Saat terbangun di pagi hari, Nadia tak lagi berteriak histeris, dia hanya menangis dalam diam sehingga tak ada suara isak tangis dari bibirnya dan hanya ada tetesan air mata mengalir perlahan-lahan di pipinya, ia pun memeluk erat lututnya sebagai pertanda bahwa ia sendiri tanpa ada yang memeluk dan memberinya dukungan, bahkan keluarganya tak kunjung datang untuk menjenguknya, tak ada yang peduli padanya padahal saat ini ia baru saja mendapat musibah besar yaitu kebutaan pada mata kirinya yang tak lagi diperban karena sudah dilepas oleh dokter, mata kirinya tidak tertutup seperti orang buta pada umumnya, mata kirinya malah tetap terbuka layaknya orang normal, namun tak berfungsi.
Ia juga sudah lelah berteriak dan menyalahkan semua orang semalam, tenaganya sudah habis apalagi ia belum makan dari tadi malam dan ia pun menolak sarapan tadi karena ia tidak nafsu makan, ia hanya ingin meratapi nasibnya yang begitu sial karena di saat ia berada di puncak karir, Tuhan malah mengambil matanya yang sangat dibutuhkan untuk bertahan hidup dan menunjang karirnya, tanpa mata maka ia tak bisa melakukan apapun.
Suara pintu dibuka membuat ia menoleh ke arah pintu dan melihat pimpinan perusahaannya datang ke sini. Jika biasanya ia akan menyapa pak Regan dengan sopan dan senyum ramah namun kali ini ia tetap murung dan kembali menangis, seakan tak melihat kehadiran bosnya itu karena ia yakin jika sebentar lagi pak Regan tak akan jadi bosnya, siapa yang mau mempekerjakan dirinya dengan mata buta ini?
"Saya minta maaf pada kamu, Nadia."
Regan langsung mengucap lagi permintaan maafnya pada pegawainya itu, ia sungguh merasa bersalah saat melihat kesedihan wanita itu, seperti tak ada lagi semangat hidup pada diri Nadia setelah kehilangan penglihatan mata kirinya.
"Buat apa minta maaf atas kesalahan yang bukan Bapak perbuat? Harusnya Anak Bapak yang datang pada saya dan meminta maaf pada saya."
"Kamu .... kamu sudah tahu semuanya?"
Regan terkejut hingga bertanya dengan nada terbata-bata akibat balasan Nadia. Sedangkan Nadia hanya membalas dengan anggukan singkat karena sebelum mobil itu menabraknya, ia melihat merk mobil itu dan nomor platnya, ia juga masih ingat dengan merk, warna, dan plat mobil milik anak bosnya setelah menghinanya namun ia masih diam dari malam sampai saat ini karena ingin melihat apakah anak bosnya itu merasa bersalah atau tidak, tapi sepertinya tidak karena pria itu bahkan tak datang untuk meminta maaf.
Namun suara pintu terbuka untuk kedua kalinya membuat Nadia kembali menoleh dan cukup terkejut karena yang datang adalah anak bosnya dengan wajah datar, tanpa rasa bersalah. Sejenak tatapan Nadia dan pria itu bertemu, ada kebencian di mata kanan Nadia untuk Rama, dan Rama bisa melihat kebencian itu dengan sangat baik. Ia pun menghampiri Nadia dengan segala keberanian yang sudah ia kumpulkan sedari tadi dengan tidak masuk bersama ayahnya, sedari tadi ia di luar untuk menenangkan dirinya yang belum siap menerima balasan Nadia atas perbuatannya. Belum sempat Rama berucap satu patah kata pun, Nadia sudah lebih dulu mencekik lehernya dengan sangat kuat hingga ia kesulitan bernafas dan lehernya memerah. Nadia seperti orang kesurupan yang tak kenal ampun pada Rama.
"Nadia, lepaskan Rama. Kita bisa bicara baik-baik soal masalah ini, saya sudah punya solusi untuk masalah ini."
Ucaaon Regan membuat Nadia melepaskan tangannya dari leher Rama lalu menatap tajam Regan, tak ada lagi tatapan penuh hormat seperti dulu karena ia sudah kehilangan rasa hormat pada siapa pun orang yang berurusan dengan Rama. Rama sendiri sampai terbatuk-batuk setelah Nadia berhenti mencekiknya, ia hampir mati di tangan wanita itu dan sekarang ia menjadi takut dengan wanita itu.
"Apa solusinya? Apa solusi itu bisa mengembalikan mata saya? Apa solusi itu bisa tetap membuat saya hidup normal dan bekerja dengan normal? Jawab, Pak Regan."
"Solusi dari saya memang tidak bisa mengembalikan mata kamu, tapi solusi dari saya bisa memberikan kamu penglihatan sebagai pengganti mata kiri kamu. Saya akan menikahkan kamu dengan Rama, Putera saya dan selama pernikahan itu, Rama akan jadi mata kiri kamu, kamu bebas memutuskan pernikahan ini terlebih saat mata kiri kamu sudah kembali, namun Rama tak bisa mengakhiri pernikahan ini. Soal pekerjaan, saya tidak akan memecat kamu karena kamu bisa melihat walaupun mata kiri kamu buta, kamu hanya perlu berpura-pura tidak buta sebelah, saya yakin kamu bisa melakukan itu dan semuanya akan berjalan dengan normal sampai mata kiri kamu kembali. Ini hanya untuk sementara waktu, Nadia."
Regan mencoba meyakinkan Nadia untuk menyetujui solusi darinya karena jika wanita itu tak setuju dengan solusinya maka ia harus ikhlas membiarkan puteranya dipenjara. Regan dan Rama fokus menatap Nadia dan menunggu jawaban keluar dari bibir wanita muda itu. Nadia pun terdiam sesaat dan mencoba memikirkan solusi ini, ia menatap Rama dengan datar, jika ia memenjarakan pria itu maka ia akan kehilangan segalanya dan sepertinya ia harus menerima solusi bosnya karena bagaimana pun ia tak bisa mengorbankan masa depannya dan solusi dari bosnya sudah menjamin masa depannya.
"Baik, saya setuju dengan solusi itu. Tapi saya punya tiga syarat."
"Apa syaratnya? Katakan saja, kami pasti setuju."
"Syarat pertama, setelah menikah, Putera Anda harus hidup mandiri tanpa uang Anda, harus bisa menafkahi saya dan keperluan saya dengan uangnya sendiri, tanpa bantuan Anda, kami pun tidak akan hidup bergantung pada Anda melainkan hidup kos berdua. Lalu syarat yang kedua ....
"Bagaimana bisa kau mengajukan syarat sesulit itu? Kau mau kita mati kelaparan?! Kau tahu kan aku hanya remaja baru lulus yang tak punya pekerjaan? Lalu bagaimana aku menafakahi dirimu dan pengobatanmu yang pasti tak murah?!"
Rama yang sedari tadi diam karena menuruti ucapan ayahnya agar tak bicara selama di ruangan Nadia akhirnya angkat suara karena sudah emosi mendengar syarat konyol dari wanita itu. Ia bahkan tak bisa hidup sendiri tanpa ayahnya lalu bagaimana caranya hidup berdua dengan wanita buta sebelah sebagai tanggungan hidupnya? Ia langsung berteriak menolak permintaan Nadia sebelum wanita itu mengajukan syarat konyol lainnya.
Regan pun sama terkejutnya dengan puteranya namun ia masih menahan diri untuk mendengar syarat kedua dari Nadia, ia tak menyangka jika Nadia akan mengatakan syarat seperti itu, ia pikir Nadia akan meminta harta atau naik jabatan namun ternyata ia salah. Nadia ternyata benar-benar wanita baik hati dan tidak matre. Nadia sendiri sepertinya tak berpengaruh akan teriakan Rama, ia malah terlihat tenang, tak seperti tadi menangis terus.
"Kalau kamu tidak terima syarat saya, maka bersiaplah bertemu saya di meja hijau."
"Rama diamlah. Kami setuju syarat pertama dari kamu, Nadia. Lalu syarat kedua dan ketiganya apa?"
Regan langsung angkat suara untuk menengahi ketegangan yang terjadi antara Rama dan Nadia. Ia pun langsung menyetujui syarat Nadia karena setelah ia pikir lagi, syarat dari Nadia bisa mengubah kepribadian puteranya yang suka boros dengan uangnya.
Rama hendak kembali protes dengan persetujuan ayahnya namun saat ayahnya menoleh ke arahnya dan memberikan tatapan mata tajam membuatnya langsung terdiam dan tak berani lagi melawan, ia terpaksa menerima syarat konyol itu dan berusaha memikirkan cara bertahan hidup setelah ini dengan Nadia.
"Syarat keduanya adalah jika Rama ketahuan selingkuh dari saya maka Rama harus bersedia kehilangan kedua matanya untuk selamanya sebagai hukuman atas perselingkuhannya."
"Permintaan gila! Kamu pikir kita menikah dengan cinta hingga saya akan setia dengan kamu yang sekarang cacat! Bahkan kekasih saya yang sempurna pun tidak masalah saya selingkuh! Tapi kamu malah mau memberi saya hukuman jika berselingkuh!"
"Kami terima syarat kedua kamu. Lalu syarat ketiganya?"
Lagi dan lagi, Rama menolak dan Regan menerima syarat Nadia, ayah dan anak memiliki jawaban yang berbeda namun Nadia lebih memilih jawaban pak Regan yang lebih bisa dipercaya dari pada jawaban remaja tidak bertanggung jawab seperti Rama. Sehingga ia tak menanggapi penolakan Rama dan Rama pun terpaksa setuju dengan syarat Nadia karena ayahnya.
"Rama harus bisa mendapat restu orang tua dan keluarga besar saya untuk menikahi saya, apapun yang terjadi nanti, penolakan atau perlawanan apapun yang diberikan keluarga saya maka Rama harus tetap bertahan demi mendapat restu keluarga saya."
"Saya setuju."
Kali ini Rama langsung menyetujui syarat ketiga dari Nadia karena syarat ini dinilai yang lebih gampang dari syarat lainnya. Regan pun mengangguk pertanda ia juga setuju saat Nadia menatap ke arahnya. Nadia pun menghela nafas sejenak, sebentar lagi ia akan memulai kehidupan dengan pria yang lebih muda tujuh tahun darinya dan Nadia harus bisa menghadapi pernikahan itu, bagaimana pun caranya.
Sedangkan Rama sudah pasrah dengan masa depannya yang entah akan seperti apa karena setelah ini ia tidak sebebas dulu, ada wanita yang lebih tua tujuh tahun darinya yang harus di jaga, lindungi, dan rawat sampai mata kiri wanita itu kembali bisa melihat. Sedangkan Regan hanya bisa berharap dan berdoa jika kedua insan ini bisa bertahan dengan pernikahan ini dan menghadapi semua perbedaan dan masalah ke depannya dengan bijaksana, tanpa bersikap egois agar pernikahan ini bisa bertahan sampai selamanya.