11. Menguji Kesabaran

1140 Kata
Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan kali ini untuk membalas Dana dengan mengerjainya. Elya pun memulai aksinya dengan senyum miring tak terlihat oleh sepasang mata Dana. Sesudah pria itu berjanji untuk menghabiskan oseng kangkung yang hendak dimasak Elya ini, Elya berpikir untuk mengujinya. Lebih tepatnya menguji kesabaran Dana! Elya memasak oseng kangkung selayaknya orang memasak makanan pada umumnya. Hingga matang dan rasanya sudah pasti enak, Elya sudah mencicipinya sendiri. Hanya saja tanpa sepengetahuan Dana yang tengah sibuk mengangkat telepon itu, Elya membagi dua bagian porsi oseng kangkung yang sudah matang tersebut. Yang satunya dengan porsi yang lebih banyak daripada bagian yang ia tata di piring. Menyisihkan bagian yang ditatanya di wadah lain, kini Elya fokus menata cantik bagian yang di piring. Hmm sangat menggugah selera. Tak lupa Elya menaburkan garam halus segenggaman tangannya. Kemudian mengaduk masakan di piring itu. Setelahnya barulah Elya platting cantik. "Sudah matang Elya?" tanya Dana yang sepertinya sudah tidak sabar hendak menikmati hidangan yang dimasak langsung oleh Elya. Dengan senyum mengembang, Elya meminta Dana untuk duduk manis di kursi ruang makan. Lalu gadis itu menghidangkan sepiring oseng kangkung 'spesial' tersebut di hadapan Dana. Tak lupa Elya juga sudah mengambilkan sepiring nasi untuk Dana makan. Tanpa berlama-lama Dana segera mencuci bersih tangannya sebelum pada akhirnya mencicipi masakan Elya. Hatinya sungguh sangat bahagia. Akhirnya, ia bisa menjadi orang spesial yang dimasakkan makanan secara langsung oleh Elya. Dana bangga dengan perubahan Elya yang sangat tidak terduga ini. Tapi tatkala oseng kangkung tersebut menyapa mulutnya, hmmm..Dana harus menahan kunyahannya untuk terus melakukan pergerakan, mendorongnya sesegera mungkin ke tenggorokan hingga terjatuh ke dalam perut. Asin. Sangat asin! Elya sepertinya memasukkan garam satu karung. "Gimana Mas Dana? Enak?" Dana terpaksa berbohong. Ia kembali menyuapkan oseng kangkung tersebut ke dalam mulutnya. Berusaha tersenyum selebar mungkin, "enak. Rasanya enak sekali, Elya!" "Beneran!?" Elya berpura-pura sangat bahagia dan antusias. Padahal dalam hatinya ia tertawa bahagia karena berhasil mengerjai Dana. "Iya! I--ini enak. Sangat enak. Mmm, saya boleh memberikan saran?" Elya mengangguk cepat. Sebagai seorang pria, Dana tentu tidak ingin langsung mengatakan bahwa masakan Elya ini sangat asin. Ia mencoba menyusun kalimatnya sehalus mungkin, agar Elya tidak merasa tersinggung dan mau untuk terus belajar memasak hingga masakannya bisa dinikmati. Tidak seperti sekarang ini. Dana merasa, cukuplah hanya dirinya saja yang merasakan betapa asinnya masakan Elya kali ini. "Kok Mas Dana bengong? Katanya mau kasih saran.." kata Elya menyadarkan Dana dari lamunnya yang juga tengah berpikir bagaimana mengatakan penilaiannya dengan kata-kata yang sangat halus. Hingga Dana yakin bahwa kata-katanya kali ini tidak akan menyinggung Elya. Ia pun memberikan saran, "Lain kali, mungkin kamu harus menggunakan sendok takaran garam, Elya. Rasanya memang enak, tapi sepertinya akan lebih enak jika garamnya dikurangi." Seketika itu juga, pikiran jahatt Elya langsung bekerja. Ia melipat kedua tangannya di depan dadaa. Menunjukkan raut wajah marahnya, "jadi maksud Mas Dana masakanku keasinan!?" "B--bukan seperti itu, Elya." "Aku jadi penasaran. Aku mau cobain." "Jangan!! Kamu masak lagi aja, Elya. Ini 'kan untuk saya. Saya berjanji 'kan untuk menghabiskannya tadi? Jadi, ini akan saya habiskan sekarang juga." Elya bukannya tak tahu maksud Dana mencegahnya. Pria itu benar-benar berusaha untuk berhati-hati kali ini. Tidak seperti kemarin yang dengan mudahnya berkata tanpa memikirkan perasaannya. Kali ini Dana justru mengorbankan lidahnya untuk makan oseng kangkung super asin tersebut. Yaaa, segenggam garam yang Elya masukkan di dalam sana, ternyata cukup membuat Dana menahan ekspresi keasinannya. Xixixi..kasihan. Tapi Elya juga masih ingin menguji pria tersebut. Maka Elya biarkan saja. "Ya udah. Selamat makan.." Selama Dana memakan oseng kangkung tersebut, pria itu tak lupa juga memakannya dengan nasi. Meskipun sesekali Dana menunjukkan raut wajah tak mengenakkannya, Elya mencoba tetap diam dan tidak berusaha menegur Dana. Sampailah pada suapan ketiga, gadis itu justru merasa tak tega. Akhirnya Elya akhiri tipuan ini. Elya bangkit dari duduknya, berjalan kembali ke dapur untuk mengambil oseng kangkung yang ia masak dengan sempurna. Lalu kembali ke ruang makan dan langsung menyajikan wadah besar berisikan oseng kangkung tersebut di hadapan Dana. Seketika itu juga, Dana rasanya seperti mau muntah. Bagaimana bisa Elya memasak sebanyak ini!? Dana pikir, masakan yang terdapat di mangkuk besar itu juga rasanya sama seperti yang ia makan--sangat asin. Jadilah baginya ini bencana besar. Karena sebelumnya Dana sudah berjanji untuk memakan habis masakan Elya. Melihat raut wajah pucat Dana, Elya langsung bergerak mengambil sepiring kangkung tersebut dari hadapan Dana. "Jangan dilanjutkan lagi makannya. Ini sangat asin 'kan?" "Tidak. Ini rasanya enak, Elya." "Mas Dana bohong. Hidungnya panjang lohh nanti!" "........" Dana hanya bisa tersenyum kikuk. "Ini, dimakan pakai nasi. Nggak perlu dihabiskan, karena porsinya memang sengaja aku masak banyak. Untuk Papa dan Mama juga." "Ha? M--maksudnya?" Dana masih tidak mengerti. Memangnya apa bedanya? Kedua-keduanya sama-sama masakan Elya yang superr asin. "Pasti Mas Dana mikir ini juga superr asin!? Ya 'kan?" "I--iya. Tapi masih bisa dimakan." Tak percaya dengan ucapan Dana, Elya dengan cepat lantas menyendokkan sesendok oseng kangkung tersebut menggunakan sendok yang sama, yang sebelumnya dipakai oleh Dana. Dana terkejut, tapi ia mencoba bersikap biasa saja. Menghadapi Elya memang membutuhkan kesabaran. "Wlueekkkk!! Asinnn banget! Kayak begini kok dibilang enak, sih!? Mas Dana tuh kalau bohong kira-kira, dong!" "Saya nggak mau kamu tersinggung lagi." "Ohhh jadi udah sadar kalau yang kemarin itu nyinggung perasaan aku?" "Iya. Saya minta maaf untuk ucapan saya yang kemarin, Elya." "Nggak apa-apa. Nggak masalah. Tohh, cuman seorang Danadyaksa Dwipa yang menilai. Memangnya Mas Dana siapa!? Bukan apa-apa di hidup aku." "Kamu jahatt banget." "Satu sama dong!" "Non Cantik dan Tuan Dana kok malah jadi bertengkar? Oseng kangkungnya enak dimakan selagi hangat." "Ini nih, Mbok! Mas Dana. Jahatt!" "Kamu juga, Elya." "Sudah-sudah. Non Cantik duduk. Ini Mbok ambilkan nasi. Non Cantik juga makan, temani Tuan Dana." "Nggak mau. Biar aja Mas Dana makan sendiri!" "Non Cantik.." Mbok Dami menunjukkan raut wajahnya yang seolah memohon. Inilah titik kelemahan seorang Elya jika berhadapan dengan Mbok Dami. "Oke-oke! Elya duduk," putusnya dengan terpaksa. Berbeda halnya dengan Dana yang justru sangat bahagia. Pria itu tersenyum dan mengedipkan sebelah matanya pada Mbok Dami. Seperti sebuah kode terima kasihnya karena berhasil menjinakkan Elya. Xixixi... Mereka berdua pun makan bersama di ruang makan besar rumah Elya. Dana juga sudah membatalkan makan malam di restoran mewah. Ia lebih memilih makan dengan menu makanan yang dimasak oleh Elya sore ini. Lagipula, mau seperti apa rasanya, Dana akan tetap memakannya. Ia sudah berjanji sebelumnya. Ketika oseng kangkung di wadah berbeda ini masuk ke dalam mulutnya, seketika kedua bola mata Dana membulat sempurna. Ia coba berkali-kali, rasanya tetap sama. Lezat! Sangat lezat! "Bagaimana bisa? Rasanya.." "Enak 'kan!?" "Enak! Yang ini sangat enak, Elya. Kok bisa berbeda, ya, rasanya?" Dengan menahan tawa kerasnya, Elya lalu menjelaskan, "Maaf, ya, Mas Dana. Yang di piring itu aku kasih topping garam dengan takaran satu genggam tanganku. Tapi nggak sengaja aku aduk. Jadi toppingnya nggak kelihatan, deh.." Tak lupa dibarengi dengan raut wajahnya yang dibuat-buat seakan ia merasa sangat bersalah. Hal tersebut tentu membuat kepala Dana mendidih seketika. "ELYA!?" ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN