PART. 7 HOLIDAY

1790 Kata
Winda sangat senang mendengar pujian Dimas akan nilai raportnya. Tanpa ragu ia duduk di pangkuan Dimas. "Nilai raport Winda bagus kan? Jadi Winda boleh dong ikut liburan besok ke Pulau Seribu. Winda mau malam tahun baruan di sana bareng mereka," bujuk Winda manja sambil mempermainkan kerah kemeja Dimas. "Aku hanya takut Winda melakukan hal yang belum boleh Winda lakukan di sana." "Daddy bikin daftar apa saja yang tidak boleh Winda lakukan di sana, biar ingat, dan tidak lupa kalau itu tidak boleh di lakukan" sahut Winda cepat. "Tapi ...." "Atau Daddy boleh telpon Winda tiga kali sehari buat mengingatkan." "Hhhhhh ...." "Winda mohon, ijinkan Winda ikut liburan, Daddy baik deh ... boleh ya ... ya ... ya ...." Winda menarik-narik kerah kemeja Dimas dengan manja. Dimas diam sesaat, berpikir sejenak lalu akhirnya mengangguk. Meski anggukan Dimas terlihat ragu, tapi itu sudah cukup membuat Winda senang luar biasa. Tanpa sadar diciuminya wajah Dimas bertubi-tubi, bahkan bibir Dimas tidak luput dari kecupan berulang kali. "Daddy baik banget, Winda senang banget, i love you," ucapnya berulang kali. Dimas hanya bisa mengukir senyum di bibirnya. Tiba-tiba Winda melompat turun dari pangkuan Dimas. "Burungnya bergerak-gerak, jangan bilang karena habis Winda cium ya" ancamnya dengan jari menunjuk Dimas. "Tentu saja tidak, aku ingin buang air tahu" Dimas segera berdiri dengan ekspresi wajahnya yang sepertinya malu. "Kalau pengen buang air burungnya gerak-gerak ya?" Tanya Winda penasaran. Tapi Dimas tidak menjawab, ia langsung masuk ke dalam kamar mandi. * Dimas mengijinkan Winda berlibur dengan teman-temannya. Winda sangat senang luar biasa, sore harinya ia dan teman-temannya sudah bisa menikmati bermain-main di pantai. Dua belas orang cowok yang ikut serta dalam liburan asik bermain sepak bola ditepi pantai, sedang delapan ceweknya tengah duduk-duduk saja sambil menonton lalu lalang orang di tepi pantai. Winda menopang dagu dengan kedua tangannya, ia asik memperhatikan Boy yang sedang bermain bola. "Duuh gantengnya!" Puji Elma. "Iya ganteng, gagah, keren ya, El" sahut Sisi. "Boy memang ganteng, gagah, dan keren" sahut Winda bangga. "Idih siapa yang ngomongin Boy Winda! Kita lagi ngomongin cowok yang pakai celana pendek putih di sana. Eeh ... eeh dia sepertinya sedang berjalan ke arah sini, gantengnya ... jauh lah ganteng dia dibandingin Boy" sahut Elma. "Eeh mana cowok yang lebih ganteng dari Boy, mana aku mau lihat seganteng apa dia?" tantang Winda. "Itu ... dia sudah dekat banget" Sisi menunjuk ke arah seorang pria yang berjalan mendekati mereka. Winda menengok ke arah yang ditunjuk teman-temannya, ia langsung terlonjak bangun dari duduknya saat melihat pria yang ditunjuk Sisi barusan. "Daddy!" Pekiknya tak percaya. "Daddy!?" Teman-teman Winda ikut terjengkit kaget, dan berdiri mendengar pekikan Winda. Dimas sudah berdiri di hadapan Winda dengan senyum mengembang di bibirnya, dan kedua belah tangan membentang siap menerima Winda kedalam pelukannya. "Daddy sama siapa? Sama Tante Calista ya? Kok nggak bilang mau ke sini juga?" Winda menghambur kedalam dekapan Dimas, membuat mereka jadi pusat perhatian pengunjung yang lainnya. "Aku pikir, aku perlu liburan juga, biar tidak dibilang kurang piknik" sahut Dimas. "Daddy sendirian?" "Hmmm ... Winda nggak mau ngenalin sama teman-teman Winda?" Tanya Dimas, dilihatnya teman-teman Winda menatapnya seakan ingin memakannya saja. Winda tertawa, lalu melingkarkan tangannya di lengan Dimas, dibawa Dimas untuk lebih dekat lagi dengan teman-temannya. "Kenalin nih Daddy aku. Woy sadar woii!" Winda menepuk-nepuk kedua tangan untuk menyadarkan teman-temannya dari pesona Daddynya. "Jadi, dia Daddy angkat kamu, Win?" Tanya Sisi tak percaya. "Heengh" Winda mengangguk bangga. "Halo semua, kenalkan, Om, Daddy angkat Winda, panggil saja saya, Om Dimas" sapa Dimas ramah. Teman Winda langsung merubung Dimas, persis semut merubung gula. Winda sampai tergeser dari sisi Dimas. Wajah Winda langsung cemberut, bibirnya dimanyunkan. "Iiih apaan siih, ini Daddy aku tahu" Winda langsung mencari celah untuk mendekati Dimas, dipeluknya erat tubuh Dimas. Tapi teman-temannya tidak menyerah untuk bisa memegang Dimas. "Iih ini Daddy aku ya, jangan pegang-pegang dong!" Sungutnya marah. "Ya ampun, Win, pelit banget sih," protes Fani. "Boleh daftar jadi calon Mommy kamu nggak, Win?" Tanya Silvi. "Aku sudah punya calon Mommy, namanya Tante Calista" jawab Winda yang berusaha menyembunyikan Dimas di balik tubuhnya, agar teman-temannya tidak bisa menyentuh Dimas. "Baru calon, artinya masih ada kesempatan, ya kan, Om?" Tanya Ratih pada Dimas. Dimas hanya menjawab dengan tawa renyahnya yang membuat wajahnya terlihat semakin muda. "Begini, bagaimana kalau nanti malam, kalian Om traktir makan malam di restoran terbaik di sini, mau nggak?" Tanya Dimas. "Mauuuu" jawab semua serentak. "Eeh ceweknya saja apa kita semua?" Tanya Winda. "Kalian 20 orang'kan, semua boleh ikut" jawab Dimas. "Asiiikkkk" serentak semuanya bersorak kegirangan. * Dimas ternyata menginap di salah satu cottage yang dekat dengan dua cottage yang disewa Winda, dan teman-temannya. Satu cottage berisi cowok, satu lagi berisi cewek. Saat makan malam, perhatian Winda tidak lagi untuk Boy, ia benar-benar fokus melindungi Dimas dari infansi teman-temannya. Tidak dibiarkan sedetikpun Dimas lewat dari pengawasannya. Bahkan ia sengaja bermanja dengan minta disuapi saat makan, hal yang bahkan belum pernah dilakukan sebelumnya. Dimas sendiri tidak merasa terganggu dengan sikap posesif Winda, ia justru senang dengan sikap Winda yang seakan takut kehilangan dirinya. Dimas sendiri bisa cepat akrab dengan teman-teman Winda, ia bisa berbaur dengan mereka. Setelah makan malam, mereka duduk di tepi pantai dengan api unggun menyala. Ada yang memetik gitar, ada yang menyanyi, ada yang mengobrol. Sedang Winda duduk di sebelah Dimas dengan tangan melingkar di lengan Dimas. Mereka duduk agak jauh dari yang lainnya. "Daddy" "Hmm ...." "Kalau kita nikah beneran, ini jadi seperti bulan madu kita ya." "Hmmm" "Eeh tapi memang ada bulan madu pergi rame-rame seperti ini ya, nggak ada barangkali ya?" "Hmmm" "Daddy!" "Hmmm" "Kenapa Daddy tidak nikah lagi setelah bercerai dengan Maminya Dirga?" "Aku belum siap punya komitmen." "Kenapa?" "Aku takut tidak bisa membahagiakan istri. Seperti Maminya Dirga yang tidak bahagia menikah dengan aku." "Tapi Winda bahagia menikah dengan Daddy" Winda mendongakan wajahnya menatap Dimas, Dimas balas menatapnya, tapi Dimas langsung mengalihkan pandangannya. Jantungnya mulai berdebar liar saat melihat wajah Winda dengan bibirnya yang sedikit terbuka seakan tengah menggodanya. "Pernikahan kita berbeda dengan pernikahan pada umumnya kan?" "Iya juga sih, kita belum pernah tidur bareng ya. Ehmmm bagaimana kalau malam ini kita tidur bareng?" Jantung Dimas serasa melorot sampai ke dasar perut mendengar perkataan Winda. Diatur sebentar debaran jantungnya sebelum ia menjawab pertanyaan Winda. "Winda masih sekolah, belum boleh berpikir hal yang untuk usia 21 tahun keatas" jawab Dimas akhirnya. "Memang tadi Winda bilang apa? Winda ngajak Daddy tidur bareng, bukan ML! Ish, Daddy ternyata omes juga hihihihihi ... tapi kemaren waktu Daddy mimpi ML, burungnya bangun besar banget ya. Hihihi ... pantas saja banyak wanita yang membuka pahanya secara suka rela untuk Daddy, pasti mereka ketagihan ya, dipatuk burung Daddy hihihi ...." Winda terkikik sendiri sementara wajah Dimas sudah merah sekali. Dimas merasa malu sendiri, karena sudah salah duga, ia mengira Winda mengajaknya tidur bareng itu ya 'tidur bareng' dalam artian Dimas. Winda. dan Dimas berjalan menyusuri pantai tanpa alas kaki sama seperti pasangan lain yang sempat berpapasan dengan mereka. Winda sepertinya benar-benar lupa dengan Boy karena kehadiran Dimas di situ. "Boy tidak marah Winda sama bukannya sama dia?" Selidik Dimas. "Enggak lah masa marah sama camer sih" sahut Winda. "Camer?" "Calon mertua Daddy hehehe ...." "Winda tidak takut kalau Boy dilirik cewek lain?" "Ehmm ... bagaimana ya, mungkin sedih sih, tapi Windakan masih punya Daddy" "Eeh maksudnya?" "Maksudnya, ada Daddy yang akan menghibur Winda kalau Winda sedih iya kan?" "Ooh" Dimas mengangguk. Dan Winda benar-benar mengikuti Dimas ke dalam cottage tempat Dimas menginap. "Winda tidak ambil pakaian Winda dulu?" Tanya Dimas. "Winda pinjam baju daddy saja ya" "Terserah Winda saja" Mereka sudah masuk ke dalam cottage. "Aku mandi dulu ya, nggak enak dari jalan nggak mandi" kata Dimas. "Mau ditemenin nggak mandinya?" Goda Winda sambil mengedipkan sebelah mata. Dimas terdiam dengan mulut terperangah sesaat mendengar gurauan Winda. "Jangan tegang begitu, Winda cuma bercanda, Winda juga takut kok lihat burungnya Daddy, takut dipatuk hahaha ...." Winda tertawa senang karena sudah bisa membuat Dimas salah tingkah karena godaannya. Dimas ke luar dari kamar mandi dengan memakai celana boxer tanpa baju. Winda yang ingin masuk kamar mandi masih sempat iseng mencubit dadanya Dimas gemas. "Iih Winda gemas deh" ujarnya seperti menggoda, sekali lagi Dimas terdiam dengan mulut menganga. Dimas berbaring di tengah tempat tidur yang luas. Winda ke luar dari dalam kamar mandi. Kaos putih milik Dimas yang dipakainya memang menutup tubuh sampai ke lutut, tapi yang membuat Dimas menahan nafas adalah, apa yang terlihat membayang di balik kaos tipis itu. Winda tanpa memakai bra, dan tanpa cd di balik kaos putih itu, membuat semua terlihat membayang menggiurkan. Dimas menelan ludahnya. Winda naik ke atas tempat tidur. Diraih lengan Dimas, direbahkan kepalanya di atas lengan Dimas. "Daddy!" "Hmmm" "seumur hidup Winda, Winda belum pernah tidur dipeluk Papah Winda" gumamnya dengan suara sedih. Dimas memiringkan tubuh, dipeluk Winda rapat ke tubuhnya. "Ada aku yang akan memeluk Winda" katanya menghibur Winda. "Daddy!" "Hmmm" "Winda tidak pernah merasakan papah kecup kening Winda" Dimas mengecup kening Winda. "Tidurlah sekarang ya" Dimas ingin cepat tidur agar pikiran, dan perasaannya tidak merasa terganggu atau lebih tepatnya tergoda dengan kehadiran Winda di sisinya. "Selamat tidur." "Selamat tidur, Winda." Winda menyusupkan wajah ke leher Dimas, menghirup aroma tubuh Dimas yang segar menurutnya. Winda jadi membayangkan seandainya mereka jadi suami istri, seperti pasangan suami istri lainnya. Winda membuka mata, ia merasa seperti ada yang mengisap puncak gunung kembarnya.. "Daddy!?" "Maaf ... dadanya Winda sangat menggoda, aku ...." "Tidak apa. Enak kok, Winda suka." "Eeh, beneran?" "Iya" Winda mengangguk. "Boleh aku lepas kaos Winda?" "Boleh" Dimas melepas kaos Winda, dan bibirnya langsung menyergap gunung kembar Winda. Winda mendesah nikmat. Tangan Winda meraih tangan Dimas, dituntun tangan itu ke bawah perutnya. Dimas paham apa yang diinginkan Winda, dimainkannya jarinya di pangkal paha Winda pelan. Dimas mau menuruti keinginan Winda, karena itu bukan dosa. Mereka sah sebagai suami istri dalam hukum agama, dan hukum negara. Tubuh Winda bergerak merespon sentuhan Dimas, membuat Dimas semakin ganas merayu tubuh Winda. Kecupan Dimas terus turun di tubuh Winda, sampai ke bawah perutnya. Winda menjerit, bicara tak karuan untuk mengekspresikan rasa yang menjalari tubuhnya. Tubuh Winda bergerak liar, menahan segala kenikmatan yang baru dirasakan, dan Dimas mengikuti terus ke mana Winda bergerak tanpa melepaskan milik Winda dari rayuannya. Bruukkk.. "Awwwwww!" Winda menjerit kesakitan, ia jatuh ke atas lantai dengan kepala membentur kaki meja. Dilihat kaos yang masih melekat ditubuhnya. "Cuma mimpi," gumamnya. Dimas yang terbangun karena mendengar jerit kesakitan Winda segera mendekatinya. "Winda kenapa kok bisa jatuh?" Tanya Dimas heran. "Winda mimpi ML sama Daddy, enak banget sampai punya Winda basah, iishh Winda harus mandi wajib nih" jawab Winda, dengan suara biasa saja, setelah berdiri Winda langsung masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Dimas yang masih tidak yakin dengan pendengarannya barusan. "Winda mimpi ML sama aku, ya Tuhan itu anak oon, polos apa omes sih? Hhhh ... Winda " Dimas mengelus dadanya sendiri. *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN