Thea Melarikan Diri.

1301 Kata
Mendengar permintaan Thea, mata Dirga seketika berubah menjadi gelap. Meskipun dia masih terlihat seperti biasa, namun mata almondnya mulai memperlihatkan tatapan dingin. “Thea.” Nada suara Dirga tetap terdengar tenang, walau memang sedikit tegas, menatap gadis itu, tetapi ada rasa dingin yang mendasari kata-katanya. “Jadilah penurut. Jadilah perempuan yang baik. Aku akan menuruti semua permintaanmu, terkecuali yang ini,” tambah Dirga. “Kenapa? Apa ada yang salah dengan permintaanku?” tanya Thea. Dirga menggeleng, nampak berusaha menutupi sesuatu. “Kalau kamu ingin belajar lagi, aku akan menyewa dosen terbaik untukmu. Kamu bisa belajar melalui online, atau aku datangkan dosen tersebut ke rumah ini. Oke?” Thea terdiam, dan nampak berpikir. Tidak, Thea hendak kembali ke universitas itu bukan untuk mengenyam pendidikan. Dia sudah menyelesaikan kuliahnya sebagai lulusan cumlaude, dengan IPK yang sempurna, dan bahkan memiliki IQ di atas rata-rata para mahasiswa lainnya. Selain itu, Thea pun memiliki prestasi luar biasa di berbagai bidang. Jadi, sudah sangat jelas, jika Thea memiliki maksud lain mendatangi tempat tersebut. “Sepertinya, kita harus bicara berdua, Mas.” Wanita itu menatap Dirga dengan memelas, dan memohon sambil menggoyangkan lengan. Thea bukan orang yang gegabah. Ia bahkan telah mempertimbangkan segalanya berdasarkan ingatan dari kehidupan sebelumnya. Hari esok, adalah hari dimana Bunga sedang melakukan kegiatan di fakultas, dan malam ini juga waktu dimana Bunga dan kekasih Andri–Tiara–berencana membunuh Thea untuk yang kedua kalinya dengan sebilah pisau yang Bunga sembunyikan di balik pakaiannya. “Kamu harus mendengarkanku, Thea.” Dirga memang tidak memberi jawaban secara gamblang. Tetapi, dengan kalimat yang terlontar dari mulutnya, dia sudah memberikan jawaban yang seharusnya bisa Thea mengerti. Pria itu segera menurunkan Thea dari pangkuannya, lalu memanggil seseorang dengan suara yang datar. “Moses!” Hanya berselang beberapa detik, seorang pria bersetelan jas hitam tiba-tiba muncul di depan mereka begitu Dirga memanggilnya. Pria bertubuh kekar itu membungkuk hormat, begitu tegas dan berwibawa. “Ya, Tuan Dirga.” Moses kembali menegakkan tubuh, menunggu perintah sang tuan. Namun kemudian, pandangannya terpaku pada sosok wanita, yang kini sedang berdiri di samping Dirga. Siapa dia? Apa Tuan Dirga berhasil mengakhiri perasaannya terhadap Nona Thea, karena perempuan ini? Thea mengerutkan bibirnya saat menyadari tatapan Moses “Apa kamu tidak mengenalku, Moses?” Mendengar suara yang amat sangat begitu tidak asing, kedua mata Moses seketika membulat sempurna. “Nona Thea?” “Ah, ternyata kamu mengingatku. Aku pikir kamu lupa.” “Maafkan saya, Nona,” ucap Moses. Dirga yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik orang kepercayaannya itu seketika mendengkus pelan. “Apa kamu sudah selesai mengingat-ingat kembali wajah wanitaku?” tanyanya. “Belum ... Oh tidak! Saya tidak melihat apapun, Tuan! Maaf sudah membuat Anda tidak nyaman,” jawab Moses. Dirga melirik sembari menghela napas pelan melihat tingkah laku orang kepercayaannya itu. “Aku akan mempercayakan Thea padamu. Ke mana pun dia pergi, tolong ikuti. Selain aku, kamu pun tidak boleh melanggar perintahnya. Paham?” “Ya, saya paham,” jawab Moses masih sedikit kaku. Merasakan bahwa perintah Dirga tidak dapat diubah lagi, tidak peduli bagaimana Thea memohon, wanita itu akhirnya berjalan menuju tempat tidur setelah merenung sejenak. Dia menghela nafas dalam hati… Merasakan bahwa perintah Dirga tidak dapat diubah lagi, tidak peduli bagaimana Thea memohon, wanita itu akhirnya berjalan menuju tempat tidur, usai terdiam dan merenung sejenak. Sementara Dirga, segera berjalan keluar dari kamar–diikuti oleh Moses di belakang–hendak menindaklanjuti kejadian sebelumnya yang membuat Thea merasa tak nyaman tinggal di rumah tersebut. “Singkirkan semua pelayan yang membicarakan tidak baik tentang wanitaku. Gantikan mereka dengan yang patuh dan mau mengikuti aturan di rumah ini!” perintahnya pada Moses, tepat saat pintu kamar Thea ia tutup. Pria bersetelan jas hitam itu menunduk satu kali, setelah mendengarkan kata-kata mematikan dari pimpinannya. “Baik, dimengerti!” jawab Moses. *** Pagi yang cerah kini kembali menyapa kota, suara kicauan burung pun seakan silih bersahutan sambil beterbangan. Setelah menyelesaikan urusannya dengan para pelayan rumah yang semalam membuat gaduh, Moses segera kembali menuju kamar Thea, hendak berjaga di depan pintu. Namun, suara sesuatu yang mencurigakan tiba-tiba terdengar, dan membuat Moses bergerak cepat menarik handle. Tepat di depan sana, di ambang jendela kamar, Thea sedang duduk memandang jauh ke luar sana, dan hal itu membuat Moses seketika menahan napas. “Kata Mas Dirga, kamu harus menuruti semua perintahku, kan?” Wanita itu beralih memandang Moses sambil menopang dagunya di lengan yang terlipat di atas lutut. Moses berubah pucat. Dia tahu betul, meskipun Thea sudah berubah menjadi seperti sekarang, karakternya tetap saja seperti biasanya. Nekad dan tidak mau menuruti perintah siapapun. “Nona Thea, bisakah kita bicara setelah anda keluar dari langkan itu?” Thea tersenyum acuh tak acuh. “Kamu benar-benar tidak akan membiarkanku pergi, Moses? Aku janji akan segera kembali, dan tidak akan membiarkanmu dalam masalah.” “Nona, saya akan–“ Belum sampai Moses meneruskan perkataannya, Thea sudah lebih dulu berbalik, memunggungi pria itu dan kedua kakinya menggantung di luar jendela. Dia benar-benar tidak takut pada ketinggian, dan bahkan begitu berani walau tanpa pengaman sama sekali. “Izinkan aku pergi, dan aku bisa pastikan kamu aman, Moses.” “Nona, Anda kenal bagaimana Tuan Dirga. Jika saya mengizinkan Nona pergi, dan tidak mematuhi perintah Tuan Dirga, bisa-bisa saya dipecat!” Bibir gadis itu perlahan membentuk senyuman. Sisi wajahnya menampilkan profil sempurna di bawah sinar matahari pagi yang begitu hangat. “Jika kubilang satu-satunya perintahku adalah melepaskanku, apa yang akan kamu lakukan, Moses? Apa kamu tetap tidak akan menuruti perintahku?” Moses terdiam. Dia telah bekerja untuk Dirga selama hampir enam tahun. Jadi, Moses sudah tahu betul bahwa wanita di depannya ini sama halnya dengan nyawa bagi Dirga. Ia bisa saja dihabisi oleh sang tuan jika terjadi sesuatu pada Thea, atau sampai wanita itu melarikan diri. “Itu jelas bukan—Nona Thea!” Belum sampai Moses menolak pernyataan Thea, wanita itu sudah lebih dulu melompat keluar dari jendela, tanpa mempedulikan apapun lagi. Rok putihnya membentuk parabola di udara, dan entah bagaimana, dia menghilang dalam sekejap di antara tanaman-tanaman di bawah sana. Moses segera berlari ke jendela dan ikut melompat keluar untuk mengejar. Namun, belum sampai berlari jauh dari tempat semula, langkah Moses sudah melambat. Dia melihat Thea menyemprotkan sesuatu kepada sekelompok penjaga yang mencoba menghentikannya, dan hanya dalam waktu beberapa detik saja, mereka sudah terkapar di atas tanah tak sadarkan diri. Moses benar-benar lupa pada kemampuan Thea sebagai seorang ahli di bidang medis dan kimia. Penguasaannya dalam meracik obat-obatan sungguh luar biasa. Dan Moses melewatkan hal itu. “Ah! Sial, apakah dia Nona Thea yang kukenal? Bagaimana mungkin dia bisa mendapatkan obat-obatan itu?” gerutu Moses. Dia ... Bukan Thea yang dulu mereka kenal di tahun ini. Dia ... Adalah Thea yang pernah hidup di lima tahun yang akan datang. Thea yang penuh dengan rencana matang, dengan hanya bermodal pada ingatan dari kehidupan sebelumnya. Moses mengernyit hingga kedua alisnya bertaut. Jelas sekali, sebagaimana pun dia berusaha, dia tidak bisa lagi mengejarnya. Moses hanya bisa kembali ke dalam rumah untuk menemui Dirga dengan perasaan berkecamuk. “Ada apa?” tanya Dirga yang saat ini sedang duduk di kursi ruang bersantai, sibuk membaca laporan keuanhan dari perusahaannya. “Tuan ... Maaf ... saya gagal menghentikan Nona Thea. Dia melarikan diri, dan berhasil membuat beberapa penjaga tak sadarkan diri,” ucapnya dengan jujur. Dirga seketika menyipitkan mata. Tatapannya begitu tajam, dan menyeramkan, seperti seekor elang. “Thea kabur? Bagaimana bisa?" Moses menunduk, menjelaskan detail kejadian yang terjadi sebelum akhirnya ia mengakui kesalahannya. “Maafkan saya, Tuan. Saya gagal menghalangi Nona Thea.” Mata Dirga memerah, nampak begitu marah. “Kerahkan seluruh anak buahmu untuk mencari Thea! Dan perintahkan mereka untuk membawa kembali wanitaku tanpa ada luka sedikitpun!” “Baik, Tuan, dimengerti,” jawab Moses. Dirga kembali terdiam, dan berusaha mencerna perkataan Moses beberapa saat lalu. Thea, berapa banyak rahasia yang kamu miliki yang belum aku ketahui? ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN