan mereka semua. Sementara Alex duduk di kursi bar dapur. Dia ditemani secangkir teh sambil sesekali mengajak Bibi Ann dan Syeila mengobrol serta tertawa. "Pagi, Rara." Syeila menyapa, membuat Bibi Ann dan Alex ikut menoleh ke arahnya. Rara mengulas senyum, dia mengangguk kecil. Lantas mengambil duduk di salah satu kursi bar paling ujung agar duduknya berjarak dengan Alex. Rara meraih roti dan selai cokelat, memakannya untuk mengganjal rasa lapar sebelum sarapan siap. "Jam berapa kamu pulang tadi malam?" tanya Alex. Dia menyeruput tehnya, menoleh sebentar pada Rara. "Jam sebelas." "Malam banget, di antara sama Calvin?" "Tentu saja. Kami pergi bersama, tentu saja pulang juga bersama." Rara berbohong, dia sebenarnya pulang jam sepuluh lewat beberapa menit. "Lain kali jangan pulang terlalu malam, bahaya." Seperti biasa, Alex selalu banyak ngatur. Apa saja jika soal Rara, tidak boleh ini dan itu. Dan satu lagi, tidak ada keadaan yang jaug lebih berbahaya selain berada di antara hubungan Alex dan Syeila. Apalagi mendengar percintaan mereka semalam, sungguh itu adalah mimpi buruk! "Aku bersama Calvin, dia akan menjagaku agar selalu aman bersamanya." Rara menyahut cuek, dia bahkan sama sekali tak menolehkan pandangan pada Alex. Malas saja rasanya melihat wajah pria itu, teringat akan kejadian semalam. Kedua manusia itu dasar kotor, bisa-bisanya mereka melakukan hal menjijikan seperti ini di tempat Rara. Lihat sekarang, Syeila nampak basah rambutnya. Habis keramas, eh? Cih, sialann! Mungkin setelah Alex angkat kaki dari apartemennya, Rara harus membenahi kembali kamar tamu itu. Membuang kesialan, siapa tahu kan? "Kamu berangkat kuliah pagi hari ini, Ra?" Kini, Syeila yang bertanya. Dia sudah menyelesaikan acara memasaknya, tinggal menyusun ke atas meja makan. "Iya, Kak." "Berangkat bareng aku." Alex kembali membuka suara. "Nggak usah. Calvin sebentar lagi datang, dia yang akan mengantar jemput setiap hari." Alex menaikkan sebelah alis. "Jadi supir pribadi kamu dia sekarang?" balasnya sinis. Senyum miring Alex berikan. Sebenarnya dia tak terlalu menyukai Calvin. Entah karena dia mencintai Rara atau dalam hal apa. Rara akhirnya mau tak mau harus menatap Alex. Tajam dan sungguh marah. "Dia kekasihku!" tekannya. Singkat, jelas, dan padat. Alex pasti akan sangat mengerti dengan ucapannya barusan. Alex terdiam. Kemudian sorot pandangnya jatuh pada gelang yang melingkar di pergelangan tangan Rara. "Ck! Masih kecil sudah berani menjalin kasih bersama lelaki? Calvin sepertinya bukan lelaki yang baik buat kamu." Dengan cuek, Alex mengangkat bahu. Dia benar kan? Seperti yang Alex dengar, masa lalu Calvin begitu gelap. Dia gonta-ganti pasangan sesuka hati setelah menidurinya. Rara menghentikan kunyahan roti pada mulutnya. Menggertakkan gigi kesal. "Apa urusannya denganmu? Biarkan semua itu menjadi urusanku. Mau dia buruk atau apa pun itu, aku mencintainya." Alex tertawa hambar. "Kamu serius dengan perasaanmu itu?" Alex tahu benar, Rara mencintainya. Tidak ada pria mana pun yang berhasil menduduki hati Rara selain dirinya. Rara tidak berniat menjawab, itu urusannya. Kenapa Alex harus repot-repot mengkhawatirkan dirinya? Untuk menghindari Alex, Rara segera memasuki ruang makan, mengambil duduk di sana. Saat akan mengisi piring, bel berbunyi. Senyum Rara mengembang, itu pasti Calvin. Ah lelaki itu selalu menyelamatkannya, dia adalah keberuntungan untuk Rara. Dengan berlarian kecil, Rara menjemput Calvin dengan senyuman lebar. "Selamat pagi, Kesayangan." Calvin menyapa dengan menyerahkan buket bunga mawar merah kepada Rara. Lihatkan, masih pagi saja Calvin sudah bisa membuat hatinya berbunga-bunga, membuat moodnya bagus. "Astagaaa ... cantik dan wangi banget. Aku suka!" pekik Rara. Dia mendekat pada Calvin, melingkarkan tangan pada leher pria itu untuk memeluknya beberapa saat sebagai tanda terima kasih. Calvin menerima dengan senang hati, dia mencium pundak Rara. "Sama seperti kamu, cantik dan wangi. Tapi tidak jauh lebih indah dari kamu, Sayang." Rara terkikik. "Iyain aja. Ayo sarapan bersama, Bibi Ann memasak banyak pagi ini." Calvin mengangguk semangat, mereka melangkah bersama dengan lengan Calvin yang melingkari pinggang Rara. Terlihat begitu posessif. Tentu saja, Rara kekasihnya. Dia berhak memperlakukan Rara dengan spesial. Alex yang melihat kedekatan Rara dan Calvin mengetatkan rahang, kunyahannya menjadi sedikit kasar. Pemandangan apa yang dia terima pagi ini? Sangat buruk, membuat matanya perih hanya dengan memandang. "Sini piring kamu, biar aku yang mengambilkan." Rara meraih piring Calvin, mengisinya dengan beberapa menu pagi ini. "Selamat makan, Sayang. Semoga suka ya, nanti kapan-kapan aku yang masakin khusus buat kamu." Rara sengaja menekankan kata sayang untuk Calvin agar Alex mendengarnya. Dia bisa melupakan Alex, lihat saja nanti! Calvin mengusap rambut Rara. "Makasih, Sayang." "Sok-sokan mau masakin Calvin, bukankah kata Rara sendiri kemarin dia sudah tak terbiasa memasak?" Alex menggerutu dalam hati. Benar-benar tidak senang Rara menunjukkan perhatiannya pada Calvin. Alay! Syeila yang melihanya ikut berbahagia. "Wah ... kalian sudah berkencan?" tanyanya dengan mata berbinar terang. Calvin dan Rara mengangguk kompak. "Tepat tadi malam. Lihat, Calvin memberikanku gelang yang indah ini." Syeila mengangguk. "Bagus banget. Cocok banget di tangan kamu, Calvin jago milihnya buat kamu, Ra. Semoga selalu bahagia ya." "Gue menyayanginya." Calvin memberitahu pada Syeila. Alex tersenyum miring. "Ck! Seperti anak SMP saja kalian!" sungutnya terdengar sangat tidak suka. Rara memicingkan mata. "Kenapa? Suka-suka kami. Yang menjalani siapa, yang ribut siapa. Heran!" Syeila menengahi. "Sudah, Sayang. Maklum dong, mereka baru saja berkencan. Kita juga dulu begitu kan?" Sambil mengusap lengan Alex. Syeila mengerti, Rara adalah adik kecil Alex tentu saja sangat extra hati-hati menjaganya di usia yang baru beranjak dewasa ini. "Denger tuh kata Kak Syeila!" "Berisik, Ra. Cepat habiskan saja sarapanmu, dan setelah itu berhenti bersikap menyebalkan." Calvin tertawa kecil. "Kalian emang sesering ini berantem?" tanya lelaki itu sekenanya. Rara mengangkat bahu. "Alex yang sering menguji kesabaranku, Sayang. Kamu dengarkan tadi, mulutnya minta ditabok pake sandal!" "Ra, kamu membicarakanku secara terang-terangan. Tidak ada sopan santunnya banget!" Alex menyorot tajam. "Memang. Biar kamu sadar diri. Tanya saja sama Kak Syeila, seberapa menyebalkannya kamu. Untuk dia tahan ngadepin manusia resek kayak kamu, kalau orang lain mungkin sudah diputusinya kamu!" Alex menggertakkan gigi. "Sayang ih, sudah dong adu mulutnya. Kamu makan yang bener, katanya tadi mau rapat pagi ini." "Sudah kenyang, Sayang. Aku ke kamar duluan, beresin berkas-berkas yang akan di bawa. Kamu kalau sudah selesai, segera bersiap. Sekalian aku antar kamu ke butik." Syeila mengangguk. "Oke, aku segera menyusul." Setelah itu Alex segera beranjak dari tempatnya. Rasa lapar seketika hilang, Rara dan Calvin sangat memuakkan untuk dilihat. Alex benci hubungan yang tengah mereka jalani, tidak senang jika nanti Rara akan berpindah hati. Bilang saja Alex egois, dia memang tidak rela Rara menjalin kasih dengan lelaki lain. Dia masih terlalu kecil, bisa saja Calvin akan membawanya ke pergaulan yang buruk. Dan sial, itu akan berdampak tidak baik untuk Rara. Lihat saja, Alex orang pertama yang akan melenyapkan Calvin jika pria itu berani-berani merusak Rara. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN