Leader 53 - Mencari Pedang Suci
Betapa marahnya raja Dimitar ketika tahu jenderal Vitos dan prajuritnya belum juga menemukan pedang suci yang ia inginkan. Sebenarnya dimana pedang suci itu? Penyihir Aleka juga belum memberikan informasi tentang keberadaan pedang suci itu. Raja Dimitar sampai sangat kesal dibuatnya.
"Maafkan hamba yang mulia raja. Ternyata pedang itu ada pada si pandai besi yang sudah bertahun-tahun yang mulia bunuh," lapor penyihir Aleka.
"Apa? Pandai besi yang mana?" Raja Dimitar mencoba mengingat-ingat. Pandai besi yang mana yang pernah ia bunuh? Pasalnya sudah banyak orang mati di tangannya.
"Alexander Gerald, yang mulia raja. Pemimpin di wilayah Serbia, yang dulu pernah kita banyak warganya," sahut penyihir Aleka.
"Dia kan sudah mati. Lalu dimana pedang itu sekarang?"
"Menurut penglihatan aku. Anak dari Alexander Gerald itu selamat dari pembantaian hari itu. Dia lah yang memegang pedang suci itu," jelas penyihir Aleka. Bahkan penyihir Aleka sendiri tidak tahu siapa nama anak dari Alexander.
"Sial! Lalu dimana dia berada sekarang?" Raja Dimitar benar-benar murka. Kenapa juga penyihir Aleka baru memberi tahu raja Dimitar soal pedang itu sekarang. Padahal sekalian dulu saja saat pembantaian itu terjadi. Agar mereka bisa dengan cepat mencari anaknya Alexander itu.
"Maaf yang mulia raja. Aku belum bisa menemukan keberadaannya," sesal penyihir Aleka. Entah kenapa ia belum bisa menemukan keberadaan pedang suci itu. Pedang yang sepertinya dibawa oleh anaknya Alexander. Penyihir Aleka belum bisa mendeteksi keberadaan jenderal Vladimir. Entahlah mungkin kekuatan sihirnya mulai menurun.
"Pengawal. Bawa penyihir Aleka ke penjara bawah tanah! Kamu di hukum penjara selama dua Minggu! Karena kamu telah lalaikan perintahku!" Perintah raja Dimitar. Raja Dimitar memang selalu seperti itu. Menghukum siapa saja yang telah melakukan kesalahan. Untungnya penyihir Aleka tidak langsung dibunuh. Penyihir Aleka hanya dipenjarakan di penjara bawah istana kerajaan Bednarek.
"Jangan tuanku aku mohon!" Pinta penyihir Aleka. Namun, raja Dimitar tidak menggubris permintaannya. Penyihir Aleka di seret para pengawal untuk di penjarakan di penjara bawah tanah. Bukan sekali saja penyihir Aleka mendapatkan hukuman penjara di bawah tanah. Lagi-lagi kesalahannya adalah telat memberi tahu tentang apa yang raja Dimitar mau. Kalau raja Dimitar menginginkan sesuatu. Apapun itu harus tercapai. Kalau tidak, dia akan menebas siapapun orang yang menghalanginya.
Herannya sudah sering diperlakukan seperti itu, penyihir Aleka masih saja mau membantu raja Dimitar menjalankan rencananya. Padahal sudah tahu betul pada akhinya nanti penyihir Aleka akan dibuang oleh raja Dimitar. Bahkan mungkin akan dibunuh. Mungkin penyihir Aleka tidak punya pilihan lain. Selain menerima apa yang raja Dimitar perintahkan. Sebetulnya penyihir Aleka menunggu momen yang pas untuk berkhianat pada raja Dimitar. Mungkin saat pedang suci itu ada di tangan penyihir Aleka. Dia akan berbalik menyerang raja Dimitar. Dia sudah benar-benar muak dengan kelakuan raja Dimitar yang selalu seenaknya saja.
"Jenderal Vitos, kapan pertemuanku dengan raja Edgar Delroy?" Tanya raja Dimitar pada jenderal Vitos.
"Minggu ini, hari Selasa yang mulia raja," sahut jenderal Vitos.
Raja Dimitar memang ada rencana untuk bertemu lagi dengan raja Edgar. Raja Dimitar akan membicarakan tentang penyerangan pada kerajaan Apolus. Kerajaan Delroy yang akan menjadi sekutunya. Padahal ini hanya siasat raja Dimitar. Toh sepenuhnya ia ingin menguasai keempat wilayah negeri empat menara.
Raja Dimitar mengambil tiga pedang itu secara paksa. Padahal tetap tujuan utamanya adalah memiliki pedang suci. Yang katanya bisa membunuh penyihir dengan sekali tebasan. Bukan hanya itu, pedang suci itu akan selalu membawa kemenangan di setiap perang. Raja Dimitar malah curiga. Kalau penyihir Aleka sengaja tidak memberitahu tentang keberadaan pedang suci itu. Lantaran takut raja Dimitar semakin kuat. Bisa saja ketika ia menemukan pedang suci itu. Raja Dimitar akan membunuh penyihir Aleka dengan pedang suci itu.
"Jika memang penyihir Aleka sengaja menyembunyikan informasi keberadaan pedang suci itu. Maka aku sendiri yang akan membunuhnya," oceh raja Dimitar berbicara sendiri.
Raja Dimitar mencoba mengingat-ingat kejadian saat akan membunuh Alexander. Saat itu memang penyihir Aleka memberirahukan kalau ada seorang pemimpin yang nantinya akan menguasai sebuah negeri. Bahkan nantinya akan menjadi raja yang sangat kuat. Pemimpin itu bernama Alexander Gerald. Karena tidak mau ada saingannya. Raja Dimitar memerintahkan pada pasukannya untuk membantai wilayah kekuasaan Alexander.
"Bunuh siapa saja yang berada di wilayah itu. Sisakan satu orang untukku. Yaitu Alexander Gerald. Biar aku saja yang membunuhnya," perintah raja Dimitar.
Banyak sekali orang yang mereka bunuh saat pembantaian itu. Tidak perduli itu anak kecil atau lansia. Semua orang yang berada disana harus mati. Tidak ada ampunan bagi mereka. Padahal mereka tidak memiliki salah apapun pada raja Dimitar.
Tempat yang baru saja mereka bangun berantakan. Banyak orang-orang yang bergeletak berlumuran darah. Mereka sudah sekarat antara hidup dan mati. Dan mungkin sudah banyak yang mati.
"Sepertinya pedang itu ada di sana saat pembantaian itu terjadi. Tapi dimana?" Raja Dimitar terus mengingat-ingat kejadian itu. Raja Dimitar jadi ingat pedang yang dia gunakan untuk menusuk Alexander. Apa itu pedang suci yang penyihir Aleka maksud?
"Sial! Kalau benar-benar pedang yang aku pakai untuk membunuh Alexander adalah pedang suci. Seharusnya aku membawanya. Bukan malah membuangnya. Bodohnya aku!" Rutuk raja Dimitar menyesali perbuatannya. Soalnya penyihir Aleka juga tidak berbicara apa-apa tentang pedang suci itu. Saat pembantaian terjadi.
Sebetulnya keberadaan pedang suci itu masih misterius. Hanya penyihir yang kuat yang bisa mendeteksi keberadaan pedang suci itu. Beberapa penyihir lemah juga bisa merasakan kehadiran pedang suci. Karena pedang suci memiliki aura yang berbeda. Dikarenakan memiliki roh-roh didalamnya. Jadi bisa dirasakan oleh beberapa penyihir. Namun, saat itu Penyihir Aleka tidak bisa merasakannya. Malah baru bisa meramalkannya sekarang. Ramalannya masih samar-samar. Yang penyihir Aleka tahu, pedang suci itu dibawa oleh anaknya Alexander. Untuk posisinya dimana masih dia coba terus untuk menemukannya.
Karena tidak ada saksi hidup saat pembantaian itu terjadi. Mereka tidak bisa mengorek informasi tentang keberadaan anak Alexander berada. Tidakan sungguh ceroboh yang mereka lakukan. Seharunya mereka bisa lebih teliti dalam melakukan tindakan. Kalau sudah seperti ini, mereka sendiri yang kerepotan. Raja Dimitar tidak ada pilihan lain. Selain menunggu ramalan berikutnya dari penyihir Aleka tentang keberadaan anak Alexander itu.
Kalau masih saja belum ketemu. Raja Dimitar akan benar-benar membunuh penyihir Aleka. Mungkin sudah saatnya raja Dimitar mencari penyihir yang lebih baik dari penyihir Aleka. Untuk apa mempertahankan penyihir lemah yang sudah tidak ada gunanya. Menunggunya hanya membuang-buang waktu bagi raja Dimitar.