Tertegun.
Andri benar-benar tertegun melihat perubahan Thea yang begitu drastis. Wanita ini bukan Thea yang dia kenal. Wanita ini adalah orang asing yang begitu hebat dalam gerakan bela diri, juga pintar dalam berbicara.
Apakah wanita ini benar-benar Galathea yang kukenal?Kenapa dia seberani ini padaku dan Bunga?
Di samping Andri, Bunga yang sedari tadi hanya memperhatikan dan melihat setiap gerakan Thea, mendadak gemetaran. Sekujur tubuhnya langsung basah oleh keringat dingin, antara takut jika itu adalah hantu Thea, dan juga takut menjadi sasaran berikutnya oleh wanita tersebut. Ia memutar tubuhnya dengan wajah bingung, hendak bersiap melarikan diri saat melihat celah untuk kabur.
Sayangnya, mata Thea lebih cepat menangkap pergerakan tersebut, dan berkata, “kamu ingin melarikan diri?”
Mendengar pertanyaan itu, langkah kaki Bunga berhenti dan tidak berpindah dari tempatnya. Ia bahkan tidak sadar, jika Thea mengeluarkan sesuatu dari dalam saku, dan menaburkan obat bius lokal berbenuk serbuk–sejenis bedak tabur berwarna putih–tersebut ke udara, hingga membuat Bunga seketika merasa lemas dan sedikit pusing.
“T-Thea ... Apa yang ka-kamu lak-lakukan?” Belum sampai ia mendapatkan jawaban, Bunga sudah lebih dulu jatuh ke tanah dan sulit menggerakkan tubuhnya.
“Apa yang kamu lakukan? Kamu ingin membunuh Bunga?” tanya Andri dengan nada tinggi.
Thea segera menggeleng, tetapi kedua sudut bibirnya terangkat. “Tidak-tidak. Dia hanya aku bius. Aku tidak sejahat kalian untuk membunuh orang.”
Pria itu seketika berlutut. “Thea, bagaimana kamu bisa berkata se–“
“Ssst.” Thea berdesis, memegang bagian belakang kerah pakaian Andri dengan satu tangan, lalu menyeretnya sampai berada di samping tubuh Bunga, dan berlutut di sana. “Aku hanya ingin mengingatkan, jika obat bius yang kutaburkan bisa terhirup siapa saja yang berada di sekitar kita jika mereka tidak mau tutup mulut!” tambahnya memperingati, hingga membuat orang-orang yang masih di sana bergerak mundur demi menjauh.
Thea berlutut di depan Andri, menyejajarkan posisinya dengan pria itu. “Kamu mungkin tidak tahu, kenapa Bunga sebegitu ketakutannya saat melihatku. Benarkan?”
Andri hanya menjawab dengan anggukan. Sementara Thea menjambak rambut Bunga sampai wanita lemah itu duduk bersandar pada kakaknya. “Adik kesayanganmu ini yang menyebabkan kebakaran dan hampir membunuhku. Dan ... Ya, sekarang aku ada di sini karena ingin membunuhnya, sebagaimana dia bertingkah untuk membunuhku dalam kebakaran beberapa hari lalu.”
Bibir Thea sedikit terbuka, sengaja mengeluarkan kalimat seperti itu di akhir agar Andri dan Bunga tidak kembali mengintimidasinya.
“Tidak, aku tidak melakukannya! Thea berbohong! Jangan mempercayainya!” Dengan sisa-sisa tenaganya, Bunga menyanggah perkataan Thea.
Dia mencoba untuk bergerak mundur dengan tergesa-gesa, tetapi anggota tubuhnya terasa begitu lemah hingga Bunga tidak bisa mengerahkan seluruh kekuatannya sama sekali. Dan karena hal itu, dia malah terlihat semakin ketakutan.
“Aku tidak ingin membunuhmu! Bukan aku yang menyebabkan kebakaran! Itu bukan aku!” pekik Bunga histeris.
“B-Bunga ....” Dari kejauhan, Luna memandangnya dengan kaget.
Orang-orang yang berada di sekitar mereka pun mulai menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi sejak kemarin nyatanya tidak sesederhana yang mereka pikirkan. Bahkan, setelah mendengar perkataan Bunga, mereka saling bertukar pandang, seperti sedang mencoba menafsirkan setiap kata yang terlontar.
“Loh, kalau memang bukan kamu pelakunya, lalu kenapa kamu harus setakut ini?” tanya Thea begitu sinis.
“Tidak! Tidak!” sanggah Bunga lagi, penampilannya sudah benar-benar berantakan, bahkan rambutnya yang semula tertata begitu rapi, kini sudah menyatu akibat keringat di dahi.
Sebenarnya, apa yang dikatakan Bunga adalah benar, bahwa dia tidak mempunyai niat untuk membunuh Thea. Malahan, kebakaran besar itu terjadi karena ketidaksengajaan yang dia lakukan. Namun yang menjadi masalahnya adalah karena Bunga malah melarikan diri tanpa berniat menyelamatkan Thea. Membiarkan adik angkatnya itu di antara kobaran api dan tidak peduli pada nasibnya. Padahal ketika itu, Thea sudah berteriak-teriak meminta bantuan.
Thea tersenyum, beringsut mendekati Bunga. “Kakakku tersayang, bukankah sebaiknya kamu mengingat-ingat kembali, bagaimana kamu memperlakukanku di masa lalu? Bagaimana kamu mencaci, memaki, memukul dan memarahiku ketika kita masih muda, bagaimana kamu mencuri kalung peninggalan ibu kandungku yang paling berharga dan menjualnya, dan juga bagaimana kamu mencoreng namaku di sekolah? Ayolah, apa kamu melupakan semua itu?”
“T-Thea, apa maumu?!”
“Mauku? Aku hanya ingin membuatmu membayar semua rasa sakit yang pernah kualami, sedikit demi sedikit! Aku ingin kalian berdua merasakan, apa yang aku rasakan, tanpa terkecuali. Hanya itu!”
“Dasar wanita gila!” umpat Andri pelan.
Thea hanya tersenyum menanggapi. “Nikmatilah semua hla yang masih bisa kalian nikmati. Lagipula, Bunga, aku benar-benar khawatir kamu tidak bisa hidup lebih lama lagi.”
Mendengar kalimat itu, ketakutan dalam diri Bunga malah semakin membesar. Dia didorong hingga batas akhir mentalnya, sampai-sampai hampir menggila karena hal itu.
“Kamu memfitnahku, Thea! Aku bahkan tidak melakukan semua yang kamu katakan tadi! Kamu yang ingin masuk ke dalam gedung! Kamu meninggal hanya karena kamu kurang beruntung! Bukan aku yang salah!” teriak Bunga lagi.
Orang-orang di sekitar mereka semakin memandang Bunga dengan tatapan penuh curiga. Berbagai pertanyaan pun mulai muncul ke permukaan, sampai-sampai mereka berbisik untuk berspekulasi.
“Kenapa kalian menatapku seperti ini? Aku bilang, aku tidak melakukannya! Kalian tidak bisa mencurigaiku tanpa bukti apa pun! Kalian harus percaya padaku seperti biasanya!”
Bunga menggerakkan tangannya, mencoba menjelaskan walau orang-orang sudah tidak ada yang mempercayainya. Namun tiba-tiba, lengannya dicengkram oleh seseorang, hingga ia mendongak dan melihat sekelompok polisi mengelilinginya.
“Nona Bunga Kirana Putri, kami menerima laporan dari seseorang yang menjelaskan bahwa Anda ada hubungannya dengan kebakaran di kampus ini. Mohon kerja samanya, dan silakan ikut kami ke kantor polisi agar kami bisa melakukan penyelidikan lebih lanjut.”
Bunga berontak, ingin melepaskan diri. “Apa kalian membawa surat penangkapan? Apa kalian mempunyai bukti atas tuduhan tersebut?”
Salah seorang polisi mengeluarkan surat penangkapan yang dia bawa, lalu memberi perintah kepada dua anak buahnya untuk segera membawa wanita itu masuk ke dalam mobil polisi.
Andri terdiam saat melihat adik kesayangannya dibawa pergi oleh pihak berwajib. Tidak peduli seberapa besar dia mempercayai wanita itu, tetapi untuk situasi ini, dia tidak punya alasan untuk mempertanyakan keputusan polisi.
“Thea.” Dia mencoba untuk mengulas senyum kaku. “Aku tidak menyangka Bunga melakukan hal seperti ini. Aku–“
“Berhenti bersikap egois seperti ini! Aku benar-benar muak melihat drama kalian!”
Andri mendengkus pelan. “Astaga, kenapa aku bisa dicintai makhluk sejelek ini?” gumamnya sangat pelan. Namun, Thea masih bisa mendengarnya.
Wanita itu berdecih. “Berhenti menyebarkan rumor bahwa aku menyukaimu, Andri! Kalau tidak, aku bisa berbuat lebih jauh dari ini.”
Setelah dia menyelesaikan kata-katanya, dia berbalik untuk pergi. Melirik sejenak pada orang-orang di sekitarnya, yang memandang penuh arti pada Thea.
Dia bukan Thea yang mereka kenal! Dia benar-benar berubah.
***