LE -4-

683 Kata
Regan berlari terburu-buru memasuki rumah sakit untuk melihat kondisi puteranya setelah ia mendapat kabar bahwa puteranya mengalami kecelakaan dan ada korban wanita yang terluka parah akibat kelakuan puteranya yang sedang mabuk saat menyetir. Ia marah pada kelakuan puteranya saat ini yang memberikan dampak buruk bagi orang lain namun ia tak bisa memungkiri bahwa rasa khawatir dan takut lebih besar dari rasa marah itu karena ia tak bisa kehilangan putera semata wayangnya, puteranya adalah satu-satunya keluarga yang ia punya. Akhirnya Regan sampai di sebuah ruang rawat puteranya, ruangan nomor 234 VVIP, ia pun langsung masuk ke dalam ruangan tersebut dan melihat dokter sedang menutupi luka puteranya dengan perban putih. Ia pun langsung menghampiri puteranya dan memeluk puteranya dengan sangat erat hingga semua orang yang berada di ruangan itu terkejut dengan kehadiran dan tindakannya yang tiba-tiba. Untungnya dokter telah menyelesaikan pekerjaannya sehingga balutan perban itu tidak berantakan. Untuk pertama kalinya, Rama melihat ayahnya menangis setelah ayahnya melepaskan pelukannya, ia masih diam mematung dengan tatapan percaya jika ayahnya begitu khawatir dengan kondisinya. "Bagaimana kondisimu?" "Apa ada yang sakit?" "Jelaskan bagaimana semua ini bisa terjadi, Ayah khawatir dengan dirimu. Sudah berapa kali Ayah bilang untuk tidak mabuk, tapi kau tidak pernah mendengarkan perkataan Ayah." "Maaf. Ini semua salahku." Untuk pertama kalinya juga Rama mengakui kesalahannya yang kali ini sangat fatal dan mungkin tak bisa diampuni karena telah menyakiti orang lain yaitu seorang wanita yang tak ia kenal, ia belum melihat bagaimana kondisi wanita itu sehabis kecelakaan karena ia masih harus dirawat oleh dokter dan alasan terbesarnya adalah ia takut jika mendapat kabar buruk tentang kondisi wanita itu yang akan membuatnya menyesal dan merasa bersalah. "Semoga kau tidak mengulangi kesalahan ini lagi, Ayah hanya ingin kau tetap bersama Ayah dan tak terluka. Kau sudah melihat korban kecelakaan itu?" "Belum, aku takut. Bagaimana jika dia meninggal, Ayah? Aku akan menjadi pembunuh." Isak tangis Rama pecah saat menjawab pertanyaan ayahnya, bagaimana pun nakal dirinya, ia tetap remaja biasa yang punya ketakutan sendiri apalagi jika ketakutan itu membuatnya menjadi tersangka dalam kasus kecelakaan ini. Regan yang tadinya hendak memarahi puteranya jadi tak tega dan memilih menenangkan puteranya dengan mengusap air mata puteranya, ia tahu puteranya salah dan biarkan ia saja yang menyelesaikan masalah ini. "Kami sudah mengobati pasien, tidak ada luka parah pada pasien, hanya luka kecil saja dan beberapa hari luka itu akan mengering. Kami pamit keluar." "Baik, Dokter." Setelah kepergian dokter dan suster itu, Regan pun langsung membawa barang-barang puteranya dan menyerahkannya pada sang putera, ia dengan cepat menulis sebuah nominal uang di cek pada puteranya dan memberikannya pada sang putera yang kini menatap bingung ke arahnya. "Pergi dari Negeri ini untuk beberapa tahun, ini ada cek untuk kau bertahan hidup, setelahnya Ayah akan mengatur dimana kau tinggal dan kuliah, yang pasti bukan di Negara ini lagi karena kasus kecelakaan ini akan memberatkan dirimu jika korban menuntutmu ke pengadilan." "Tapi bagaimana aku bisa pergi tanpa melihat korban itu? Ini kesalahanku, Ayah. Polisi pun akan terus mencariku saat aku melarikan diri." "Untuk pertama kalinya, Ayah mohon jadi Rama yang dulu, Rama yang tidak bertanggung jawab. Jangan pikirkan korban itu, Ayah akan mengurus semuanya dan Ayah pastikan kau akan selamat dari hukum atas perbuatanmu hari ini. Ayah akan lakukan apapun demi menyelamatkanmu." Rama tak menyangka jika ayahnya akan mengorbankan prinsip tanggung jawab demi menyelamatkan dirinya dari tindak pidana. Sedangkan Regan tak punya pilihan lain selain berbuat salah dan menutupi kesalahan puteranya, ia sudah siap dengan segala resiko atas perbuatannya hari ini. Rama langsung memeluk erat ayahnya karena terharu atas kelakuan ayahnya saat ini sedangkan Regan membalas pelukan puteranya untuk menenangkan puteranya. "Makasih, Ayah. Maaf karena aku baru menyadari fakta bahwa kau menyayangiku melebihi apapun." "Bagi seorang Ayah, Puteranya adalah hidupnya, pergilah, Nak." "Baik, Ayah." Dengan berat hati, Rama pergi dari ruang rawatnya dengan kepala masih diperban, ia membawa semua barang-barang miliknya dan untungnya ada jaketnya yang digunakan untuk membalut tubuhnya dan menutupi kepalanya dengan topi jaket. Saat sudah di luar, ia menoleh sejenak ke samping, ia harap bahwa korban tersebut tidak meninggal dan selamat dari kecelakaan itu karena ia tak akan bisa mengampuni dirinya sendiri jika kecelakaan ini menelan korban nyawa.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN