BAB 11

1043 Kata
Zulaikha tidak langsung membuka pesan yang Kafka kirimkan, tapi ia dapat membacanya dari bar handphone. Kurang lebih Kafka mengatakan maaf, hal ini masih menyangkut permasalahan biaya rumah sakit pak Romy—ayah Zulaikha. Akhirnya Zulaikha pun membuka pesan yang Kafka kirimkan, ia dapat membaca lebih jelas apa yang sebelumnya hanya terbaca setengah. Kafka: Assalamu'alaikum, ini aku Kafka. Aku dapat nomor kamu dari teman angkatan kamu yang nomornya aku save. Aku mau minta maaf perihal biaya rumah sakit ayah kamu. Itu bukan aku yang mengurus tapi kakak laki-lakiku yang waktu itu bersamaku. Dia juga pure ingin menolong karena memang Alhusayn Hospital menyediakan tunjangan biaya, bedanya kamu diurus langsung oleh kakakku sementara orang lain mengurus sendiri. Sekali lagi mohon maaf apabila tingkah kami membuat kamu tersinggung. Zulaikha menghela napas pelan. Di saat itu juga ia langsung mengetik balasan. Kebetulan Kafka sedang online. Zulaikha: Wa'alaikumussalam warahmatullah. Iya, Kak Kafka, enggak apa-apa. Terima kasih bantuannya, titip salam untuk kakak pertamanya, salam terima kasih dariku. Setelah membalas itu Zulaikha langsung mematikan data selular, ia tidak mau karena handphone apa yang sebelumnya telah ia rencanakan rusak begitu saja. Terkadang ia memang harus keras dengan diri sendiri. Kalau bukan ia, siapa lagi? Zulaikha selalu menekankan kata-kata itu. *** Saat mendapatkan balasan dari Zulaikha, Kafka jadi lebih tenang. Jujur saja ia mudah kepikiran kalau menyangkut orang lain tersinggung atau tidak dengan ia. Namun perihal omongan orang lain tentangnya, Kafka tipe manusia yang berjalan sesuai apa yang menurutnya baik dan nyaman, ia kurang suka dengan kekangan orang lain yang menyuruhnya untuk sempurna dalam segala hal. Ia yakini, bahwa ia tak akan bisa memuaskan orang lain dengan memenuhi apa yang mereka inginkan. Kafka: Terima kasih kembali karena mau memaafkan. Rupanya Zulaikha langsung offline setelah membalas pesan. Perempuan itu pasti sangat sibuk, begitulah pikir Kafka. Karena langit sudah mulai menjingga, tinggal menghitung jam waktu Maghrib tiba, Kafka pun segera bersiap untuk pergi ke masjid. Di bawah, kakak laki-lakinya—Yusuf—sudah lebih dulu rapih dari ia. Meski sudah rapih, ia tidak langsung berangkat. Ia sudah biasa berangkat bersama Kafka. Benar yang Kafka duga, bahwa diamnya Yusuf bukan mengisyaratkan bahwa laki-laki itu tidak menyayanginya. Yusuf memang pendiam, tapi di balik sikapnya ia sangat menyayangi Kafka sebagai adik semata wayangnya. Ia pun tak akan pernah membiarkan orang lain merendahkan ataupun menghancurkan adiknya. Ia siap melawan paling depan untuk adiknya. Setelah ibunya meninggal, Yusuf yang sudah mandiri jadi tambah mandiri. Apalagi setelah menyadari kalau ia adalah seorang kakak, ia semakin berusaha untuk mandiri dan dapat membuat adiknya pun ikut mandiri. Alhusayn—ayah mereka—akan pulang ba'da Maghrib. Ayahnya akan luang di waktu libur, meski begitu Kafka dan Yusuf tak pernah merasa kurang kasih sayang orangtua. Ayahnya sangat memerhatikan mereka, dia ayah yang baik untuk anak-anaknya. Terlepas dari statusnya sebagai seorang ayah, dia juga laki-laki yang tangguh dan jantan. Selain cerdas, dia pun sangat rajin beribadah. Sikapnya menurun kepada kedua anak-anaknya. "Ayo, Kak," ucap Kafka saat sudah turun dari lantai dua. Yusuf yang sebelumnya sedang duduk di sofa ruang tamu pun langsung bangkit. Mereka berdua jalan bersama menuju masjid. Dalam perjalanan ke masjid, Kafka menyampaikan salam Zulaikha untuk Yusuf, Yusuf hanya menanggapi seadanya. *** Setelah salat Maghrib, Zulaikha pergi ke cafe untuk bekerja. Ia pulang pukul sembilan malam dan sampai di rumah pada pukul sembilan lewat. Setelah bekerja Zulaikha tidak langsung tidur, ia tetap melanjutkan tugas-tugas kuliahnya, ia akan tidur di pukul sebelas malam dan bangun di pukul tiga. Ia sudah terbiasa dengan jadwal itu dan akan bangun dengan sendirinya tanpa dibangunkan. Di pukul tiga pagi buta, Zulaikha akan salat Tahajud, tadarus, dan belajar kembali. Setelah salat Subuh kalau memang tidak ada kelas pagi ia akan membantu ibunya, kalau ada kelas pagi ia tetap membantu ibunya tapi dalam keadaan sudah rapih, jadi setelah membantu ibunya ia bisa langsung sarapan lalu berangkat. Zulaikha itu anak yang berbakti kepada orangtua, tapi tetangganya masih saja ada yang mengatakan kalau Zulaikha terlalu berlebihan dalam meraih cita. Ada pula yang mengatakan kalau Zulaikha tidak prihatin dengan orangtuanya lantaran memilih kuliah, padahal kondisi keluarganya jauh dari kata cukup. Lalu tentang Zulaikha bekerja keras mati-matian pun tetap digosipkan. Ada yang mengatakan Zulaikha terlalu ambisius, mementingkan ambisi sampai lupa jati diri. Karena tak dapat menutup semua mulut orang, yang Zulaikha lakukan hanyalah tutup telinga. Ia sudah biasa dengan segala cacian orang lain, gentakan orang lain. Perlakuan orang lain memberikannya banyak pelajaran tentang hidup, dari mereka Zulaikha bisa menemukan macam-macam karakter orang dan dapat lebih waspada untuk mencari teman dekat. Hari ini Zulaikha ada kelas di pukul delapan pagi, sebelum pukul delapan ia sudah berangkat. Baginya lebih baik datang lebih awal daripada datang telat. Ia tidak mau diusir dosen, terlebih dosen kali ini terkenal killer. Dosen ini tak segan-segan mempermalukan mahasiswanya jika telat dengan ucapan pedas yang ia miliki. Saat turun dari busway, lagi-lagi Zulaikha bertemu dengan Kafka dan Amar. Laki-laki itu baru kembali dari warung nasi yang ada di seberang kampus, tampaknya mereka habis sarapan pagi. Zulaikha tersenyum saat Kafka dan Amar tersenyum ke arahnya. Tak lupa juga ia balas salam yang Kafka lontarkan. "Ada kelas jam berapa, Lik?" tanya Kafka. "Jam delapan, Kak," jawab Zulaikha. Karena diajak bicara ia terpaksa menunda langkah. Sekarang masih pukul tujuh lewat tiga puluh menit, jadi masih ada setengah jam lagi sebelum kelas dimulai. "Aku minta maaf soal kemarin," ucap Kafka. Zulaikha tersenyum kecil. "Kakak, kan, udah minta maaf kemarin. Lagi juga aku enggak marah kok, malah terima kasih." Kafka ikut tersenyum. "Senang bisa kenal perempuan sebaik kamu." Zulaikha menggelengkan kepalanya. "Aku enggak sebaik yang Kakak kira, aku sama seperti manusia pada umumnya—yang tak luput dari salah dan dosa." "Masyallah ...." Zulaikha hanya tersenyum dan tersenyum. Memang itu yang bisa ia lakukan sekarang karena bingung ingin bertingkah seperti apa. "Hari ini kamu ada berapa Mata Kuliah?" "Ada satu aja, Kak, sampai jam sepuluh lewat." Kafka menganggukkan kepalanya. "Nanti aku boleh minta waktunya sebentar enggak, mau ada yang aku bicarakan sama kamu." "Kenapa enggak sekarang aja, Kak?" "Terlalu dikejar waktu, akunya jadi enggak bisa santai bicara. Nanti aja. Kamu bisa enggak? Kalau emang enggak bisa, its okay, enggak apa-apa, lain waktu mungkin bisa dibicarakan." "Aku bisa, yaudah sampai bertemu nanti, Kak." Setelah mengatakan itu Zulaikha langsung izin untuk ke kelas, Kafka pun katanya ada kelas di jam delapan. Akhirnya, mereka pisah tikungan karena beda gedung fakultas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN