Prolog
‘Thea, kamu milikku. Sejak saat ini, bahkan sampai nanti. Kamu tetap milikku.’
Sakit. Amat teramat sakit. Itu yang dirasakan oleh wanita yang saat ini tengah terbaring lemah di atas tempat tidur besar.
Kelopak matanya nampak bergetar saat dia perlahan mulai sadarkan diri, menatap lampu gantung yang begitu familiar di langit-langit kamar, walau terlihat kabur dalam pandangannya.
“Thea, kamu benar-benar milikku sekarang!”
Pria itu membuka bibir tipisnya, membersamai iris mata hitam legam yang bersinar penuh perasa sayang. “Kamu akhirnya menjadi milikku, dan aku tidak akan pernah membiarkanmu jauh dariku,” tambahnya.
Untuk sejenak, wanita dengan panggilan Thea itu terdiam, seperti sedang mengumpulkan kepingan puzzle ingatannya yang sempat buyar. Sampai akhirnya, ia menyadari aroma maskulin yang begitu familiar pada indera penciuman, kemudian menatap lekat-lekat pria di sampingnya.
“M-Mas Dirga–“ Suaranya sangat pelan bahkan tidak dapat didengar oleh siapapun.
Pria itu tiba-tiba memeluk Thea begitu erat, sembari mengusap puncak kepalanya dengan perlahan-lahan. “Ayo kita menikah hari ini!”
Mendengar ajakan tersebut, Thea membulatkan mata. Menikah? Kenapa Mas Dirga mengajakku menikah lagi? Bukankah kita sudah menikah?
“Apa kamu bersedia?” tanyanya lagi.
Thea seketika memutar bola mata untuk melihat sebuah kalender yang menempel pada dinding. Menatapnya lekat-lekat benda tersebut, hingga mengerjapkan mata berulang kali.
2018? Apa aku tidak salah lihat?
Lagi-lagi Thea terdiam, melihat ke sekitar yang memang berbeda jauh dari yang dia ketahui–demi meyakinkan diri. Ia mengingat-ingat kembali kejadian sebelumnya, tepat sebelum ia tak sadarkan diri.
Bukankah aku sudah meninggal? Bagaimana mungkin aku bisa ada di sini sekarang? Dimana Bunga? Apa yang terjadi setelah mereka memaksa mengambil sumsum tulang belakangku?
Sebentar ... 12 April 2018? Bukankah hari ini adalah hari dimana kebakaran itu terjadi? Kenapa aku kembali ke kejadian ini?
“Thea.” Pria bernama Dirga itu memperhatikan wajah pucat Thea begitu saksama. Dia menyipitkan matanya, memegang dagunya, dan mengangkat wajahnya. “Thea, aku peringatkan sekali lagi, jangan pernah memikirkan pria lain lagi saat sedang bersamaku. Apa kamu mengerti?”
Gadis itu mengerjapkan mata, masih berusaha mencerna, apa yang sebenarnya terjadi. “M-Mas Dirga, aku ....”
“Maukah kamu menikah denganku?” Lagi-lagi, pertanyaan yang sama kembali diajukan oleh pria itu, dan membuat Thea perlahan mulai sadar.
Apalagi, saat Dirga menyentuh dengan lembut, menelusuri garis wajahnya dengan jari. Setiap inci sentuhan jemarinya seakan memberikan sensasi berbeda, yang mana membuat Thea seperti kembali dimabukkan oleh cinta dari pria tersebut.
“Mas ....” Thea tiba-tiba melingkarkan kedua tangannya pada leher Dirga, dan menatap begitu dalam pada pria itu. “Aku janji, Mas, aku tidak akan pernah meninggalkan Mas lagi. Aku janji.”
Dirga tertegun. “Thea .…” Matanya berubah gelap saat dia melihat kejujuran dan keyakinan di mata gadis itu.
Meski wajah cantik nan mempesona itu terlihat berantakan dan tertutup jelaga api, sepasang mata indah itu masih tetap terlihat berkilau.
Dirga mengerutkan bibir merahnya dan mulai tertawa. Suaranya yang dalam dipenuhi dengan kesenangan dan kepuasan. Pria itu perlahan mengangkat tangan, dan jari-jarinya yang indah kini menelusuri rambut gadis itu. “Thea ... Kamu benar-benar berhasil membuatku tergila-gila. Astaga, lucu sekali. Awas saja jika kamu tidak membalas perasaanku!”
“Bagaimana jika aku benar-benar tidak membalas?” goda Thea.
“Aku punya banyak cara untuk menghukummu! Apakah kamu mengerti?”
Thea tertawa kecil. “Ya, aku mengerti, Mas. Lagipula, aku juga sudah berjanji tidak akan pernah lari lagi.”
Lagi-lagi, Dirga tertegun saat melihat gadis itu tertawa. Senyuman yang berhasil mencuri jiwa sampai ke akar-akarnya.
‘Kenapa setelah kebakaran itu, kamu begitu menggemaskan, Thea? Kamu memang berubah, tidak seperti Thea yang biasanya. Tetapi, aku sangat menyukainya.’
...